Iuran BPJS Batal Naik, Apa Untungnya Bagi Masyarakat?
Oleh : Sinta Nesti Pratiwi
(pemerhati sosial Konawe)
Kabar pembatalan kenaikan iuran BPJS yang diketok Mahkamah Agung (MA) disampaikan oleh Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah dalam pernyataannya, Senin(9/3/2020). Menurut Nadlifah, penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS untuk peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah)kelas III yang jumlahnya mencapai 19,9 juta orang itu sangat memberatkan. Apalagi keputusan tidak menaikkan iuran BPJS kelas III sudah disepakati dalam rapat gabungan antara Komisi IX DPR, Kemenkes, BPJS dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada November 2019 lalu.
Seharusnya pemerintah berpegang pada keputusan bersama sewaktu rapat gabungan di DPR 2019 lalu, ujar politikus PKB karenanya Nadlifah sangat sangat mengapresiasi keputusan MA. Seperti diketahui MA mengabulkan uji materiel Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Keputusan itu sekaligus membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Bunyi Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu sebagai berikut:
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP sebesar:
a. Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruangan perawat Kelas II.
c. Rp160.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruangan perawat Kelas I. Mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020, (tribunnews.com, 9/03/2020)
Hal yang bertolak belakang dengan pernyataan Mentri Keuangan, Sri Mulyani mengancam akan menarik kembali suntikan modal ke BPJS Kesehatan jika Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan dibatalkan.
Kalau bapak-bapak (anggota DPR) minta dibatalkan. Artinya Kementrian Keuangan yang sudah transfer Rp13,5 triliun pada 2019 lalu saya tarik kembali, ujar Sri Mulyani dalam rapat dengan DPR, selasa (18/2).kemudian BPJS Kesehatan akan kembali dalam posisi defisit neraca keuangan sebesar Rp32 triliun seperti yang telah dihitung sebelumnya.
Sri Mulyani menuturkan defisit terus berlanjut hingga 2017 menjadi sebesar Rp32 triliun menurut surat yang disampaikan BPJS Kesehatan kepadanya. Kementrian Keuangan selalu mengklaim hadir untuk menyuntikkan modal. “Semua rakyat masuk ke rumah sakit. Tetapi ini butuh biaya dan kenyataannya, sistem BPJS Kesehatan kita tidak mampu memenuhi kewajiban dari sisi pembayaran,” imbuh Sri, (CNN Indonesian,18/02/2020).
Kisruh naik atau tidaknya iuran BPJS seharusnya semakin membuka mata rakyat, bahwa jaminan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggungjawab negara kini telah dialihkan kepada individu masing-masing. Hal ini tentu saja menambah beban ekonomi bagi rakyat kelas menengah kebawah. Yah, jangankan membayar iuran BPJS, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari saja masih banyak yang tidak mampu. Ironis memang hidup di sistem kapitalis rakyat sering menjadi tumbal kebijakan yang tidak tepat.
Jaminan Kesehatan masyarakat seharusnya bukan menjadi beban dan perdebatan pemerintah, sebab itu menyangkut hak dasar masyarakat serta menyangkut hajat orang banyak. Sistem Kapitalis memandang Layanan Kesehatan adalah bisnis dan kemewahan, bukan sebuah kebutuhan dasar masyarakat pada umumnya. Fakta mencengangkan di lingkungan BPJS adalah Dirut BPJS memperoleh upah/bulannya yang begitu fantastis Rp200 Juta (cnnindonesia,18/02/2020) ditengah defisitnya BPJS. Ini sudah cukup menggambaran tidak becusnya instansi terkait mengurus jaminan kesehatan.
Dengan demikian batal naiknya iuran BPJS tetap saja tidak mampu meringankan beban rakyat, jika ingin membantu rakyat seharusnya pengelolaaan jaminan kesehatan tidak diserahkan kepada pihak swasta. Kemudian pemerintah memberikan layanan kesehatan garatis bagi semua rakyatnya tanpa terkecuali
Mari berkaca pada sistem pemerintahan islam, pada zaman khalifah Umar bin Khattab, sangat memperhatikan pelayanan dan fasilitas kesehatan bagi rakyatnya. Bahkan sampai betul-betul pulih dari sakitnya. Rekaman jejak emas masa peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan-catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-muslim.
Sebagai contoh adalah apa yang dikatakan Will Durant seorang sejarawan barat. Dalam buku yang dia tulis bersama Istrinnya Ariel Durant, Story of Civilization, dia mengatakan, “Para Khilafah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khilafah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.
Olehnya itu hanya Islamlah yang mampu menyediakan kesehatan gratis, karena pemerintah mengurusi rakyatnya tanpa hitung-hitungan untung dan rugi. Masihkah kita terus bertahan kepada sistem kapitalis, sistem pemikiran barat yang sangat dzalim. Sementara Islam mempunyai sistem yang sangat peduli terhadap hak dasar individu serta sosial.
Waallahu a’llam bishowab.
Posting Komentar