Apa Salah Si Miskin?
Oleh : Ismawati (Aktivis Dakwah Muslimah Banyuasin)
Indonesia saat ini memang tengah dilanda duka corona. Pasalnya, akibat pandemi corona melumpuhkan aktivitas warga, karena pemerintah menyarankan masyarakat mengkarantina diri untuk #dirumahaja demi memutus rantai penyebaran virus tersebut.
Namun, pidato Jubir Virus Corona di Indonesia, Achmad Yurianto menuai banyak kritikan dari masyarakat Indonesia. Pasalnya, pidato melalui siaran langsung BNPB pada Jumat, (27/3/2020) isinya mengaitkan orang miskin dan orang kaya diindonesia dengan wabah virus corona. Isi pidato dengan kalimat terakhir seolah menyebut orang kaya melindungi si miskin, dan si miskin melindungi yang kaya agar tidak tertular penyakitnya.
“Yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya,” Ujar Ahmad Yurianto dalam siaran langsungnya.
Pernyataan seperti ini wajar membuat masyarakat Indonesia marah dan kecewa. Karena masyarakat miskin di anggap sebagai penular penyakit. Padahal, yang kita ketahui bahwasanya awal mula kemunculan virus ini ada di Wuhan, China pada akhir 2019 lalu hingga menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Orang-orang yang gemar melancong ke luar negeri yang riwayat negaranya terinfeksi corona. Sedihnya, di Indonesia TKA asal China dengan mudahnya datang ke Indonesia, padahal sudah dijelaskan diatas asal mula virus ini dari negeri tirai bambu. Dan siapakah yang mengizinkan mereka masuk ke Indonesia? Tentu saja pemerintah memegang andil utama.
Lalu, dimana letak kesalahan si miskin? Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya saja masih sangat sulit, malah dianggap sebagai penular penyakit. Sungguh ironi, negara yang kaya akan Sumber Daya Alam ini tak mampu memberikan kesejahteraan bagi warganya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per September 2019 angka kemiskinan diindonesia tercatat 9,22% atau setara dengan 25,14 juta orang. Artinya masih banyak masyarakat miskin di Indonesia yang perlu disejahterakan. Hanya saja, biaya hidup semakin mengkhawatirkan. Kebutuhan pokok mahal, kebutuhan listrik, air, hingga kesehatan pun ikut mahal.
Padahal di tengah wabah corona yang kian mengkhawatirkan hari ini. Masyarakat membutuhkan solusi pemerintah secara nyata. Karena corona tak pandang miskin dan kaya. Semua manusia terbuka peluang untuk tertular. Tidak cukup hanya melakukan upaya pencegahan secara individual misalnya melakukan social distancing (pembatasan interaksi sosial) dengan tidak berkumpul atau physical distancing (pembatasan fisik), tetap berada dirumah, berjemur hingga rajin cuci tangan saja. Anjuran tidak keluar rumah misalnya, perasaan dilema dirasakan masyarakat dengan ekonomi kebawah / masyarakat miskin. Yang harus berjuang mencari rezeki, menafkahi keluarganya bukan karena menganggap kebal corona tapi karena mereka memang sudah tidak diurus dengan benar oleh negara. Negara berlepas tangan terhadap kebutuhan mereka, sementara pajak dan biaya lainnya dibebankan kepada mereka. Masihkah tega menyakiti orang miskin?
Didalam islam, kemiskinan dinilai dari pemenuhan kebutuhan pokok secara perorangan. Yakni mencakup sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan secara layak. Di dalam islam, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggungjawab atas seluruh urusan rakyatnya. “pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ida urus” (HR. al-bukhari, Muslim dan Ahmad)
Orang miskin yang berada dinegara saat ini adalah akibat dari diberlakukannya sistem kapitalisme neoliberal yang telah membuat kekayaan milik ummat dikuasai segelintir orang. Penguasa bertindak sebagai fasilitator para korporasi untuk mengeruk kekayaan negeri. Alhasil, masyarakat pribumi hidup dalam garis kemiskinan. Bahkan, rakyat seolah dibiarkan hidup mandiri dengan memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Padahal didalam islam, terpenuhinya kebutuhan masyarakat merupakan kewajiban negara. Dan haram hukumnya menguasai kekayaan alam untuk dinikmati sendiri apalagi diberikan kepada asing. Kesehatan bahkan pendidikan adalah tanggung jawab negara. Hanya dengan penerapan syariah islam secara kaffah kita akan merasakan kehidupaan yang lebih baik. Karena telah terbukti selama lebih dari 13 abad Khilafah memimpin dunia, masyarakat hidup dalam kesejahteraan.
Apa salah si miskin? Mereka hanya masyarakat yang kesulitan menjalani hidup akibat kedzaliman penguasa. Untuk sekedar sakit saja, mereka tak mau. Karena biaya kesehatan begitu mahal disistem ini. Apalagi untuk menularkan penyakit. Mengingat, sejatinya virus ini tak kenal kaya dan miskin. Maka, sudah saatnya bersama-sama menghentikan penyebaran virus. Berkoordinasi antara pemerintah dan masyarakat.
Wallahu a’lam bishowab.
1 komentar