5 Hal Yang Harus Orang Tua Ketahui Tentang Bullying
Oleh : Ustaz Iwan Januar
Bullying atau kekerasan pada anak sekarang menjadi persoalan serius dalam dunia pendidikan dan pergaulan anak-anak serta remaja.
Sayangnya, meski sudah terjadi berulang kali tapi seperti tak ada solusi tuntas. Orang tua, sekolah, lingkungan apalagi negara seperti abai.
Terlihat dari semakin tingginya kasus kekerasan pada anak dengan pelaku anak. Padahal dampak dari bullying ini dapat berkepanjangan. Apalagi bila dilakukan secara sistematis misal oleh kelompok/gang .
Bukan saja melukai materi atau fisik anak, tapi mental korban.
Tidak sedikit orang tua yang juga tidak peka dengan tindak bullying yang menimp anak-anak mereka. Sehingga terlambat menyadari bahwa anak mereka telah menjadi korban bullying. Untuk itu ada beberapa hal yang wajib diketahui orang tua tentang bullying ini:
1. Hampir tak ada tempat yang benar-benar aman untuk anak. Bukan maksud membuat orang tua paranoid, akan tetapi ini ditujukan agar orang tua selalu aware. Peka dan waspada. Karena banyak orang tua tidak percaya ketika anaknya menjadi korban sehingga tidak mau melakukan tindakan penyelamatan dan menuntut pihak sekolah agar lebih perhatian lagi pada siswa-siswa mereka. Contoh, banyak orang tua masih percaya kalau sekolah Islam atau pesantren benar-benar aman bagi anak mereka. Faktanya, bullying itu sudah terjadi hingga di lingkungan pesantren.
Seorang kawan jebolan pesantren terkenal di Pulau Jawa bercerita bahwa di tempat ia menuntut ilmu bullying terjadi begitu dahsyat, bahkan terjadi secara sistematis dan berkelompok. Semua terjadi tanpa disadari oleh pengasuh pondok pesantren. Biasanya guru atau ustadz hanya menangani ekses yang muncul, tapi bukan akar persoalan.
Sebagian pelaku bullying dulunya adalah korban. Balas dendam mungkin itu motif sebagian pelaku bullying. Ketika menjadi junior mereka habis-habisan dibully oleh kakak kelas, maka saat menjadi kakak kelas mereka lalu melakukan hal serupa. Inilah salah satu bahaya mengabaikan perilaku bullying; menciptakan rentetan dan lingkaran kekerasan di dunia anak.
2. Bullying juga bisa terjadi terhadap saudara kandung. Harap percaya bahwa kakak bisa tega mem-bully adiknya sendiri. Merebut makanan dan mainan, mengintimidasi, bahkan hingga memukuli saudara kandung mereka sendiri. Tidak sedikit orang tua yang melihat hal ini sebagai kenakalan biasa, padahal bila terjadi secara simultan/terus menerus, ini sudah merupakan tindak bully yang harus segera ditangani. Lalu seperti kasus bully yang lain, kejadian yang menimpa saudara kandung juga bisa menciptakan lingkaran bully antar saudara atau kepada teman.
3. Pelaku dan korban bully umumnya berbohong. Korban bully enggan berbicara terus terang apa yang menimpa ia. Apalagi bila pelaku berjumlah banyak. Maka ia mengambil cara berbohong sebagai self defense. Pura-pura sakit agar tidak bersekolah. Atau meminta uang jajan tambahan karena ia acap dimintai uang oleh pelaku. Pelaku juga lihai berbohong untuk menutupi tindakan bully-nya. Sehingga memang tidak mudah membongkar kasus bully, utamanya bila dilakukan secara sistematis. Oleh karena kejadian ini harus dicermati dengan seksama, diselesaikan dengan tuntas, dan dipotong hingga ke akar-akarnya.
4. Korban membutuhkan support dari orang tua. Sempatkanlah waktu untuk berbicara dengan anak dari hati ke hati. Ajak dia untuk bercerita tentang kejadian sehari-hari. Saat ia berbicara jangan diinterupsi apalagi disalahkan. Banyak korban bully enggan bercerita kepada orang tua karena mereka merasa tidak nyaman dengan sikap orang tua mereka sendiri. Orang tua yang sibuk sulit untuk mendengarkan dan mendeteksi anaknya menjadi korban. Maka jadilah orang tua yang selalu memberi perhatian penuh kepada anak, sesibuk apapun. Utamanya para ibu, hendaklah benar-benar menjalankan peran sebagai ummun wa rubbatu bayt, ibu dan pengatur rumah tangga. Karena ibu biasanya memiliki ketrampilan emosional untuk mendekati putra-putri mereka. Bila tidak, hal ini bisa menjadi persoalan besar bagi perkembangan kepribadian anak.
5. Maraknya kasus bully adalah dampak dari buruknya sistem pendidikan, lingkungan dan lemahnya pendidikan orang tua. Ini adalah buah dari sekulerisme yang mencabut prinsip-prinsip agama dari kehidupan masyarakat, termasuk anak-anak. Bahkan sekolah Islam dan pesantren yang mengajarkan banyak pelajaran agama ikut terpengaruh, karena menjadikan agama sebagai pengetahuan bukan sebagai pedoman hidup. Dalam sekulerisme lahirlah kebebasan kepribadian yang dalam pergaulan berlaku prinsip survival of the fittest, atau hukum rimba. Siapa kuat dia menang. Terbukti di negara-negara yang menganut sekulerisme tindak bullying subur terjadi.
Penyelesaian kasus ini pun tak pernah tuntas. Korban maupun pelaku diminta berdamai, tanpa pemberian efek jera kepada pelaku dengan alasan masih di bawah umur. Padahal Islam pun mengijinkan pemberian sanksi yang bersifat mendidik bagi anak-anak, seperti pukulan pada anak yang tidak mau mengerjakan shalat saat berumur 10 tahun, ataupun sanksi lain dalam rangka menegakkan kedisiplinan yang mendidik, bukan menyakiti.
Karenanya bullying baru akan bisa diselesaikan dengan menghilangkan prinsip-prinsip hidup sekulerisme, lalu menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan. Kemudian menjadikan Islam sebagai aturan, pemikiran dan perasaan yang mengikat semua anggota masyarakat.[]
___
Sumber : DuniaParenting
Posting Komentar