Bencana Alam; Bukti Negara Menganut Korporatokrasi?
Oleh : Ummu Farras (Aktivis Muslimah Kota Cilegon)
Awal tahun 2020 membawa kisah tragis bagi rakyat Indonesia. Diawali dengan berbagai bencana alam yang memporak-porandakan negeri. Banjir di Jabodetabek, lebak Banten dan wilayah lainnya, disusul hantaman longsor di berbagai daerah, menelan korban jiwa yang tidak sedikit. Dilansir dari kompas.com, Banjir bandang di Kabupaten Lebak Banten, menghancurkan sedikitnya 1.410 rumah, 30 jembatan dan sejumlah ruas jalan amblas.
Kepala Seksi Balai TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) Wilayah Lebak Siswoyo mengaku, bencana banjir bandang kali ini merupakan terparah yang terjadi di Kabupaten Lebak. Dia menambahkan, banjir bandang terjadi setelah Sungai Ciberang yang berhulu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) meluap. Berdasarkan data BPBD, jumlah pengungsi di Banten mencapai 16.821 jiwa, 20 orang meninggal dunia dan satu hilang.
Jika kita telaah dari kacamata keimanan, musibah yang melanda negeri ini pasti ada korelasi dengan perbuatan manusia. Karena Allah SWT menurunkan bencana alam, bukan tanpa sebab. Tetapi sebagai peringatan bagi kita semua. Rusaknya alam akibat ulah tangan manusia inilah yang menyebabkan bencana banjir. Semakin sedikitnya daerah resapan air dan ruang hijau, dikarenakan Keserakahan segelintir orang pemilik modal. Mereka mengeruk keuntungan sumber daya alam, baik dengan pembalakan hutan, atau pertambangan liar. Aktivitas pertambangan ini kian merentankan daya dukung dan daya tampung sebuah wilayah.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat hingga kini terdapat total 8.588 izin usaha pertambangan atau 44 persen dari luas daratan di Indonesia. Dari jumlah itu menurut Koordinator Jatam Merah Johansyah, sebanyak 738 izin di antaranya terhubung dengan kawasan rawan bencana.
Ia mengatakan, selain keberadaan penambang ilegal, di kawasan TNGHS itu terdapat sejumlah perusahaan yang memegang izin pertambangan. Maka, semakin jelas bahwa penguasa melakukan pembiaran bahkan memberikan izin atas pengerukan SDA ini, yang pada akhirnya berdampak merusakkan lingkungan.
Bukti Rezim Menganut Korporatokrasi?
Pada awal periode kedua, pemerintahan Jokowi telah menggulirkan wacana akan menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pemerintah berdalih penghapusan tersebut agar mempermudah usaha bahkan telah memasukkan aturan tersebut dalam skema perundangan Omnibus Law yang tertuang dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja yang merangkum lebih dari 70 undang-undang.
Miris. Jika ditelaah, kebijakan ini berdampak besar bagi lingkungan hidup. Yaitu kian mempercepat kerusakan lingkungan. Ada AMDAL dan IMB saja, bencana alam sudah sedemikian, alam sudah rusak, apalagi jika keduanya dihapus. UU Omnibus Law ini pun nyatanya memuluskan para investor asing dan aseng untuk memasuki negeri. Disini penguasa bersifat malfungsi untuk melayani hajat publik. Penguasa hanya berpihak pada segelintir elite pemilik modal. Inilah bukti negara mengarah kepada korporatokrasi. Bagaimana tidak, pemimpin yang seharusnya mengurusi rakyat dan sebagai pengayom rakyat tanpa pamrih, justru malah mendzolimi rakyat dengan membuka kran investasi asing yang pada akhirnya menimbulkan dampak bencana dan rakyatlah yg menjadi korbannya.
Berharap kepada Negara Korporatokrasi adalah Utopis.
Ya, berharap ketenangan hidup di negara yg menganut korporatokrasi adalah utopis. Bagaimana tidak, alih-alih mengelola mengurusi dan melindungi rakyat dari petaka bencana alam, penguasa malah menempatkan rakyat dan seluruh aset rakyat menjadi komoditas dagang dan ladang bisnis. Negara menempatkan rakyat sebagai pembeli bukan pihak yang dilayani secara penuh. Belum lagi jebakan hutang (Dept Trap) yang melilit membuat pemerintah acap kali 'kaku bergerak' untuk kepentingan rakyatnya, namun elastis dan dinamis untuk kepentingan asing.
Islam Solusi Negeri
Islam melarang penguasa lebih berpihak kepada asing dari pada rakyatnya sendiri. Sabda Nabi SAW:
"Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).
Islam juga memerintahkan kepada negara untuk mengelola dan mengurus sumber daya alam untuk kemaslahatan umat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.
Sabda Rasulullah saw.:
ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Dengan demikian, sudah saatnya kita beralih kepada sistem Islam sebagai satu satunya sistem yang bisa melepaskan negeri dari Kesengsaraan dan kerusakan. Sudah saatnya semua elemen memberikan kontribusi dalam penegakan syari'at Islam di negri mayoritas muslim ini. Karena Indonesia akan berkah dengan menerapkan islam kaffah.
Wallahu'alam bisshowwab
Posting Komentar