Kedok Dibalik Pembangunan Terowongan Silaturahmi
Oleh: Muthmainnah Kurdi (Pegiat literasi)
Sejak 6 Mei 2019 lalu, Masjid Istiqlal yang merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Melakukan proyek renovasi besar-besaran. Meliputi, pemasangan Closed Circuit Televisi on ( CCTV ), pergantian karpet, dan mihrab yang ada di ruang utama masjid. Diperkirakan renovasi akan rampung jelang Ramadan. (Lansir CNN Indonesia.com)
Tidak ada yang aneh dari aktivitas pembangunan tersebut. Namun, belakangan muncul polemik, tersebab presiden Jokowi merestui proyek pembangunan terowongan bawah tanah, yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral.
Menurut Jokowi, warga yang ingin ke gereja melalui Masjid Istiqlal, atau warga yang ingin ke Istiqlal melalui Katedral bisa lewat terowongan.
Pembangunan terowongan tersebut menjadi ironi, sebab selama ini tidak pernah ada keluhan dari jamaah kedua tempat ibadah, terkait jarak yang ditempuh.
Wajar, jika publik menanyakan urgensi dari pembangunan terowongan tersebut. pasalnya jarak 2 tempat ibadah itu hanya selemparan batu, alias dekat.
Namun menurut beliau, pembangunan terowongan itu merupakan simbol silaturahmi.
"Ini menjadi terowongan silaturrahmi, jadi, tidak keliatan berseberangan, tapi silaturrahmi", Kata Jokowi. ( Tirto.id ).
Selama ini toleransi muslim terhadap non muslim tidak bermasalah. Yang ada malah muslim yang selalu dipinggirkan, diberlakukan tidak adil. Mestinya di sinilah pemerintah berempati, dengan membatalkan rencana pembangunan terowongan tersebut, lebih baik fokus pada permasalahan intoleran, agar siapapun kelompok intoleran tidak merasa kebal hukum, dan sekaligus membuktikan bahwa hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
"Jangan sampai imajinasi presiden tentang toleransi, mentok di infrastruktur". Kata Halili, peneliti dari SETARA Institut. Apakah benar, kemudian terowongan itu menjadi icon toleransi ? Sebagaimana yang ingin dinarasikan oleh Jokowi.
Toleransi dalam Islam
Islam adalah agama yang sangat
Memelihara toleransi dan berempati. Rasulullah adalah tokoh teladan terbaik yang mengajarkan toleransi pada umatnya.
Toleransi dalam agama disebut dengan tasamuh. Perilaku tasamuh merupakan sikap terpuji ajaran Nabi yang harus dimiliki. Konsep toleransi Islam jelas, membangun kerukunan beragama dengan cara membiarkan pemeluknya menjalankan agamanya dengan nyaman tanpa diganggu. Termaktub dalam terjemah Q.S Al Kafirun ayat 6, "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku".
Bahwa toleransi antara umat pemeluk agama adalah tidak boleh sampai bertentangan dengan aqidah atau syariat Islam.
Tegas, toleransi itu tidak masuk ke dalam ranah aqidah. Sebagaimana para sahabat pernah menolak beribadah di rumah ibadah agama lain, khawatir dicontoh umatnya. Hal itu ditunjukkan saat Khalifah Umar bin Khattab Ra, menaklukkan Palestina, pernah ditawari untuk shalat di dalam Gereja di Palestina, Khalifah Umar menolak karena khawatir dijadikan sunnah oleh umatnya. Namun, Khalifah membiarkan dan menjamin keamanan setiap penduduk Non Muslim di Palestina dalam beribadah sesuai dengan keyakinannya.
Demikianlah keindahan toleransi Islam. Yang belum pernah ada dalam agama selain Islam. Fakta sejarah, bahwa sepanjang masa kepemimpinan Islam, tak ada satupun non muslim yang merasa terganggu dalam menjalankan keyakinan mereka.
Dengan demikian wajar jika umat menangkap sinyal bahwa upaya pembangunan terowongan itu merupakan tindakan anomali. Merasakan ada upaya terselubung, ditengah gencarnya gerakan moderasi agama yang sejatinya adalah liberalisasi agama. Mengatas namakan Islam moderat, yang dianggap sebagai jalan tengah antara Islam radikal dan Islam liberal.
Lebih jauh lagi, moderasi agama adalah upaya melegalkan kebebasan beragama, dengan wajah baru, makna baru, dengan mengambil manfaatnya saja, membuang ajaran agama yang bagi rezim merugikan kepentingannya. Menghilangkan makna ajaran Islam tanpa landasan kitab mu'tabar.
Umat Islam harus cermat dan selalu waspada terhadap berbagai upaya yang membenarkan konsep pluralisme dalam beragama. Ingatlah, "Sesungguhnya agama yang diridhai pada sisi Allah adalah Islam". ( QS. Ali-Imran: 19 ). Setiap muslim harus yakin dengan kebenaran Islam, adanya narasi, bahwa semua agama benar adalah paham yang menyesatkan.
Menjadi kewajiban setiap muslim untuk senantiasa menjaga kemurnian keimanan totalitas kepada Allah SWT. Dan menolak berbagai upaya yang mengarah pada liberalisasi agama, salah satunya yang berkedok terowongan toleransi.
Islam membenarkan adanya perbedaan keyakinan, tetapi dalam aqidah tetap membiarkan dalam keyakinan masing-masing, tanpa memaksa untuk menjadi pemeluknya atau sekedar memberi selamat terhadap ritual agamanya. Tidak ada kompromi di dalam aqidah dan ibadah. Daya imunitas keimanan setiap muslim harus kokoh, tidak mudah terhasut oleh iming-iming apapun yang bisa membatalkan keimanan.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar