MENGELOLA EMOSI ORANG TUA
Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung
Setiap orang tua pasti seringkali dihadapkan pada tingkah polah anak yang tidak sesuai harapan, anak yang keras kepala ketika diingatkan, tingkah polah yang tidak beretika dan beradab, ngegas, keinginan yang harus selalu dipenuhi, disuruh shalat malah menunda-nunda bahkan tidak melakukan, dimintai bantuanya malah menolak, selalu berantakan, selalu meminta jajan, kecanduan gadget dan sejumlah prilaku lainnya yang membuat ayah bunda terpicu emosi dan seringkali tak terkendali.
Bukan anak namanya jika tidak banyak tingkah, bukan anak namanya jika tidak banyak salah, bukan anak namanya jika selalu menurut perintah. Karena itulah dia dididik,karena itulah Allah perintahkan ayah bunda menuntunnya menuju kesalehan. Kita hanya perlu memahami anak dan mendidiknya dengan sabar berada dalam koridor syariah.
Emosi itu muncul karena ada rangsangan sementara anak setiap saat akan merangsang emosi ayah bunda, suatu perkara yang bisa dipastikan dialami setiap harinya. Jika ayah bunda menyadari hal ini dengan sepenuh hati tentu akan menyiapkan segala sesuatunya dalam membersamai anak sehingga dapat menata emosi dengan baik dan tidak berdampak buruk pada anak.
Ayah bunda kesal menghadapi anak yang bandel itu pasti karena dalam diri kita memang ada potensi untuk itu. Ayah bunda terpancing kemarahannya lalu membentak dan keluar kata-kata yang tidak sewajarnya bisa saja terjadi karena manusia memang diberi potensi untuk marah dan lisan kita juga berpeluang berkata-kata kasar dan makian. Sebagaimana halnya manusia juga berpotensi untuk tetap bersikap lembut dan memilih kata-kata yang ahsan dalam mendidik. Semua adalah pilihan dan orang tua yang istimewa akan memilih perkara-perkara yang istimewa.
Dorongan emosi itu akan mempengaruhi prilaku, misalkan ketika seorang ibu, anaknya merengek meminta bermain game di hand phonenya di hadapan para tamu. Ketika ibu sudah berkomitmen untuk tidak memberikannya tapi anak tetap memaksa dan sampai memukul ibunya di hadapan tamu tersebut, saat itu emosi ibu akan bangkit dan mendorong dia melakukan tindakan, bisa memarahi si anak atau ibu tetap bersabar. Pilihan-pilihan ibu dalam berprilaku tersebut tergantung pemahaman dan standar prilaku apa yang ibu ambil apakah mengikuti hawa nafsu ataukah berpegang teguh dengan syariah islam.
Maka pengendali dari emosi yang memberikan dorongan berprilaku adalah pemahaman. Jika pemahamannya Islam dan kaedah-kaedah yang dipakai orang tua adalah kaedah Islam maka prilaku orang tua kepada anak akan mengikuti standar halal dan haram, namun jika kaedah yang dipakai adalah suka-suka atau tanpa kaidah besar kemungkinan orang tua akan melampiaskan emosinya sepuas yang dia mau dan anak menjadi korban kemarahan orang tua dan bisa juga korban kejahatan orang tua dengan memukul, menyeret, menendang, menampar dll, na’udzu billahi mindzalik.
Pemicu emosi juga bukan hanya datang dari anak,tapi bisa dari ayah ataupun ibu. Seorang ibu yang sudah kelelahan dalam mengurusi urusan rumah tangga ditambah lagi ibu membantu beban ekonomi keluarga, tetiba ayah tanpa kejelasan dalam berkomunkasi dengan ibu ternyata menyakitkan, maka ibu akan tersulut emosinya, jika ibu kurang iman dan kurang ilmu bisa-bisa yang menjadi korban adalah anaknya. Ibu bisa nekad menghabisi anaknya karena tidak sudi perlakuan ayah pada dirinya.
Masih kuat dalam ingatan kita seorang ibu memaksa anaknya yang baru berusia 2,5 tahun minum air galon sampai meninggal, itu gegara sang ayah ngeyel ke ibu kenapa anaknya kurus seperti tidak bisa dirawat oleh ibunya. Mungkin ini hanya moment, bisa jadi persoalannya sudah komplek. Sistem Kapitalisme Sekulerisme yang membangun keluarga di negeri ini seringkali membuat emosi orang tua terpancing, karena kemiskinanlah, karena pergaulanlah, pasangan selingkuh misalkan, karena karirlah, karena jabatanlah dsb.
Lantas bagaimana orang tua bisa mengelola emosi? Seperti yang sudah dijelaskan di atas, emosi pengendalinya adalah pemahaman dalam hal ini pemahaman Islam. Oleh karena itu orang tua harus belajar banyak tentang Islam, tentang keterikatan amal dengan syariah Islam. Menjadi orang tua yang ahli ilmu, ahli parenting, ahli ibadah, ahli dzikir, ahli surga. Sehingga memandang anak bukan untuk pelampiasan emosi yang bertentangan dengan syariah Islam namun emosi yang tegak di atas tuntunan wahyu ketika mendidik anak dalam rangka mendapatkan ridha Allah swt dan mewujudkan visi islam dalam melahirkan generasi.
Kita bisa mentauladani Ibundanya Sudais, seorang ibu yang amat terkendali emosinya melihat tingkah anaknya Sudais yang menyebalkan. Ketika Syekh Sudais masih kecil, ia sempat membuat kesal ibundanya. Sudais kecil menuangkan pasir ke dalam hidangan yang sudah disiapkan ibunya untuk menjamu tamu.
Sang ibu yang mengetahui kelakuan anaknya kemudian memarahi Sudais kecil. “Sudais Pergi kamu…! Jadilah kamu jadi imam di Haramain… (Masjidil haram)!” ucap ibunya.
Dalam kondisi marah besar itu sang bunda masih bisa menucapkan kata-kata doa untuk anaknya dan siapa sangka doa dalam kondisi marah tersebut Allah kabulkan Sudais menjadi seorang imam masjidil haram. Betapa agungnya ibunda syeikh Sudais, betapa dia sangat mengontrol kemarahannya dan selalu memiliki kesadaran berhubungan dengan Allah swt. Batapa luas ilmunya bahwa memarahi anak dengan cacian dan makian tak berguna bagi dirinya dan anaknya justru akan menjerumuskan mereka ke neraka jahannam.
Betapa sang bunda sangat kokoh aqidahnya bahwa doa jika diucapkan dari lisan seorang ibu tak terelakkan lagi, Allah akan ijabah. Betapa kita sangat terpesona bunda Sudais memiliki kekuatan visi dalam mendidik anaknya sampai dalam kondisi marah pun,dia inginkan Sudais menjadi Imam masjidil haram.
Wallaahu a’lam bishshowab
_____
https://www.facebook.com/Dunia-Parenting-754865644854443/
Posting Komentar