-->

Menagih Tanggungjawab Negara Atasi Pandemi

Oleh : Nelly, M.Pd (Aktivis Peduli Negeri) 

Sudah hampir satu bulan lebih Corona Virus mewabah di dalam negeri hingga menyebar di 32 provinsi. Dengan jumlah yang positif pada awal April 2020 sudah mencapai 1677 kasus positif, 157 meninggal dunia dan 103 sembuh, (CNN.Indonesia).

Sungguh dengan semakin bertambahnya jumlah yang positif virus dan yang meninggal dunia akan menambah kepanikan di tengah masyarakat.

Jika melihat lambannya penanganan, tidak dilakukannya gerak cepat dan mengambil opsi lockdown/karantina total oleh pemerintah, maka dapat dipastikan jumlah ini akan terus meningkat.

Menurut prediksi beberapa kalangan, akan terjadi super spreading (penyebaran tak terkendali) wabah ini pada Ramadhan dan Lebaran tahun ini.

Sungguh sangat ironis dan miris, melihat kondisi negeri. Para pemangku kekuasaan terkesan abai, andai sejak awal kejadian ini telah diambil langkah antisipasi dan pencegahan mungkin tidak akan sampai separah ini kasus menimpa anak negeri.
  
Dalam hal penanggulangan pun negara masih terlihat tak hadir mengurusi kesehatan rakyatnya.

Ditambah lagi sarana prasarana, peralatan medis (APD) untuk pengobatan yang masih minim dan tidak memadai untuk paramedis semakin menambah pilu kondisi negeri. Padahal kita tahu tenaga medislah yang berada di garda terdepan penanganan Covid-19 ini juga rawan terpapar oleh Virus. 

Data terakhir sudah 12 dokter yang meninggal, sementara tenaga kesehatan yang positif 84 orang, satu meninggal, dan dua hamil (detik.news). Di Saat yang sama, kapasitas rumah sakit rujukan terbatas. Tak bisa melayani semua pasien. Rumah sakit terpaksa harus membuat prioritas.
   
Sementara itu pemerintah juga tidak melakukan pencegahan terhadap fenomena arus balik dari kota ke kampung halaman akibat di kota saat ini ekonomi sedang lesu. Padahal kita tahu bahwa penularan Covid-19 lebih rentan terjadi pada keluar masuknya manusia ke daerah yang sudah terpapar virus.

Inilah akibat negara tidak hadir sejak awal penguasa menganggap remeh Covid-19. Mereka mengabaikan pandangan para pakar kesehatan tentang bahaya penyebaran Covid-19. 

Sedari awal para elit penguasa tidak mengambil langkah cepat. Malah sejumlah petinggi negara sering memberikan pernyataan yang terkesan main-main terharap virus. 

Bahkan kebijakan untuk sementara waktu merumahkan warga hingga anak-anak sekolah diliburkan, untuk mencegah penularan virus. Malah penguasa terus membiarkan masuknya ratusan TKA Cina ke negeri ini. Jelas, ini bukan sekadar pengabaian terhadap kesehatan rakyat, tetapi sudah termasuk kejahatan kepada rakyat.

Seiring waktu, keadaan terasa kian tidak menentu, maka desakan untuk lockdown atau karantina wilayah secara total pun disampaikan oleh banyak kalangan baik MUI, tokoh nasional dan para relawan medis. Namun, yang ada malah penguasa mengambil opsi untuk melakukan darurat sipil. 

Tidak diambilnya opsi lockdown ini oleh pemerintah diprediksi para pengamat politik karena bisa jadi negara tidak mau menanggung konsekuensi pelaksanaan Pasal 55 ayat 1 UU No. 6 tahun 2018, yaitu Pemerintah Pusat harus menjamin kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak bila karantina wilayah atau lockdown diberlakukan. 

Padahal opsi lockdown adalah salah satu yang bisa mengakhiri wabah Corona Virus ini. Dan menanggung kebutuhan rakyat selama karantina total adalah tanggungjawab negara.

Jika kemudian opsi yang diambil negara untuk masalah wabah Corona ini yaitu pemberlakuan darurat sipil, maka pemerintah tidak menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga. Yang ada malah Pemerintah akan bisa secara leluasa bertindak otoriter terhadap rakyatnya. 

Tentu Ini akan semakin merusak kedamaian di tengah masyarakat. Bukan menjadi solusi bagi masalah wabah Virus Corona. Jika kekurangan anggaran dan minimnya dana untuk mengambil langkah lockdown, harusnya bukan menjadi alasan. 

Karena negara masih punya banyak pos untuk menanggulangi kekurangan dana yang di peruntukkan buat pemenuhan kebutuhan rakyat dan menyediakan segala fasilitas dan sarana medis. 

Misalnya dengan menunda pembangunan infrastruktur, menunda pembangunan projek ibu kota baru, dan memangkas sebagian gajih dari pegawai negara yang belum menunjukkan  hasil kerjanya dan malah membebani APBN.

Inilah yang terjadi pada negeri yang sangat kita cintai ini. Sangat terpampang nyata bahwasannya para elit petinggi negeri ini benar-benar mengabaikan rakyatnya.  Paradigma kapitalisme telah merasuki sendi-sendi kekuasaan mereka. Mereka lebih mementingkan kekuasaan dan material ekonomi daripada kesehatan dan nyawa rakyatnya.

Sistem kapitalis sekuler hanya akan melahirkan para pemimpin yang jauh dari pengurusan terhadap rakyat, pemimpin yang abai terhadap rakyat dan jauh dari nilai-nilai ketakwaan dalam memimpin.

Maka sungguh dengan adanya wabah Covid-19 ini makin menyadarkan kita. Bahwa untuk mengurus dan mengelola negara kita sangat membutuhkan para pemimpin Muslim yang beriman dan bertakwa. 

Dengan iman dan ketakwaannya, dipastikan pemimpin tersebut akan menerapkan hukum dan aturan Allah secara kaaffah. Pemimpin yang menerapkan Islam dalam bernegara pasti akan senantiasa memperhatikan urusan dan kemaslahatan rakyatnya. 

Karena landasan iman dan takwa yang akan menjadikan seorang pemimpin dalam menjalani kepemimpinanya, hanya takut pada Allah SWT. 

Sebab amanahnya sebagai pemimpin kelak akan dipertanggungjawabkan pada hari pembalasan. Sebagaimana sabda Rasul SAW. bersabda: "Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dalam negara yang menerapkan sistem Islam, semua tata kelola dan peraturan negara dilaksanakan dengan hukum aturan Islam termasuk dalam mengatasi wabah.

Pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk mencegah wabah penyakit menyebar dan sedapat mungkin mengisolasi tempat kemunculannya sejak dari awal. 

Sebagaimana dahulu sejarah kepemimpinan Islam pernah mencontohkan apa yang dilakukan Nabi dan para khalifah yang salah satunya dengan proses karantina wilayah terdampak. 

Sebagaimana Nabi bersabda: "Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu" 
(HR al-Bukhari).

Dalam hadits lain Rasul Saw. juga bersabda: "Tha’un itu azab yang dikirimkan Allah kepada Bani Israel atau orang sebelum kalian. Jika kalian mendengar Tha’un menimpa suatu negeri, janganlah kalian mendatanginya. Jika Tha’un itu terjadi di negeri dan kalian ada di situ, janganlah kalian keluar lari darinya" 
(HR al-Bukhari).

Sepanjang sejarah peradaban manusia  metode karantina atau lockdown telah dilaksanakan oleh peradaban Islam dan terbukti berhasil. Dan ini telah mendahului semua negara didunia dalam menghentikan wabah penyakit menular.

Seharusnya sebagai negeri muslim dengan pemimpin muslim yang saat ini terserang wabah virus menular alangkah bijaknya untuk segera mengambil tindakan meneladani metode para pemimpin Muslim saat menghadapi wabah penyakit menular. 

Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, Negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara gratis untuk seluruh rakyat di wilayah wabah tersebut.  

Negara harus mendirikan rumah sakit tambahan, menambah pasokan peralatan medis, laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. 

Negara harus melakukan sterilisasi terhadap tempat-tempat umum untuk dilakukan penyemprotan disinfektan. 

Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut.

Sementara orang-orang sehat di luar wilayah yang lockdown tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan.

Beginilah semestinya langkah-langkah preventif yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan Islam secara kaaffah.

Namun lain halnya ketika kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini diatur dalam sistem kapitalisme yang melahirkan para penguasa jauh dari amanah, bahkan terlihat abai terhadap kesejahteraan dan nyawa rakyatnya. 

Seperti yang kita rasakan bersama bahwa sistem kapitalisme dengan pemimpinnya lebih mementingkan material ekonomi daripada kesehatan rakyatnya. 

Adanya wabah Corona Virus ini ternyata tidak hanya mengenai orang-orang pelaku maksiat di antara kita, tetapi juga mengenai orang-orang yang beriman dan taat.  Inilah fitnah wabah penyakit yang sedang terjadi. 

Semoga kejadian ini dapat memberi pelajaran, nasehat, memberi hikmah, dan kita semua tetap menghadapi dengan iman, tetap saling tolong-menolong meskipun negara masih terlihat abai.

Kebobrokan dan kerusakan sistem kapitalisme ini semoga memberikan penyadaran, membuka mata kita semua.  Sudah saatnya untuk kita dan seluruh rakyat kembali ke sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Mahakuasa, Allah SWT, yakni dengan menerapkan sistem Islam secara kaaffah.

Sebab hanya dengan kembali pada aturan dan sistem yang dicontohkan kanjeng Nabi maka kehidupan berkah serta rahmat akan kita dapatkan.

Wallahu'alam