Analisis 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Maju
Oleh: Nida Sa'adah
Menganalisis kinerja 100 hari pertama Kabinet Indonesia Maju, banyak sorotan bahwa tidak terlihat gebrakan nyata dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi serta memacu ekspor untuk menekan defisit neraca perdagangan Indonesia.
Bahkan menjadi ledekan di jagat twitter tentang angka capaian pertumbuhan ekonomi semuanya di nilai 0 kecuali hanya agenda radikalisme yang skornya 100.
===
Mari kita perhatikan langkah dalam 3 sektor pengelolaan ekonomi, yakni penataan BUMN, pertanian dan pangan, kelautan dan perikanan.
Dalam penataan BUMN, yang sudah dilakukan pemerintah adalah melantik wamen BUMN, merombak direksi dan komisaris di sejumlah BUMN, berupaya menyelesaikan berbagai kemelut di sejumlah BUMN strategis.
Dalam pertanian dan pangan, yang sudah dilakukan adalah membenahi data pangan, membuat nota kesepahaman antar lembaga negara terkait kebijakan pangan.
Dalam kelautan dan perikanan, yang dilakukan pemerintah adalah membuka kembali ekspor benih lobster yang sebelumnya ditutup, memperbolehkan penggunaan cantrang bagi nelayan, tidak lagi menenggelamkan kapal pencuri ikan.
Dalam perspektif nonsyariah saja, terlihat jelas bahwa langkah-langkah itu tidak berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Beberapa diantaranya hanya merupakan kebijakan sangat teknis misal mengubah komposisi pejabat BUMN. Yang menurut beberapa pengamatan justru bukan orang yang ahli di bidangnya. Dan beberapa langkah lain justru kemungkinan besar membuat neraca perdagangan makin defisit. Misal membuka kembali kran ekspor baby lobster, membuka peluang import gas untuk industri.
Apalagi kalau analisisnya kita lihat dari perspektif ekonomi syariah. Sangat jauh deviasi capaiannya. Jika syariah kafah digunakan untuk mengatur ekonomi negeri ini, maka langkah cepat akan dilakukan untuk menata uang kebijakan makro ekonomi. Menata ulang sistem moneter, sistem keuangan negara, sistem fiskal, dan neraca perdagangan internasional. Semua dikelola dengan syariat (hukum) Islam. Bukan hanya mengambil langkah yang sangat teknis yang tidak menyentuh muara masalah kemiskinan struktural di negeri ini.
Kebijakan dalam mikro ekonomi juga ditata ulang dengan penerapan syariah kafah. Semua interaksi ekonomi oleh individu harus dilakukan dengan prinsip syariat Islam. Hasilnya ekonomi makmur, adil, sejahtera selama lebih dari 13 abad. Bahkan stabilisasi ekonomi di masa Khalifah Umar bin Abdul Azis total keseluruhan waktu hanya dalam 3 tahun sudah kembali melejitkan ekonomi negara. Bahkan sampai pada kondisi sulitnya membagi zakat karena semua orang merasa tidak berhak menerimanya. Semua merasa sudah tercukupi kebutuhan hidupnya. Kas negara pun surplusnya berlimpah.
Kalau sampai membutuhkan waktu bertahun-tahun bahkan lebih dari 5 tahun untuk membenahi ekonomi suatu negeri yang diberi Allah kekayaan alam melimpah, jumlah SDM yang banyak, itu adalah indikator yang sangat jelas bahwa sebetulnya penguasa tidak punya road map yang jelas untuk mengelola ekonomi negeri ini.
—————————————
Sumber : Muslimah News ID
Posting Komentar