Islam, Gaya Hidup Pasca Corona
Oleh : Novianti (Praktisi dan Pengamat Pendidikan)
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
Penamabda.com - “Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)
Hampir setiap orang berkata ,"Tidak suka musibah Corona." Corona datang bagai tsunami, menyapu sendi sendi keluarga bahkan negara. Mengambil orang-orang yang kita cintai bahkan yang ilmu dan tenaganya masih dibutuhkan.
Tidak ada yang siap menghadapi Corona. Apalagi di awal, pemerintah terkesan mengabaikan dan menutupi. Padahal negara-negara lain sudah bersigap mengantisipasi. Membuat rakyat ikut-ikutan tidak waspada dan berjaga-jaga.
Rakyat kecil yang sehari-hari mengandalkan pemasukan harian paling cepat merasakan dampaknya. Jika punya simpanan, mungkin hanya untuk beberapa hari sementara Corona entah kapan berakhir.
Rakyat kecil benar-benar membutuhkan perlindungan negara. Kebijakan yang ditunggu tidak setengah hati. Dilarang ke luar rumah tapi tidak ada ketersediaan pangan untuk dimakan.
Bagi umat Islam, Corona ini datang menjelang bulan yang sangat spesial. Bulan Ramadhan, yang akan datang dalam hitungan hari. Bulan yang pahalanya akan Allah lipatgandakan, bulan yang ada kesempatan meraih amalan setara hidup 1000 bulan, bulan yang memiliki waktu-waktu tertentu mustajab untuk berdoa.
Semua merasakan yang berbeda di bulan Ramadhan tahun ini. Tahun sebelumnya sudah punya rencana, sholat tarawih di mesjid mana, sudah beli ticket untuk mudik, kumpul keluarga besar di rumah siapa, mau menu apa buat sahur bahkan lebaran.
Semua menjadi berantakan gegara Corona yang menyapa banyak negara. Corona membuat tidak hanya jalan menjadi sunyi tapi mesjid mesjid pun sepi.
Tak ada yang mengira, manusia tak berdaya menghadapi mahluk tak kasat mata. Bahkan negara-negara besar seperti Amerika ikut menderita. Semua takluk tak punya pilihan demi keselamatan. Bumi yang lelah dipaksa beristirahat oleh Tuan Corona.
Sebelum datang Corona, bosan di rumah tinggal pergi keluar jalan-jalan. Di Mall, Cafe, bisa sampai larut malam. Kota-kota besar tak pernah sepi dari hiburan, terus berdetak tak kenal waktu. Bagaikan jantung yang memompa darah para warga untuk terus berdatangan. Ada yang antri untuk nonton konser dengan tarif jutaan.
Orang rela bermacet ria di jalanan ke berbagai tujuan dengan bermacam-macam alasan. Ada karena kebutuhan tapi tak sedikit hanya karena keinginan. Ke luar rumah bukan karena urusan penting bahkan bisa suatu kemaksiatan.
Ada 1001 alasan untuk keluar rumah. "Menghilangkan kebosanan, refreshing, kulineran, reunian, hang out, nobar, cari hiburan."
Itulah gaya hidup zaman sekarang. Dan tidak jarang demi gaya hidup, sholat ditinggalkan, baca Al Quran dilalaikan, dzikir dilupakan, kajian tak ada kesempatan.
Apa sebab? Karena kesibukan bergaya hidup. Dan ternyata gaya hidup telah menyedot kocek cukup dalam.
Dengan Corona, manusia bisa melakukan revolusi dalam hitungan hari. Gaya hidup bisa berubah seketika. Manusia segera beradaptasi.
Ayah yang pergi pagi pulang malam bisa seharian berada di rumah. Ibu yang tak pernah ngajar anak dipaksa jadi guru. Anak yang doyan keluyuran, bisa mengerem hobi jalan-jalan.
Kita bisa merubah totalitas semua kebiasaan. Mengapa? Karena satu alasan, semua masih ingin hidup dan tetap sehat.
Tidak hanya meninggalkan yang tidak baik. Tapi juga melakukan hal-hal yang dulu tak kita sukai. Banyak mengkonsumsi buah dan sayuran, berolah raga dan berjemur, mencuci tangan setiap kali akan makan, stop cipika cipiki dan berjabat tangan dengan bukan mahram, menutup wajah seperti perempuan bercadar.
Tanpa disadari, kita sudah melakukannya selama sebulan. Kita berhasil membuat kebiasaan baik dan meninggalkan kebiasaan buruk. Kita bisa merubah gaya hidup.
Seyogyanya manusia menyadari bahwa ia bisa mengganti gaya hidup. Kehidupan manusia direstart ulang lalu meng"install" program sehingga kualitas hidup ter up grade. Mengembalikan diri pada fitrahnya, menjalankan peran yang seharusnya.
Ayah hadir secara fisik di tengah keluarga. Ibu menjadi guru utama dan pertama untuk anak-anak. Anggota keluarga saling menyapa. Rasa empati terasah. Saling berbagi dan membantu dengan sesama. Seluruh waktu jadi ibadah.
Kita bisa hidup tanpa perlu ada kehidupan malam. Kita bisa hidup tanpa harus jalan-jalan ke diskotik. Kita bisa hidup tanpa nongkrong ber jam-jam di Mall dan Cafe. Kita bisa hidup tanpa harus melakukan maksiat.
Melalui Corona, Allah menginginkan manusia mulai menyadari bahwa gaya hidup mereka selama ini sudah melewati batas. Sibuk pada hal-hal yang tak perlu, lupa pada esensi. Mengutamakan kulit tapi tidak menjaga isi.
Ramadhan tahun ini..mungkin mesjid masih sunyi namun jangan dengan rumah dan jiwa kita. Justru doa doa banyak dipanjatkan. Al Quran kian sering dilantunkan, sholat jamaah, berkumpul menikmati kebersamaan.
Dengan Corona, bumi memilki waktu agar langit kembali menjadi biru. Oksigen bersih dari berbagai macam polusi. Es di kutub kembali membeku.
Menyambut Ramadhan, Allah ingin kita punya waktu membersihkan diri menjadi pribadi dengan iman yang kokoh, memperindah akhlaq pada sesama juga pada mahluk lainnya, tubuh yang sehat, mental yang kuat.
Pasca Ramadhan, manusia hidup dengan gaya hidup yang Allah ridloi. Hidup yang dilandaskan pada mentaati seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya. Diamalkan dalam lingkup individu, keluarga, masyarakat dan negara.
Posting Komentar