PHK DI ERA DISRUPSI, SIAPA YANG SALAH?
Oleh : Ani Susilowati S. Pd. (Aliansi Penulis Rindu Islam)
PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja terus menghantui kaum buruh. Sederet perusahaan dari berbagai sektor pun sudah melakukannya. Mulai dari perusahaan baja, manufaktur, telekomunikasi hingga startup yang sudah menjadi unicorn.
Seperti dilansir detikfinance (17/02/2020), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawannya dalam rangka restrukturisasi. Awalnya PHK diperkirakan mencapai 1.300 orang. Jumlah itu terdiri dari karyawan organik dan outsourching. PHK disebut sebagai langkah KS untuk restrukturisasi perusahaan. Beberapa pekerja outsourching mulai mengadu ke Disnaker Kota Cilegon.
Selain Krakatau Steel, berita PHK massal juga terjadi pada Indosat Ooredoo. PT Indosat Tbk mengakui telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 677 karyawannya pada Jumat (14/2). Perusahaan menyebut PHK tersebut merupakan langkah dari upaya transformasi perusahaan untuk bertahan di era disrupsi. (Media Indonesia, 15/02/2020)
WartaBromo.com (04/02/2020) juga mengutip, PT. Karya Dibya Mahardika (KDM) di Pasuruan PHK (pemutusan hubungan kerja) ratusan karyawan. Penurunan produksi, jadi salah satu biang pabrik rokok merek Apache itu ambil kebijakan tersebut.
PHK massal karyawan pabrik milik Japan Tobacco ini mengemuka pada Senin, 3 Februari 2020 kemarin. Dari informasi, ada sekitar 800 sampai 900 pekerja diberhentikan. Mereka sebelumnya bekerja pada pabrik PT KDM yang ada di Pandaan dan Purwosari.
Masuknya investor ternyata tidak menyerap tenaga kerja yang signifikan. Karena era disrupsi yang mana sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Disrupsi menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatu yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga lebih bermanfaat.
Diprediksi Indonesia di tahun 2030 telah memasuki era otomasi 16 persen aktivitas pekerjaan yang berimbas pada hilangnya pekerjaan bagi sekira 23 juta pekerja. Otomatis ini merupakan ancaman yang serius bagi stabilitas politik, ekonomi dan sosial.
Era disrupsi memang menjadi ancaman hilangnya pekerjaan, selain itu perkembangan industri 4.0 menjadikan tenaga manusia tergantikan tenaga mesin. Padahal tidak semua pekerjaan bisa menggunakan mesin atau robotic. Karna tetap banyak pekerjaan yang membutuhkan manusia. Masyarakat harus berinovasi dan berevolusi agar tidak ketinggalan zaman.
Prinsip dalam sistem kapitalis adalah para pemilik perusahaan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya dan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga rakyat di sini yang akan menjadi korban para pemilik modal yang mengikuti tren global.
Untuk merespon setiap kemajuan teknologi yg berasal dari barat hendaknya kita menengok bagaimana sistem islam yang benar dari Allah SWT yang merespon tren global dan SDM justru menjadi modal sehingga negara bisa lebih maju bukan malah dengan melakukan PHK diberbagai bidang pekerjaan. Negara dalam hal ini seharusnya mempersiapkan tenaga kerja di era digitalisasi dengan melakukan kebijakan yang bisa dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat.
Beginilah ketika strategi negara dalam menyerap tenaga kerja hanya mengandalkan investasi asing sehingga berakibat semua akan dikendalikan arahan dari negara korporasi sesuai kemanfaatannya saja. Terkait serapan tenaga kerja, semestinya negara punya formula komprehensif dalam menyerap tenaga kerja.
Dalam Islam, laki- laki diharamkan menganggur apalagi bermalas-malasan . Karena itulah Islam dalam menjalankan strategi turun tangan langsung untuk memastikan bahwa semua laki-laki tidak ada satupun yang menganggur.
Juga ketika Islam diterapkan akan memiliki proyek-proyek pengelolaan kepemilikan umum antara lain sumber daya alam yg menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan menjalankan strategi terkoordinasi antara sistem pendidikan dengan potensi ekonomi diberbagai area.
Terkait akses modal, negara dalam sistem Islam melalui sistem keuangan baitul mal nya akan turun tangan langsung memberi bantuan modal tanpa riba atau bahkan hibah kepada individu usia produktif. Sehingga individu tersebut memiliki akses di pergerakan ekonomi. Bukan dengan cara pemerintahan saat ini yang menggunakan berbagai kartu dan jumlahnya pun minim dan diperparah dengan pencabutan berbagai subsidi yang menjadi hak rakyat. Sungguh menambah penderitaan rakyat.
Posting Komentar