Kebijakan Khilafah Terhadap Nonmuslim (Sistem Sanksi dan Peradilan bagi Nonmuslim)
Masalah lain dan aturan-aturan lain yang digariskan syariat Islam, seperti sistem sanksi, sistem peradilan, sistem pemerintahan, ekonomi, dan kebijakan luar negeri, diterapkan oleh negara Islam pada semua orang secara sama, tanpa memandang Muslim atau nonmuslim.
===
✅ Sistem Sanksi
Muslim dan nonmuslim wajib dikenakan hukuman karena kejahatan yang mereka lakukan berdasarkan hukum Islam. Beberapa contoh di bawah ini jelas menunjukkan hal tersebut.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akan kupotong tangannya.”
Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu menghukum puteranya sendiri ketika ia menjabat sebagai Khalifah.
Ibnu Umar meriwayatkan: “Dua orang Yahudi didakwa karena berzina dan dibawa ke hadapan Nabi ﷺ, beliau kemudian memerintahkan agar mereka dirajam.”
Anas meriwayatkan: “Seorang Yahudi membunuh seorang gadis dengan batu, Rasulullah ﷺ pun kemudian membunuhnya.”
Mazhab Imam Abu Hanifah menyatakan: “Bila seorang Muslim membunuh siapapun dari kalangan ahlu dzimmah, maka dia wajib dihukum dengan dibunuh pula, ini berlaku baik pada perempuan maupun lelaki.”
===
✅ Sistem Peradilan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿٨﴾
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (TQS. al-Maidah [5]: 8 )
===
Di mata hukum, tidak ada perbedaan antara nonmuslim dengan Muslim. Hakim (qadli) wajib mencermati pembuktian yang disyaratkan menurut syariat semata, bukan menurut aturan lain. Ada banyak contoh yang menunjukkan bagaimana nonmuslim dapat mengalahkan seorang Muslim di pengadilan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, sejumlah Muslim menyerobot tanah yang dimiliki oleh seorang Yahudi dan mendirikan masjid di atas tanah tersebut. Ini jelas melanggar hak Yahudi tersebut sebagai ahlu dzimmah. Umar kemudian memerintahkan agar masjid tersebut dirubuhkan dan tanah tersebut dikembalikan pada orang Yahudi tersebut.
Dalam kasus lainnya, pada masa pemerintahan Imam Ali, seorang Yahudi mencuri baju zirah milik Khalifah. Ali kemudian mengadukan Yahudi tersebut ke pengadilan dan membawa puteranya sebagai saksi. Hakim menolak gugatan sang Khalifah, dan menyatakan bahwa seorang anak tidak dapat dijadikan saksi dalam perkara yang melibatkan ayahnya di pengadilan. Setelah menyaksikan keadilan tersebut, si Yahudi kemudian mengaku bahwa ia memang mencuri baju tersebut dan kemudian memeluk Islam.
===
✅ Sistem Ekonomi
قَاتِلُواْ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ ﴿٢٩﴾
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk. (TQS. at Taubah [9]: 29)
Nonmuslim wajib membayar pungutan tahunan yang disebut jizyah. Sebagai balasannya, negara Khilafah berkewajiban melindungi mereka. Ali menyatakan, “Dengan dibayarkannya jizyah, maka harta mereka sama nilainya dengan harta kita, dan darah mereka pun seperti darah kita.”
Jizyah diambil dari orang-orang dewasa yang sehat akalnya. Jizyah tidak dikenakan pada anak kecil, orang gila, atau wanita. Besaran jizyah tidak diatur secara pasti, namun diserahkan pada opini dan ijtihad Khalifah. Khalifah wajib mempertimbangkan aspek-aspek kesejahteraan dan kemiskinan, sehingga tidak memberatkan kaum dzimmi.
Rasulullah ﷺ pernah mengangkat Abdullah bin Arqam untuk mengurusi masalah jizyah para ahlu dzimmah, dan kala beliau hendak beranjak pergi, Nabi ﷺ memanggilnya kembali dan menyatakan, “Siapapun yang menindas seseorang yang terikat perjanjian (mu’ahid), atau membebaninya melebihi kemampuannya dan menyakitinya, atau mengambil apapun yang menjadi haknya tanpa keikhlasan darinya, maka aku akan menuntut orang (penindas) tersebut pada Hari Perhitungan.” (HR. Abu Dawud)
Sebagai contoh, jizyah pada masa Umar bin Khaththab adalah sebagai berikut:
➡️ 4 dinar untuk golongan kaya (setara £108,00)
➡️ 2 dinar untuk golongan menengah (setara £54,00)
➡️ 1 dinar untuk golongan miskin (setara £27,00)
===
Pungutan ini tidak sama dengan pajak, seperti sistem perpajakan yang amat menindas saat ini. Secara finansial, kesejahteraan ahlu dzimmah terjaga di bawah negara Islam, dan mereka pun berhak menggarap berbagai bisnis dan melakukan perdagangan.
Cecil Roth, dalam bukunya The House of Nasi: Dona Gracia, menyatakan bahwa perlakuan pada kaum Yahudi di bawah pemerintahan Ottoman telah menarik perhatian kaum Yahudi dari berbagai negeri Eropa Barat. Wilayah Islam pun menjadi lahan emas. Dokter-dokter Yahudi dari Akademi Salanca dipekerjakan untuk mengurusi Sultan dan para Wazir. Di berbagai tempat, industri pembuatan gelas dan penempaan logam menjadi bidang-bidang yang dimonopoli kaum Yahudi, dengan pengetahuan mereka dalam penguasaan bahasa asing, mereka merupakan kompetitor utama bagi para pedagang Venesia.
Hukum syariat menyatakan: “Nonmuslim dari kalangan Ahli Kitab memiliki hak yang sama dengan Muslim untuk apapun yang berasal dari Baitul Mal.” Maka, kaum miskin ahlu dzimmah pun berhak mendapatkan bantuan dari Baitul Mal (Kas Negara).
===
Kondisi ini jelas tidak sama dengan dunia Barat maupun Timur saat ini, yang membatasi imigran dalam hal perekonomian, bersikap rasis pada mereka, serta membuat aturan ketat yang mencegah masuknya kaum imigran. Negara Islam tidak menerapkan kebijakan macam itu. Siapapun yang ingin menjadi warga dari negara Islam memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.
Sultan Bayazid II menyikapi masalah pengusiran kaum Yahudi yang dilakukan oleh Ferdinand, Raja Katolik Spanyol, dengan mengeluarkan pernyataan, “Bagaimana mungkin Ferdinand dapat disebut ‘bijak’, dia telah memiskinkan wilayah kekuasaannya guna memperkaya dirinya.” Sultan kemudian menerima pengungsi Yahudi dengan tangan terbuka. Sama halnya dengan diterimanya kaum Yahudi di Turki setelah Konstantinopel dibebaskan oleh Islam di bawah Muhammad Sang Penakluk (Muhammad al-Fatih)
===
Sumber: https://tsaqofah.id/kebijakan-khilafah-terhadap-non-muslim/
Posting Komentar