Antipati Lockdown, tapi Slowdown
Oleh: Widyastuti, S.Pd
Dari hari ke hari, jumlah ODP, PDP, dan pasien positif corona semakin meningkat. Beberapa kasus yang awalnya terkesan ditutupi akhirnya mencuat. Wajar bila rakyat menggugat dan mendesak agar presiden segera bertindak.
Sayangnya, kebijakan lockdown bagi pemerintah adalah sesuatu yang berat. Kewajiban menanggung logistik tampaknya menjadi penyebab. Padahal banyak alternatif pengalihan alokasi dana maupun memangkas gaji pejabat. Alihkan saja dana dari pos-pos lembaga yang sebenarnya tidak efektif bahkan kontra produktif. Rakyat butuh selamat, bukan janji-janii layaknya angin surga.
Sikap pemerintah Indonesia dalam menangani pandemi sangat lambat, bahkan terkesan gagap. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menegaskan bahwa pemerintah memang tidak serius menangani COVID-19 saat periode awal menyebar. Padahal, seperti yang dinyatakan WHO, "pendeteksian yang lemah pada tahap awal wabah menghasilkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus dan kematian beberapa negara."
Sangat disesalkan. Ketika negara lain berbondong-bondong memberlakukan Lockdown, justru pemerintah Indonesia terkesan antipati. Kalaupun pemerintah tidak mau lockdown, setidaknya jangan slowdown.
===
Bila ditelaah secara mendalam, rumitnya persoalan ini muncul akibat tidak adanya otoritas yang kredibel sekaligus kapabel. Diperparah dengan kondisi keuangan yang terpuruk dan kuatnya ketergantungan kepada asing. Ironisnya kepentingan rakyat selalu dijadikan topeng alasan. Mulai dari kekhawatiran mandeknya ekonomi, sepinya pariwisata, dan alasan tidak tepat lainnya.
Jika ditelusuri, sikap penguasa yang demikian memang sesuai dengan paradigma kepemimpinan dan sistem yang diterapkan. Kepemimpian ideologi kapitalisme demokrasi melahirkan kepemimpinan pragmatis yang abai terhadap hukum agama dan moralitas. Demokrasi adalah ideologi transnasional yang sekuleristik dimana nilai agama dan moralitas tak dijadikan sebagai pertimbangan kebijakan dan perbuatan.
Kepemimpinan ideologi demokrasi hanya akan menjadikan negeri ini terus terjajah oleh asing, dengan demokrasi negeri ini tidak pernah berdaulat dan merdeka.
Bagi negara follower seperti Indonesia, mengambil kebijakan saat darurat menjadi hal yang luar biasa sulit. Sudah bukan rahasia lagi, penguasa terbiasa menjalankan keputusan pihak asing.
===
Lantas paradigma kepemimpinan seperti apa yang ideal menyelesaikan rumitnya persoalan bangsa?
Kepemimpinan ideologi Islam dengan sistem khilafah telah terbukti selama berabad-abad membangun peradaban yang maju dan mulia. Peradaban Islam maju secara sains dan teknologi, memberikan kesejahteraan dan keamanan, memberikan kebahagiaan dan keselamatan bagi seluruh rakyat lintas ras dan agama.
Kepemimpinan ideologi Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan as-Sunnah juga telah mengangkat manusia kepada tingkat kemuliaan yang paling tinggi. Manusia, oleh Islam dipandang sebagai hamba ciptaan Allah yang sempurna. Semua potensi kebaikan dikerahkan secara maksimal dalam membangun peradaban, sementara potensi keburukan secara maksimal dicegah agar tidak memberikan efek destruktif terhadap kehidupan manusia.
Pemerintah harusnya serius melindungi rakyatnya dari pandemi virus corona. Sebagai pemimpin negara yang mayoritas penduduknya Muslim, pemerintah selayaknya berkaca pada Islam, bagaimana Islam mengatasi wabah penyakit menular. Islam memiliki seperangkat solusi yang lengkap dalam mengatasi wabah pandemi. Islam selalu menunjukkan keunggulannya sebagai agama sekaligus ideologi yang lengkap. Semua hal diaturnya tak terkecuali urusan kesehatan.
===
Islam telah memberikan anjuran untuk mengatasi penyebaran penyakit. Dari kitab sahih Muslim Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bentuk penerapan hadis tersebut, maka negara Khilafah akan memberlakukan karantina wilayah dan isolasi khusus bagi penderita wabah. Warga yang positif dijauhkan dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, mendapatkan layanan medis yang lengkap dan detail.
Tak hanya itu, dokter dan tenaga medis dipersiapkan dengan pelatihan secara matang sehingga bisa bekerja melayani pasien pandemi secara profesional dan maksimal, tetapi tetap manusiawi. Perlindungan terhadap tenaga medis pun sangat diperhatikan oleh negara.
Ketika ada pasien yang meninggal, maka dewan dokter akan memeriksa catatan medis sang dokter untuk menguji apakah yang dilakukannya sudah sesuai standar layanan medis. Ikhtiar untuk menemukan obat maupun vaksin untuk mengatasi pandemi terus dilakukan. Dan ini sudah dipraktikkan oleh Khilafah Utsmaniyah. Betapa berharganya nyawa dokter dan pasien dalam sistem khilafah. Tidakkah kita rindu?
Wallahu A’lam Bish-showwab.
—————————————
Sumber : Muslimah News ID
Posting Komentar