Negeri Autopilot ; Anggarannya Bengap Hadapi Wabah
Oleh : Zahida Arrosyida
Penamabda.com- Tiga pekan sudah rakyat Indonesia telah “dirumahkan”. Work from home, learning from home, majelis taklim online, bahkan beribadah jamaah juga "dirumahkan". Wabah corona telah benar-benar membuat publik tak berkutik, sekuat tagar #DiRumahAja saat menjadi trending topic.
Masyarakat menghadapi wabah Covid-19 ini dengan perasaan campur aduk, kadang panik lalu mereda, kadang bingung dengan informasi yang membuat khawatir dan tidak karuan akibat bertambahnya jumlah korban, kadang lega karena ada kabar baik telah ditemukan obat anti virus Corona. Semuanya mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat.
Lebih membuat bingung lagi adalah sikap pemerintah yang terkesan santuy dan lamban dalam menangani wabah ini.
Meskipun sudah banyak desakan dari berbagai kalangan untuk segera memutuskan kebijakan namun hingga kini, pemerintah belum juga menerapkan kebijakan lockdown untuk menekan penyebaran corona.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun turut angkat bicara. Menurut Ketua Satgas COVID-19 IDI, Zubairi Djoerban, pihaknya setuju jika lockdown diterapkan.
“Sangat setuju banget lockdown dan minta segera, itu penting,” ucap Zubairi kepada wartawan, seperti dilansir (Kumparan.com, Minggu 22 Maret 2020)
Yang lebih ironis, pemerintah mengumumkan pemberlakuan
Pembatasan Sosial Berskala besar (PSPB) yang rencananya akan dibarengi dengan penetapan undang-undang darurat sipil.
Jika darurat sipil perlakukan, pemerintah sama sekali tidak menjamin kebutuhan dasar rakyat. Saat yang sama pemerintah bisa leluasa bertindak otoriter terhadap rakyat. Inilah nasib rakyat Indonesia, sudah jatuh tertimpa tangga.
Telah lumrah dirasakan secara umum publik bagai hidup di negara autopilot di tengah wabah saat ini. Apa-apa bertindak sendiri. Bahu-membahu mandiri. Yang berpunya berempati dengan mendonasi yang kurang mampu. Lebih mengenaskan lagi pemerintah melalui menteri keuangan secara halus "mengemis" kepada rakyat dengan membuka rekening khusus bagi masyarakat yang ingin berdonasi dalam penanganan virus Corona.
Rakyat seperti anak ayam kehilangan induknya. Mencari informasi sendiri-sendiri kejelasan nasib tanpa ada kepastian yang mencerahkan dari pemerintah. Rakyat benar-benar ibarat tanpa pemimpin, selaku pihak yang mengurusi urusan mereka.
Beberapa waktu lalu pernah mengemuka istilah negeri autopilot. Negeri autopilot merupakan analogi dari sebuah negara. Dalam hal ini negara dianalogikan sebagai sebuah pesawat terbang. Pilotnya adalah seorang pemimpin negeri, stafnya adalah anggota legislatif, dan rakyat dianalogikan sebagai penumpangnya. Dalam sebuah penerbangan maka pilot dan co-pilot yang duduk di copit pesawat memiliki peran yang sangat vital, mengapa? Hal ini karena pilotlah sebagai penentu arah hendak kemana pesawat akan terbang dan pilot pulalah yang menentukan selamat atau tidaknya sebuah penerbangan.
Hal inilah yang dirasakan oleh rakyat Indonesia sekarang. Mereka punya pemimpin yang mengatur negara tapi kebijakannya senantiasa merugikan rakyat kecil, padahal dulu ketika pemilu suara rakyat kecil dijanjikan akan diperjuangkan. Inilah negeri autopilot. Negeri yang yang berjalan sendiri secara otomatis tanpa adanya pemimpin pilot yang menengendalikannya. Sebuah negeri yang bisa berjalan sendiri meski tanpa adanya pilot, atau negeri yang memiliki pilot tetapi ada invicible hand yang diatas pilot yang sebenarnya menjadi komando kemudi perjalan negeri ini.
Semakin menegaskan mirisnya negeri ini adalah anggaran negaranya yang penuh halusinasi. Betapa tidak, semestinya sebagai sebuah negara yang naik predikat, dari negara berkembang menjadi negara maju memiliki anggaran dana yang "established". Namun perdebatan sumber dana untuk mengatasi wabah corona ini cukup membuat keadaan menjadi runyam. Antara kas negara, donasi mandiri rakyat, hingga beragam stimulus ekonomi. Atau pilihan terakhir; utang luar negeri.
Dan ternyata dugaan terkuat adalah utang luar negeri. Dilansir dari vivanews.com (04/04/2020), di tengah berbagai permasalahan dalam menanggulangi wabah corona ini, Indonesia “mendadak” dapat pujian dari lembaga kreditur utama dunia, IMF (Dana Moneter Internasional).
Ini terungkap dari briefing media antara Direktur Jenderal WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), Tedros Adhanom Ghebreyesus dengan Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva (03/04/2020).
Dalam kesempatan itu, upaya Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo tangani dampak ekonomi dan sosial Covid-19 mendapatkan apresiasi dari Direktur Pelaksana IMF.
Menurut Kantor Perwakilan Tetap Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Organisasi-Organisasi Internasional di Jenewa, Swiss, briefing ini dalam rangka membahas upaya IMF dan WHO dalam tangani dampak ekonomi pandemi Covid-19.
Dalam rapat luar biasa antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral di seluruh dunia dijabarkan, bahwa IMF saat ini memiliki dana sekitar 1,5 triliun dollar AS untuk membantu penanganan virus corona. Sri Mulyani pun berharap, alokasi dana tersebut bisa digunakan untuk membantu pencegahan krisis bagi negara anggota IMF.
Terlebih lagi, adanya pernyataan Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia beberapa hari sebelumnya yang menyetujui pinjaman sebesar USD300 juta atau sekira Rp4,97 triliun atau Rp5 triliun (Rp16.578 per USD). Hal ini untuk mendukung upaya pemerintah Indonesia melaksanakan reformasi pada sektor keuangan guna membantu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tujuan kesejahteraan bersama (okezone.com, 23/03/2020).
Seorang negarawan ketika akan memutuskan sebuah kebijakan selayaknya harus memperhatikan dampak dari kebijakan terhadap rakyat yang dipimpinnya. Jika menambah hutang lagi bukankah hal itu akan menambah masalah baru? Bahkan jika berfikir kemungkinan terburuk..belum tentu ekonomi negara akan bertahan "stabil" saat dan paska wabah. Harus ada upaya realokasi terhadap seluruh dan atau sebagian anggaran infrastruktur yang ada sekarang ini. Agar dialihkan pada kepentingan memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Misalnya mengalihkan anggaran pemindahan ibu kota. Yang seluruhnya dan atau sebagian dana tersebut dipergunakan untuk menolong ekonomi rakyat dan memulihkan perekonomian nasional. Atau memangkas gaji pejabat yang menurut beberapa kalangan jumlahnya fantastis, agar bisa membantu rakyat kecil untuk tetap bisa bertahan hidup.
Berbeda jauh dengan sistem Islam yang sangat mengutamakan keselamatan rakyat. Khalifah sebagai kepala negara hanya menerapkan aturan Islam. Tujuannya hanya semata-mata mengharap ridho Allah Swt. sehingga terwujud rahmatan lil alamin bagi seluruh umat.
Harusnya penguasa bisa meneladani sifat dan kebijakan Khalifah Umar Bin Khathab ketika menghadapi musim paceklik dan wabah. Beliau mengelola dan mendistribusikan bantuan untuk rakyat serta ikut turun membagikan makanan bagi penduduk Madinah secara langsung.
Beliau menyembelih hewan untuk dimakan bersama dengan orang banyak. Umar pun turut membantu untuk membuat adonan roti bercampur zaitun. Setiap malam, para pejabat dikumpulkan untuk melaporkan aktivitasnya dan memastikan bantuan tersebar merata. Beliau dan keluarganya rela menurunkan taraf hidupnya yang hanya makan seadanya.
Daulah Khilafah menerapkan kebijakan karantina dan isolasi khusus jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara berkala dan dilakukan langkah-langkah pengobatan secara holistik.
Selama masa isolasi, Daulah akan menerjunkan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan secara cepat dan tepat. Negara menjamin seluruh kebutuhan dan kelengkapan petugas medis serta pengamanan khusus agar tidak ikut tertular.
Pemerintah pusat juga memastikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang diisolasi terpenuhi. Perlu diketahui bahwa ada satu hal yang tidak dimiliki sistem/negara lain yaitu baitul maal. Melalui sumber yang berasal dari zakat, zakat fitrah, wakaf, jizyah, dan kharraj (pajak atas tanah atau hasil tanah), kebutuhan rakyat akan terjamin hingga wabah bisa teratasi tanpa membebani rakyat.
Inilah pemimpin yang sangat amanah dalam mengurus urusan rakyat. Pemimpin yang akan lahir dari sistem terbaik yang berasal dari Allah. Pemimpin yang mengatur umat dengan berpedoman pada Alqur'an dan Syariah Kaffah. Karena ia sangat khawatir ketika memimpin akan ada rakyat yang tersakiti dan terdzalimi akibat kebijakan yang diterapkannya. Pemimpin yang takut dengan hadist berikut :
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ (أحمد ، ومسلم عن عائشة)
“Ya Allah, siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku lalu dia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia.” (HR Ahmad dan Muslim dari Aisyah ra).
Semoga Allah segera memberikan pertolongan-Nya pada umat Islam dengan hadirnya seorang pemimpin bertaqwa yang mengatur kehidupan berlandaskan petunjuk dari Pencipta manusia.
Wallahu a'lam.
Posting Komentar