Mafia Alkes dan Obat-Obatan di Tengah Covid-19
Oleh: Nur Syamsiyah
(Aktivis BMIC Malang Raya)
Penamabda.com - Di tengah pandemi Covid-19 kebutuhan alat kesehatan untuk menangani pasien virus corona kini sangat dibutuhkan oleh tenaga medis. Namun sayangnya, masih banyak alat kesehatan dan obat-obatan yang belum terpenuhi.
Hampir dua bulan wabah Covid-19 melanda Indonesia, kalangan tenaga medis masih kesulitan memperoleh baju alat pelindung diri yang aman dari penularan. Di tengah pandemi ini, baju APD sekali pakai diperebutkan oleh banyak negara, termasuk bahan bakunya.
Padahal, menurut Kepala Dinas Kesehatan DKI Widiastuti, kebutuhan baju APD untuk tenaga medis di DKI Jakarta saat ini saja sudah mencapai 10.000 potong per hari. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perindustrian, setidaknya dibutuhkan 16,5 juta potong baju APD per bulan untuk seluruh Indonesia. Namun, menurut Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil, Kemenperin Muhammad Khayam, hanya 1 juta potong yang dapat diproduksi sesuai standar medis. (Kompas.com, 24/2/2020).
Namun, hingga pertengahan April baju APD berstandar medis yang diupayakan produksi dalam negeri itu belum didistribusi. Akhirnya, banyak tenaga medis yang menggunakan baju APD hasil donasi dari masyarakat, termasuk menggunakan jas hujan.
Alih-alih membuat sendiri produk alat kesehatan dalam negeri, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyebut ada pihak yang memaksa Indonesia agar terus mengimpor alat kesehatan (alkes) tersebut.
“Kita itu alat kesehatan saja sampai lebih dari 90% itu dari impor, bahannya impor. Kemudian obat-obatan, bahan baku dan obat-obatan 90% impor,” kata Arya dalam video pesan singkat, Jumat (17/4/2020).
Praktik mafia sebenarnya bukan cerita baru di Indonesia. Bahkan bukan hanya mafia alat kesehatan dan obat-obatan, mafia-mafia komoditas lainnya juga tengah berjalan. Mafia pangan misalnya. Hampir dari semua bahan pangan di Indonesia adalah hasil impor, seperti beras, kedelai, jagung, daging, bawang, dan lain sebagainya.
Mafia perdagangan dalam sistem kapitalisme itu adalah hal yang lumrah. Penimbunan barang, permainan pasar, dan fluktuasi harga adalah di antara ulah para mafia. Merekalah penguasa sebenarnya dalam hal ini.
Ketika Indonesia memilih jalan kapitalisme dalam membangun sistem pemerintahan di negeri ini, harusnya pemerintah telah memahami konsekuensi dari penerapan ideologi ini.
Demi menangani polemik di negeri ini, pemerintah ingin menghentikan impor alat kesehatan. Namun, bukan untuk meningkatkan industri dalam negeri dalam menghasilkan alkes secara mandiri, melainkan pemerintah ingin mencari investor alkes.
Memang, bermaksud untuk terbebas dari ketergantungan impor. Tapi, pemerintah justru mengambil jalan menarik investor untuk membangun industri alat kesehatan. Ini artinya, pemerintah berpindah dari masalah satu menuju masalah lainnya.
Dalam sistem kapitalisme, negara mengharuskan untuk lepas tangan dari pada tanggung jawabnya sebagai pelaku utama dalam mengurusi urusan rakyatnya. Negara dituntut untuk menopang perekonomiannya pada para pengusaha dan investor. Sehingga, negara ini akan tetap berada dalam kuasa kaum kapitalis dan rela ‘diinjak-injak’ dengan mengatasnamakan kesejahteraan rakyat.
Di sisi lain, dengan bergabungnya Indonesia ke dalam keanggotaan WTO (World Trade Organization) mengharuskannya mengikuti protokol pasar bebas. Liberalisasi pasar menjadi kiblat bagi ekonomi dunia. Dari sini lah, para mafia muncul untuk memanfaatkan sistem yang ada. Meraih keuntungan sebesar-besarnya dan tak mempedulikan siapa yang dirugikan.
Dengan demikian, memberantas mafia menjadi sulit dilakukan apabila ada sistem yang justru menjamin aksinya tetap berjalan mulus. Sehingga, sistem kapitalisme inilah yang kemudian harus dihancurkan. Sebab ia menjadi biang dari segala macam persoalan yang terjadi di negeri ini.
Indonesia membutuhkan pemerintahan yang mandiri dan dunia membutuhkan kepemimpinan yang adil dan steril dari kerakusan kaum kapitalis. Hal ini bisa diwujudkan manakala Islam ditegakkan. Islam memiliki seperangkat aturan untuk menyelesaikan berbagai problematik.
Negara harusnya memiliki strategi health security (jaminan kesehatan). Yaitu konsep atau kerangka kerja untuk masalah kesehatan masyarakat yang mencakup perlindungan populasi nasional dari ancaman kesehatan eksternal seperti pandemi.
Sejatinya, Indonesia mampu mengelola kekayaan alamnya sendiri, seperti tambang emas, perak, perunggu, mineral dan batu bara, kekayaan laut, kekayaan hutan, dan lain sebagainya. Hal itu sudah cukup untuk membangun kemandirian ekonomi. Hasilnya bisa dimanfaatkan untuk membangun industri kesehatan, industri pangan, dan berbagai sektor lainnya.
Semua itu ada dalam konsep Islam dan bisa diterapkan dalam negara Khilafah. Khilafah akan mengelola dan mengatur sepenuhnya dari kekayaan alam dan aset-aset kepemilikan umum lainnya secara profesional demi kesejahteraan rakyatnya. Semua itu dilakukan demi melindungi berbagai kepentingan masyarakat serta mewujudkan kemuliaan Islam dan muslimin.
Posting Komentar