Makna Lâ Ikrâha fî ad-Dîn
Makna Lâ Ikrâha fî ad-Dîn
Oleh: Fathiy Syamsuddin Ramadhan An-Nawiy
Al-Quran Surat al-Baqarah (2) ayat 256 acapkali dijadikan dalih untuk membenarkan anggapan bahwa negara tidak boleh memaksakan doktrin agama (syariah Islam) kepada warga negaranya. Benarkah anggapan tersebut? Lalu apa makna hakiki yang terkandung di dalam ayat itu? Allah SWT berfirman:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu siapa saja yang mengingkari thâghût dan mengimani Allah sesungguhnya telah berpegang pada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS al-Baqarah [2]: 256).
Ayat ini hanya berbicara pada konteks “tidak ada pemaksaan bagi orang kafir untuk masuk ke Islam”. Tentu karena telah tampak kebenaran Islam melalui hujjah dan dalil yang nyata. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa Islam membenarkan keyakinan dan agama selain Islam. Ayat ini justru menjelaskan kebatilan paham, keyakinan dan agama selain Islam (thâghût), serta perintah untuk mengingkari thâghût dan mengimani Allah SWT. Namun, walau kebenaran ada di dalam agama Islam, kaum Muslim tidak boleh memaksa penganut agama lain untuk masuk ke dalam Islam.
Imam al-Qurthubi, di dalam Kitab Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ad-dîn pada ayat di atas adalah al–mu’taqad wa al-millah (keyakinan dan agama). Kandungan isi ayat ini, seperti yang dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, adalah: seorang Muslim tidak boleh memaksa orang kafir untuk masuk Islam karena kebenaran Islam telah terbukti berdasarkan hujjah yang nyata. Karena itu tidak perlu lagi memaksa para penganut agama lain untuk masuk Islam.
Adapun dalam konteks pengaturan urusan rakyat, Khilafah memiliki kewenangan memaksa seluruh warga negaranya untuk tunduk dan patuh pada syariah Islam. Tentu karena Khilafah bertugas mengatur urusan rakyat hanya dengan syariah Islam. Bahkan Khalifah dilarang mengatur urusan masyarakat dengan aturan selain syariah Islam (Lihat: QS al-Maidah [5]: 49-50).
WalLâhu al-Musta’ân wa Huwa Waliyyu at-Tawfîq.
—————————————
Sumber : Muslimah News ID
Posting Komentar