Sejarah telah mencatat sekian banyak kesuksesan perjuangan umat Islam berawal dari semangat merealisasikan janji Nabi. Sebut saja pembebasan Syam, Persia dan Yaman oleh para sahabat. Semua itu termotivasi oleh kabar gembira yang disampaikan Nabi ketika perang Ahzab. Demikian juga dengan Kota Mesir, kabar tentang pembebasannya juga pernah disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdi hadapan para sahabat.
Sebuah riwayat menyebutkan sesaat setelah wilayah Mesir ditaklukkan oleh Amr bin Ash, Ia berkata kepada penduduk kota tersebut, “Wahai penduduk Mesir, sesungguhnya Nabi kami telah mengabarkan bahwa Allah akan membebaskan Mesir untuk umat Islam dan beliau mewasiatkan agar kami berbuat baik kepada kalian. Beliau bersabda, ‘Jika kalian menaklukkan Mesir, maka aku wasiatkan agar kalian berbuat baik kepada orang-orang Qibthi ini. Mereka berhak atas perlindungan dan kasih sayang’.” (HR. Muslim)
Pembebasan Konstantinopel
Berikutnya janji Nabi yang akhirnya melahirkan kisah yang cukup fenomenal adalah kabar pembebasan Konstantinopel. Dalam sabdanya, Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR. Ahmad)
Lalu dalam riwayat lain, salah seorang sahabat Nabi, Abu Qubail bercerita, “Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya, ‘Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Roma?’ Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Lalu ia berkata, ‘Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya:
أي المدينتين تفتح أولا : أقسطنطينية أو رومية ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : مدينة هرقل تفتح أولا . يعني : قسطنطينية
Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Roma?’ Rasul menjawab, ‘Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.’ Yaitu: Konstantinopel’.” (HR. Ahmad, ad-Darimi dan al-Hakim)
Hadits ini dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi. Sementara Abdul Ghani al-Maqdisi berkata, “Hadits ini hasan sanadnya.” Syaikh Al-Albani sependapat dengan al-Hakim dan adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. (Lihat Silsilah Ahadits al-Shahihah 1/3)
Layaknya sebuah sayembara, janji yang disebutkan di atas memotivasi setiap pemimpin kaum muslimin untuk merealisasikannya. Sejarah mencatat bahwa upaya serius penaklukan Konstantinopel telah berlangsung sejak masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (668-669 M). Namun karena kuatnya pertahanan musuh, pasukan Islam yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah, belum mampu menaklukkan kota tersebut. Saat pengepungan ini, salah seorang Sahabat Nabi, Abu Ayyub Al Anshari wafat lalu Beliau dimakamkan di dekat dinding Konstantinopel sesuai wasiatnya.
Kota Konstantinopel memang terkenal dengan kota yang paling aman pada masanya. Kota ini dilindungi oleh benteng-benteng yang kokoh. Ia juga memiliki benteng alam berupa tiga lautan yang mengelilinginya, yaitu selat Basphorus, laut Marmara dan Tanduk Emas yang dijaga dengan rantai besar sehingga sangat sulit bagi kapal musuh untuk leluasa masuk kedalamnya.
Sementara daratannya dijaga dengan benteng yang kokoh terbentang dari laut Marmara sampai ke Tanduk Emas. Dari segi kekuatan militer, kota ini terhitung sebagai kota yang paling aman dan terlindungi, karena di dalamnya ada pagar-pagar yang tinggi menjulang, menara pengintai yang kokoh serta ditambah dengan serdadu Bizantium di setiap penjuru kota. Maka wajar jika wilayah itu sangat sulit untuk bisa ditaklukkan.
Namun demikian, cita-cita untuk membebaskan Konstantinopel tidak pernah berhenti. Perjuangan berikutnya terus diwarisi oleh Daulah Abbasiyyah. Pada masa Khalifah Al-Mahdi, ia mengirim ekspedisi-ekspedisi musim panas ke wilayah-wilayah Imperium Bizantium sejak 163 H/779 M. Saat itu, Al-Mahdi mengirim sebuah ekspedisi musim panas yang langsung dipimpin puteranya Harun Ar-Rasyid yang bertujuan untuk mengepung Konstantinopel. Hingga pada 166 H/782 M, Harun Ar-Rasyid kembali memimpin ekspedisi musim panas yang berjumlah sembilan puluh lima ribu personel. Ekspedisi ini tiba hingga di laut yang mengelilingi Konstantinpel.
Berikutnya setelah kota Baghdad jatuh pada tahun 656 masehi yang menjadi akhir Dinasti Abbasiyah, usaha membebaskan Konstantinopel tetap diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia timur terutama kerajaan Saljuk yang dipimpin oleh Alip Arselan sampai ke generasi Daulah Turki Utsmaniyah pada pemerintahan, Bayazid I (795-803 H/ 1393-1401 M) dan Sultan Murad II (1422 M). Tetapi usaha mereka masih tetap menemui kegagalan.
Upaya pembebasan terus berlanjut. Hingga akhirnya setelah delapan abad berlalu, Allah mengabulkan impian umat Islam tersebut melalui kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih, pemimpin ketujuh dari Daulah Utsmaniyah. Sejarah menceritakan bahwa Muhammad Al-Fatih adalah seorang yang saleh. Sejak baligh, Al-Fatih tidak pernah meninggalkan kewajibannya dan senantiasa memperbanyak amalan sunnah. Setelah diangkat menjadi raja, Al-Fatih langsung melanjutkan tradisi para pendahulunya untuk terjun langsung dalam penaklukan Konstantinopel.
Al-Fatih memperbanyak jumlah pasukannya hingga mencapai 250.000 personil. Angka ini merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah tentara negara lain pada saat itu. Memperkuat pelatihan pasukan dengan berbagai seni tempur dan ketangkasan bersenjata, sehingga mereka memiliki kemampuan tempur tingkat tinggi, untuk menyambut operasi jihad yang ditunggu-tunngu. Tidak ketinggalan, beliau juga menanamkan nilai-nilai tauhid dan keislaman sehingga pasukannya benar-benar memiliki ruh jihad yang kuat.
Setelah hampir dua bulan melakukan pengepungan dan serangan, yaitu dari 26 Rabi’ul Awal hingga 19 Jumadil Ula 857 H (6 April – 28 Mei 1453 M), dan dengan mengerahkan berbagai strategi termasuk memindahkan kapal-kapal melalui bukit, membuat terowongan-terowongan, dan membuat benteng bergerak dari kayu, akhirnya pada 20 Jumadil Ula 857 M (29 Mei 1453 M) Konstantinopel berhasil dibebaskan pasukan Islam. (lihat: Ali Muhammad Ash-Shalabi, Ad-Daulah Al-‘Utsmaniyyah: ‘Awamilu An-Nuhudh wa Asbab As-Suquth, hlm. 87-107)
Penaklukan Roma, Kabar Gembira yang Belum Terwujudkan
Nubu’at Nabi tentang penaklukkan Konstantinopel telah terbukti dan berhasil diwujudkan oleh Muhammad Al-Fatih. Ia menjadi sosok pemimpin yang terbaik umat ini dan pasukannya pun menjadi pasukan terbaik yang berhasil merealisasikan janji Nabi. Lalu kembali kepada hadis shahih di atas, yaitu ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Kota manakah yang dibebaskan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma?” Kemudian Rasul menjawab, “Kotanya Heraklius dibebaskan lebih dulu, yaitu Konstantinopel,” (HR. Ahmad)
Tidak hanya Konstantinopel, hadis di atas juga mengandung kabar gembira dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bahwa umat Islam kelak akan berhasil membebaskan Roma. Berdasarkan hadits tersebut, secara kronologi, pembebasan Roma terjadi setelah pembebasan Konstantinopel. Bahkan sebagian riwayat menyebutkan bahwa kabar gembira tersebut justru Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam sampaikan tatkala umat Islam dalam masa-masa sulit saat mempersiapkan parit untuk menghadang pasukan koalisi Bangsa Quraisy pada Perang Ahzab.
Dalam kitab Mu’jam al-Buldaan, karya Yakut al-Hamawi dijelaskan bahwa maksud Rumiyahdalam hadis di atas adalah ibu kota Italia hari ini, yaitu Roma. (Mu’jam al-Buldan, 3/100) Setelah pembebasan Konstantinopel tujuh abad yang lalu, hingga sekarang umat Islam belum berhasil membebaskan kota Roma. Penyebutan Roma setelah Konstantinopel tampaknya merupakan mukjizat tersendiri karena hingga sekarang Roma merupakan simbol agama Nasrani dan juga peradaban Romawi (Barat).
Memang Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam tidak secara tegas menyebutkan kapan pembebasan Roma terjadi dan siapa aktornya seperti halnya pembebasan Konstantinopel. Akan tetapi yang pasti adalah pembebasan Roma tidak akan terjadi kecuali setelah umat Islam memiliki kekuatan yang sangat besar, yaitu kekuatan yang seperti atau bahkan melebihi kekuatan umat Islam tatkala membebaskan Konstantinopel. Kekuatan itu hanya mungkin terjadi ketika dalam tubuh umat Islam telah berdiri khilafah yang ditegakkan berdasarkan metode kenabian, sebagaimana komentar Syaikh Al-Albani ketika mengomentari hadits di atas. Ia menulis;
“Penaklukan pertama (Konstantinopel) telah berhasil direalisasikan melalui tangan Muhammad Al-Fatih al-‘Utsmani. Seperti yang telah diketahui, penaklukan itu terealisasi setelah lebih dari delapan ratus tahun sejak kabar gembira itu disampaikan oleh Nabi saw. Dan pembebasan kedua (yaitu penaklukan kota Roma) dengan izin Allah juga pasti akan terealisasi. Sungguh, beritanya akan anda ketahui di kemudian hari. Tidak diragukan juga bahwa realisasi pembebasan kedua itu menuntut kembalinya Khilafah Rasyidah ke tengah-tengah umat Muslim.” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, jld. 1, hlm. 33, no hadits. 1329)
Bukan tugas kita untuk memastikan kapan itu terjadi, sebab ini merupakan perkara gaib. Namun, bila dicermati lebih dalam, ada banyak kesamaan karakter perjalanan dalam merealisasikan janji tersebut, yaitu tidak lepas dari jihad fi sabilillah, pengerahan pasukan, dan peperangan besar di akhir zaman. Tugas umat Islam bukan menunggu. Tapi terus mempersiapkan diri agar bisa bergabung dengan mereka bila Allah menakdirkannya mengalami zaman tersebut. Dan salah satu persiapannya adalah mencintai jihad fi sabilillah dan mengondisikan agar siap untuk berjihad.Wallahu ‘alam bis shawab!
_____________
Sumber : KIBLAT.NET
Posting Komentar