Ilusi Kapitalisme Entaskan Kemiskinan
Oleh : Ummu Farras (Aktivis Muslimah)
Kemiskinan selalu menjadi problematika krusial di hampir seluruh penjuru dunia. Problem kemiskinan ini kerap menjadi momok yang menghantui negeri karena menyebabkan munculnya sejumlah problem sosial kemasyarakatan. Diantaranya menambah jumlah gelandangan, anak terlantar dan peminta-minta, jumlah pelaku kejahatan mulai dari pencurian, perampokan hingga pembunuhan. Problem kemiskinan pun menimbulkan kelaparan, stunting, dan gizi buruk pada anak. Karena kemiskinan, di dalam keluarga rentan terjadi perselisihan hingga terjadi perceraian. Maka, kemiskinan ikut menyumbang peningkatan angka kriminalitas, perceraian, kelaparan serta kematian.
Di Indonesia, angka kemiskinan masih sangat tinggi. Menilik data Badan Pusat Statistik atau BPS, angka kemiskinan pada September 2019 mencapai 9,22 persen. Angka ini turun 0,19 persen poin terhadap Maret 2019 dan menurun 0,44 persen poin terhadap September 2018. Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2019 tercatat 24,79 juta orang. Angka tersebut turun 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang terhadap September 2018.
Meski utak atik angka menunjukkan jumlah kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan-penurunan, akan tetapi dalam kenyataannya, jumlah kemiskinan yang lebih dari 20 juta orang, itu sudah sangat memprihatinkan. Pasalnya, Indonesia merupakan negeri yang kaya akan kandungan sumber daya alam. Baik hayati dan non hayati. Negeri gemah ripah loh jinawi. Bisa dibayangkan, kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, dan kekayaan lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia tercinta ini tak terhitung jumlahnya. Dengan jumlah total pulau di Indonesia sekitar lebih dari 17.000 pulau, dan garis pantainya yang mencapai 100.000 kilometer, sangat ironis, di negeri yang kaya raya ini angka kemiskinan begitu tinggi.
Bahkan, angkanya bisa membengkak jika ditambah masyarakat yang "berpotensi" menjadi miskin kembali menurut world bank. Dilansir dari voaindonesia.com, Berdasarkan laporan dari Bank Dunia yang berjudul "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class" disebutkan bahwa sebanyak 115 juta atau 45 persen masyarakat Indonesia berpotensi menjadi miskin kembali. Mereka ini adalah orang yang telah keluar dari kemiskinan tetapi belum mencapai tingkat ekonomi yang aman.
Untuk menurunkan angka kemiskinan, pemerintah menggagas program program menjadi satu kesatuan. Program-program tersebut diarahkan pada beberapa hal pokok, seperti peningkatan dan pemerataan akses hidup layak, lapangan kerja, permodalan, serta kepemilikan aset melalui program-program bantuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat.
Wujud nyata program tersebut dilakukan melalui Beras Sejahtera (Rastra), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Reformasi Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), hingga Dana Desa [Kementerian Keuangan, 2019]. Dari sisi dukungan terhadap permodalan, pemerintah telah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi 7 persen sejak 2018. Sementara pada sisi anggaran, pemerintah menaikkan alokasi belanja perlindungan sosial dari Rp140 triliun (2015) menjadi Rp200 triliun (APBN-2019).(detik.com)
Bahkan, Jokowi menargetkan tingkat kemiskinan ekstrim Indonesia pada 2024 berada di angka nol.(liputan6.com)
Sistem Ekonomi Kapitalis Biang Kemiskinan
Namun, ibarat pepatah jauh panggang dari api, harapan tinggallah harapan. Kenyataannya, negeri yang menganut sistem ekonomi kapitalis ini, menumbuh-suburkan problem kemiskinan. Harus disadari bahwa penerapan sistem ekonomi ini adalah bentuk penjajahan negara pemilik modal untuk tetap bisa mengeruk hasil sumber daya alam negera-negara jajahan yang memang kaya akan hasil sumber daya alamnya. Dengan berbalut jebakan kepentingan kerjasama ekonomi dan perdagangan, penjajah asing ini mencengkramkan taring ke dalam negeri.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalis kental dengan praktik ribawi. Sistem kapitalisme pun mengesampingkan segala sesuatu yang harusnya menjadi kepemilikan umum (hak rakyat) semua malah diberikan kepada kebijakan pasar dan pemilik modal. Bahkan cengkraman penjajah asing ini dilegalkan oleh regulasi regulasi. Dari sini lahirlah kebijakan pemerintah terkait privatisasi dan swastanisasi. Akibatnya, jelas terjadi ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin. Maka pantas jika hasil alam yang melimpah tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejateraan rakyat. Sebab hasil alam itu tidak dikembalikan kepada hajat hidup rakyat, melainkan diberikan kepada asing dan para pemilik modal tadi. Maka, cita-cita mengentaskan kemiskinan di negeri kapitalis, bagai menegakkan benang basah. Sangat mustahil bisa terwujud.
Sistem Ekonomi Islam Solusi Entaskan Kemiskinan
Islam adalah sebuah agama yang sempurna dan paripurna. Syariatnya tidak hanya mengatur urusan ibadah kepada Sang Pencipta saja (Ibadah Mahdhah), tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya, serta dengan sesama manusia dalam kehidupan. Tujuannya semata-mata untuk meraih kebahagiaan hakiki yaitu memperoleh ridhoNya, yang akan memberi keselamatan di dunia dan akhirat.
Permasalahan kemiskinan yang kian menerpa umat saat ini dikarenakan tidak diterapkannya syariat Islam sebagai satu satunya sistem yang haq. Sejatinya, Persoalan ekonomi, kemiskinan, dan masalah lainnya ini harus dipandang sebagai masalah sistemis. Tidak cukup dengan melakukan perbaikan yang hanya bersifat parsial semata. Permasalahan ini hanya dapat teratasi dengan mengubah akar masalah negeri ini yaitu mengganti sistem kapitalis dan menerapkan syariat Islam.
Dalam aspek ekonomi, sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah telah terbukti keunggulannya yaitu mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat selama hampir 14 abad. Sistem ekonomi Islam mengharamkan transaksi ribawi. Menetapkan mata uang dinar dan dirham yang telah terbukti efektif dalam penerapannya dan menjauhkan negeri dari krisis moneter.
Sumber Daya Alam merupakan faktor penting bagi kehidupan umat manusia, yang saat ini dikuasai oleh negara-negara penjajah baik secara langsung maupun melalui korporasi-korporasi mereka. Karena itu untuk mengembalikan kedaulatan umat atas kekayaan SDA yang mereka miliki harus ditempuh dengan menegakkan kembali Khilafah. Dengan demikian, Islam melarang hajat publik dikomersialisasi apalagi diserahkan pada swasta. Islam memerintahkan kepada negara untuk mengelola sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum untuk digunakan bagi kemaslahatan umat. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta, apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Karena itulah dalam sistem ekonomi Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah, setiap warga negara baik Muslim maupun ahludz-dzimmah akan mendapatkan jaminan untuk mendapatkan kebutuhan pokok barang seperti sandang, pangan dan papan. Juga kebutuhan pokok dalam bentuk jasa seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan secara murah bahkan bisa gratis. Dari sini dapat dipastikan kemiskinan dan ketimpangan sosial tidak akan dijumpai dalam kehidupan.
Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem kapitalis yang mustahil mewujudkan kesejahteraan rakyat dan mengentaskan problematika kemiskinan, serta segera bangkit memperjuangkan syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam bisshowwab
Posting Komentar