Sekulerisasi Kurikulum Di Negeri-negeri Muslim “Bak Penyakit Ruam yang Mewabah”
Oleh : Nisreen Buzhafri
Pengantar : Tidak hanya di Indonesia, hampir seluruh negeri negeri muslim mengalami sekulerisasi kurikulum pendidikan.
Di Indonesia, sudah semakin terasa penerapannya. Adanya dikotomi ilmu agama dan ilmu umum dalam pembelajaran. porsi waktu belajar agama yang minimalis, hingga pelajaran agama yang banyak berupa hafalan pengetahuan semata bukan pemahaman untuk membentuk perilaku.
Jadilah seorang muslim yang tidak memahami agamanya (faqih fiddin). Apalagi saat ini adanya program deradikalisasi, sekulerisasi Pendidikan hingga pada taraf menebar kebencian terhadap agamanya sendiri. Penghapusan sejarah perang serta materi khilafah adalah yang kebijakan terbaru di negeri ini.
Akhir-akhir ini, kawasan dunia Arab dilanda sebuah kampanye intensif yang menyerang kurikulum pendidikan di banyak negara, seperti Tunisia, Yordania, Palestina, Maroko dan Aljazair. Hal ini digencarkan atas sebuah argumen untuk melayani pengembangan pendidikan dan mengikuti laju pengetahuan.
Dalam hal ini, tidak ada keraguan bahwa kurikulum pendidikan kita tidak hanya sangat membutuhkan perbaikan dan pengembangan, namun juga sebuah perubahan radikal yang menetapkan visi pendidikan baru dan menciptakan revolusi pengetahuan yang maju, yang menyumbang dalam membangun pemikiran dan kepribadian islam yang kreatif yang dikenal dengan sangat mendahulukan pengetahuan dan membuka pintu terhadap potensi dan kemampuan guna dimanfaatkan untuk melayani perkembangan tersebut.
Namun, meskipun begitu, hal yang berbahaya dalam masalah ini adalah bahwa perubahan ini pada dasarnya menargetkan sekularisasi kurikulum pendidikan dan memutuskan hubungan dengan aqidah Islam dalam konteks perang melawan "terorisme dan ekstremisme". Hal itu disebabkan masalah kurikulum di wilayah Arab dan negeri-negeri muslim kita bukanlah masalah internal yang dikelola oleh para ulama dan pemikir, dan dikelola oleh pakar. Namun, hal tersebut adalah sebuah masalah global yang tunduk pada pengawasan negara-negara barat yang telah mengadopsi cara yang berbeda untuk men-sekulerisasi-kannya.
Seperti konferensi/ dialog antar agama yang secara rutin merekomendasikan perubahan kurikulum di negeri-negeri muslim untuk memberikan ruang bagi hubungan yang lebih erat antara agama berbeda. Atau, dalam bentuk syarat ketentuan dari badan-badan bantuan internasional seperti IMF dan bank dunia, untuk pembebanan beberapa kurikulum pendidikan dan penghapusan kurikulum yang lain, atau juga sebagai pertukaran dengan penyediaan dana hibah, pinjaman atau pembatalan beberapa hutang negara tertentu. Atau juga bisa seperti kemitraan Euro-Mediterania di mana eropa mewajibkan negara-negara lain untuk mengubah kurikulum mereka sebagai pertukaran dana hibah, kemitraan dan hal serupa lainnya.
Di samping itu, ada konferensi dan seminar internasional yang diselenggarakan oleh badan internasional yang berbeda, seperti UNRWA, UNESCO, dan UNICEF, yang mencoba untuk mengintegrasikan nilai-nilai global "globalisme" dalam kurikulum pendidikan dan memperkuat ide yang menyeru kepada sistem global yang baru. mereka disibukkan dengan dua proyek. salah satunya adalah kepedulian terhadap wilayah Timur Tengah sementara yang lain berhubungan dengan negara-negara Mediterania.
Dari hal tersebut dapat diamati bahwa tuntutan perubahan yang diserukan oleh negara-negara besar tergantung pada peristiwa politik yang berubah di seluruh dunia dan terhubung secara fundamental dengan sikap yang diambil oleh dunia internasional terhadap Islam. Konsekuensinya, setiap kali kesadaran politik Islami meningkat dalam tubuh umat, maka akan terjadi pengetatan pada kurikulum pendidikan, dan rekomendasi internasional untuk mengubah kurikulum juga meningkat, yang menyatakan bahwa mereka tidak harus bermusuhan dengan Barat, tidak menghasut dengan Jihad, seruan untuk perdamaian, normalisasi dengan entitas Yahudi, dengan budaya toleransi, penerimaan dari orang lain dan sosialisasi.
Semua hal tersebut ditujukan demi melayani proyek "memerangi terorisme dan ekstremisme" seperti apa yang terjadi di Iraq setelah invasi Amerika dan juga di Afghanistan ketika mereka berupaya untuk mengganti kurikulum, sebagai bagian dari perang melawan islam, untuk menyingkirkan konsep jihad melawan Amerika.
Persis juga seperti perubahan yang terjadi dalam kurikulum saudi setelah peristiwa 11 September ketika mereka benar-benar menghapus topik Al-Walaa ' dan Al-Baraa' (loyalitas dan pengingkaran) dari subjek tauhid. atau seperti yang disaksikan di Casablanca Maroko menyusul ledakan yang melahirkan seruan untuk menghapus kata jihad dari setiap buku sekolah tunggal. Hal yang sama berlaku sehubungan dengan Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Yaman di mana Presiden mereka berseru kepada menteri-menterinya. "kita harus melaksanakan perubahan kurikulum pendidikan kita sebelum datangnya penerjemah dari Amerika. Karena kita adalah umat muslim dan tidak ada salahnya mengurangi takaran agama kita!"
==============================
Sumber : Guru Muslimah Inspiratif
Posting Komentar