Kaya SDA Tapi Pajak Pemasukan Utama
Oleh: Siti Komariah (Komunitas Peduli Umat)
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang sangat melimpah ruah, tanahnya subur, hasil lautnya pun tak dapat dipandang remeh. Bahkan, ada seniman mengatakan jika "kail dan jala cukup menghidupi rakyat Indonesia, serta tongkat kayu dan batu pun bisa jadi tanaman".
Sungguh penggambaran bumi yang subur nan kaya. Yang harusnya hasilnya mampu menjadi pemasukan kas negara guna memenuhi kebutuhan setiap individu rakyatnya. Namun sayang seribu sayang, semua itu hanya ilusi belaka. Lagi-lagi pajak menjadi salah satu pemasukan kas negara terbesar.
===
/ Pajak Sumber Pemasukan Negara /
Sebagaimana dilansir, Kendaripos _27-Januari-2020. Kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Kendari berhasil mendulang pajak hingga Rp. 1,379 triliun tahun 201. Angka tersebut melampaui target yang telah ditetapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI yakni sebesar Rp. 1,235 triliun.
"Alhamdulillah tahun lalu kami berhasil mencapai target penerimaan pajak. Presentase realisasinya 111,64 persen atau tumbuh 33,55 persen. Tumbuh diatas rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 24 persen," ungkap Joko Ruhutomo, kepala KPP Pratama Kendari.
Adapun sektor yang berkontribusi pada penerimaan pajak tahun lalu, kata Joko, yaitu sektor kontruksi yang memberikan andil sebesar Rp 324 miliar (23,52 %), kemudian Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib Rp 300 miliar (22,16 %), perdagangan besar dan eceran Rp 112 miliar (8,16%), Transportasi dan Pergudangan Rp 109 miliar (7,91%), serta industri pengolahan Rp 106 miliar (7,71 %).
===
/ Pajak dalam Sistem Kapitalis Sekuler /
Tidak dipungkiri jika negara kapitalis penganut sistem ekonomi neoliberal telah menjadikan pajak sebagai kewajiban yang harus dibayar oleh rakyatnya. Pajak menjadi salah satu penopang pendapatan negara. Negara pun menyasar seluruh elemen masyarakat, baik miskin maupun kaya. Hampir seluruh kegiatan mereka atau segala transaksi harus dikenakan pajak, mulai dari pembangunan, kendaraan, hingga pedagang eceran tak luput dari jerat pajak.
Alhasil, konsekuensi dengan adanya kewajiban pajak tersebut jelas nantinya akan mempengaruhi ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, sebuah perusahaan yang produknya dikenakan pajak, pasti nantinya akan menaikkan harga jual dari produk tersebut. Dan lagi-lagi rakyatlah yang akan menanggung beban dari pajak itu. Kemudian bagi rakyat yang tidak membayar pajak jelas mereka akan dikenakan berbagai sanksi. Sehingga hidup rakyat akan terus dibayang-bayangi oleh pajak. Sungguh hal ini sangat menzalimi rakyat.
Tak hanya itu, pajak yang diraup begitu besarnya tak jelas kemana arahnya. Hal itu terbukti dari pembangunan-pembangunan berbagai infrastruktur di negeri ini yang biayanya berasal dari utang luar negeri. Di sisi lain, roda perekonomian yang selalu menjadi kendala tak kunjung usai, kemiskinan mendera, rakyat makin sengsara. Padahal sejatinya pajak yang diperoleh dari rakyat sangat fantastis, harusnya mampu digunakan untuk kemaslahatan umat.
Namun, inilah ironi hidup dalam sistem kapitalis sekuler. Dimana asas dari sekularisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Negara akan selalu dijauhkan dari kewajiban mengurus rakyatnya. Negara dituntun untuk selalu berhitung untung rugi kepada rakyatnya. Alhasil, apapun itu selalu disandarkan kepada aspek manfaat.
Negara dalam sistem kapitalis sekuler pun terbatas dalam pengelolaan dan pengawasan perekonomian. Sistem ini juga sangat menganut sistem ekonomi pasar, dimana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh swasta atau pemilik modal dengan tujuan meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dalam ekonomi pasar.
Alhasil, jika swasta berkuasa maka yang menjadi standar utamanya adalah untung rugi. Mereka jelas tidak akan memikirkan nasib rakyatnya, apakah pajak tersebut membebani rakyat atau tidak. Sebaliknya, dipikiran penguasa adalah bagaimana cara untuk mendapatkan untung besar bagi kepentingan pribadi atau pun kelompoknya.
Hal ini jelas berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang berasas kepada syariat Allah. Sistem ekonomi Islam yang tegak atas paradigma yang lurus, akan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam (SDA) dengan baik dan seoptimal mungkin demi kesejahteraan rakyatnya. Karena dalam Islam SDA merupakan harta milik umum (rakyat) yang tidak boleh diperjual-belikan apalagi dikelola oleh asing (swasta), sehingga hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat demi kemaslahatan mereka.
===
/ Pajak dalam Sistem Islam /
Dalam Islam, pajak atau dharibah bukanlah pendapatan tetap negara. Pajak merupakan harta yang diwajibkan Allah swt kepada kaum muslimin untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, namun ini diwajibkan bila kondisi Baitul Mal mengalami kekosongan harta. Pajak pun tidak dibebankan kepada seluruh rakyat, hanya dibebankan kepada rakyat yang mampu atau memiliki harta berlebih.
Baitul Mal sendiri memiliki pos-pos pemasukan yang berasal dari fai, kharaj, usyur, dan harta milik umum atau pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dialihkan menjadi milik negara. Sehingga Negara boleh memungut pajak jika tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat, karena dana negara tidak mencukupi untuk membiayai berbagai pengeluaran yang jika pengeluaran tersebut tidak dibiayai maka akan timbul kemudharatan. Sedangkan mencegah kemudharatan adalah suatu kewajiban. Sehingga pajak tersebut menjadi wajib. Namun negara tidak bisa semena-mena dalam memungut pajak dari kaum muslimin, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh negara di antaranya sebagai berikut :
Pertama, negara berkomitmen dalam penerapan syariat Islam.
Kedua, negara sangat membutuhkan dana untuk keperluan dan kemaslahatan umum, seperti pembelian alat-alat perang untuk menjaga perbatasan negara yang sedang dirongrong oleh musuh.
Ketiga, tidak ada sumber lain yang bisa diandalkan oleh negara (Baitul Mal) betul- betul kosong. Keempat, pemungutan pajak hanya diberlakukan kepada orang-orang kaya saja atau orang yang mempunyai kelebihan harta, tidak boleh diberlakukan oleh rakyat miskin.
Sebagaimana sabda Rasulullah Dan siapa saja yang tidak memiliki kelebihan harta, maka pajak tidak diambil dari yang bersangkutan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ: "Sebaik-baiknya shadaqah adalah yang berasal dari orang-orang kaya" (HR. Bukhari melalui jalur Abu Hurairah).
Kelima, pajak ini sifatnya sementara dan tidak diterapkan secara terus menerus, tetapi pada saat-saat tertentu saja, ketika negara dalam keadaan genting.
Keenam, besarnya pajak harus sesuai dengan kebutuhan yang mendesak pada waktu itu saja. Sehingga pemungutan pajak tidak dilakukan secara massif tanpa pandang bulu yang mengakibatkan rakyat terzalimi.
Sehingga sangat jelas bahwa dalam Islam pajak yang dibebankan oleh negara kepada rakyat tidak akan menzalimi rakyat, justru akan membawa mereka pada kemaslahatan mereka sendiri. Karena pajak dalam Islam memiliki syarat yang diatur oleh syariat Allah. Tidak semena-mena seperti dalam sistem kapitalis sekuler. Wallahu A'lam Bisshawab
—————————————
Sumber : Muslimah News ID
Posting Komentar