Peluang di Balik Wabah Corona, Pelajaran dari Jatuhnya Konstantinopel
Oleh: Fahmi Suwaidi, pengamat dunia Islam
Wabah Corona yang kini melanda dunia, termasuk Indonesia, membuat panik dan ketakutan. Termasuk bagi umat Islam di negeri ini yang belum pernah mengalaminya. Namun, terlepas dari bahaya dan kerugian yang ditimbulkan, sejarah mencatat bahwa wabah besar yang melanda dunia ternyata membawa manfaat dari sisi lain. Termasuk bagi penaklukan Kota Konstantinopel dari tangan Romawi oleh pasukan Khilafah Utsmaniyah Turki yang dipimpin Sultan Muhammad Al-Fatih.
Inna ma’al ‘usri yusran, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Begitulah firman Allah dalam Surat Al-Insyirah. Kekaisaran Byzantium yang sudah diperangi Muslim sejak masa Rasulullah saw, yaitu pada Perang Mu’tah (sekitar 629 M) dan Perang Tabuk (sekitar tahun 630 M), ternyata baru futuh (terbebas, red) sekitar tujuh abad kemudian. Silih berganti dinasti Khilafah Islam yang memerangi negeri Romawi Timur itu belum berhasil merebut ibukotanya, Qunstantiniyah atau Konstantinopel.
Kota yang disebut sebagai “ratu segala kota” atau queen of cities itu baru ditaklukkan umat Islam pada tahun 1453. Konstantinopel dikepung pasukan Turki untuk keempat kalinya dalam satu abad. Sebelumnya, ibukota Byzantium telah bertahan dari 20 kali pengepungan aneka tentara sepanjang 11 abad.
Kota itu, sebenarnya sebuah semenanjung kecil yang meliputi pemukiman dan lahan pertanian, memiliki benteng terkuat di dunia dan dianggap tak mungkin bisa ditembus. Dinding bentengnya berlapis dua sejak abad kelima. Tembok dalamnya setinggi 12 meter. Di depannya membentang medan terbuka, lalu tembok depan setinggi 7,5 meter yang dikelilingi parit sedalam 4,5 meter.
Dijaga dengan baik oleh pasukan yang kuat, benteng itu dapat bertahan dari semua serangan. Selain itu, kerajaan dan wilayah Kristen lain selalu siap mengirimkan bala bantuan untuk mempertahankan ibukota kebanggaan mereka. Bukankan itu ibukota Konstantin, kaisar Romawi pertama yang memeluk Kristen dan memadukan agama itu dengan kekaisaran Romawi?
Pada pengepungan terakhir di bawah pimpinan Al-Fatih, Kaisar Konstantin XI, emperor terakhirnya menyerukan mobilisasi pasukan bantuan Kristen dari wilayah lain dan Eropa. Ternyata tiada yang datang kecuali segelintir pasukan dari Genoa dan Spanyol. Sejarawan mencatat, itulah saat terrendah solidaritas dunia kristen.
Maut Hitam
Apa sebabnya? Eropa baru kena wabah maut hitam atau Black Death. Maut Hitam, juga disebut sebagai Pestilence atau Wabah Bubonic Besar adalah salah satu pandemi yang paling menghancurkan dalam sejarah manusia, mengakibatkan kematian diperkirakan 75 hingga 200 juta orang di Eurasia. Maut Hitam memuncak di Eropa dari tahun 1347 hingga 1351.
Wabah ini diyakini disebabkan oleh Bakteri Yersinia pestis, yang mengakibatkan beberapa bentuk serangan, septikemik (keracunan darah), pneumonia (radang paru-paru) dan, paling umum dan mengerikan, bubonik (bengkak berpendarahan di kelenjar getah bening ketiak atau selangkangan). Disebut Maut Hitam karena ciri khas wabah itu adalah menghitam atau membirunya bagian-bagian tubuh yang terserang.
Maut Hitam diduga berasal dari Asia Tengah atau Asia Timur, menyebar melalui perdagangan Jalur Sutra, dan mencapai Krimea di Eurasia pada tahun 1343. Wabah itu kemungkinan besar dibawa oleh kutu yang hidup di tikus hitam yang menjadi penumpang gelap di kapa-kapal dagang Genoa, menyebar ke seluruh Cekungan Mediterania, mencapai seluruh Eropa melalui Semenanjung Italia.
Black Death diperkirakan telah membunuh 30 hingga 60 persen dari populasi Eropa. Secara total, wabah itu mengurangi populasi dunia dari sekitar 475 juta menjadi 350-375 juta jiwa manusia pada abad ke-14.
Wilayah Byzantium yang kerap disinggahi kapal dagang dari Genoa dan Italia tak lepas dari serangan wabah. Bahkan ibukotanya Konstantinopel pun terkena. Selama periode 1347-1453, total 61 laporan wabah dicatat di Byzantium. Terjadi dalam sembilan gelombang epidemi utama, 11 wabah lokal dan 16 periode bebas penyakit.
Ibukota Konstantinopel dan koloni Venesia di Laut Ionia dan Aegean adalah daerah yang paling terkena dampak wabah. Gelombang wabah Maut Hitam di Byzantium memiliki durasi rata-rata 3,2 tahun.
Gelombang pertama menghantam kekaisaran di 1347-48, yang mempengaruhi Konstantinopel, Euboea, Kreta, Limnos, Thessaloniki, Trebizond, Methone, Koroni, bagian dalam Peloponnon Bizantium, Rhodes dan Siprus. Lalu ada periode jeda selama 12 tahun, ketika tidak ada laporan wabah sama sekali.
Periode gelombang kedua terjadi pada tahun 1361-65. Gelombang kedua ini akan menghantam hampir semua wilayah yang sama dengan yang pertama, dimulai pada 1361 dari Konstantinopleuntuk secara bertahap meluas ke Edirne, Trebizond, Limnos, Kreta, Siprus dan Peloponnese dan pedalaman Asia Kecil.
Gelombang ketiga tampaknya telah dimulai dari Tesalonika pada tahun 1372 dan pada tahun 1376 telah meluas ke Epirus, Peloponnese dan Kreta. Gelombang keempat dalam periode 1378-1382, ketika itu mempengaruhi biara-biara di Gunung Athos, Galatas dan wilayah koloni Genoa Peran di Konstantinopel dan Peloponesia.
Pada tahun 1386 gelombang kelima pecah dan berlangsung hingga 1391. Diimulai lagi dari Konstantinople dan kemudian menghantam Athena, bangsa Pelopon dan Kreta. Gelombang keenam epidemi pada 1397-1402 terjadi lagi di Konstantinopel, juga menyerang wilayah Venesia di laut Aegean dan Ionia.
Salah satu gelombang paling mematikan, yang ketujuh, terjadi pada 1408-1413, memengaruhi sebagian besar pulau dan ibukota. Sekali lagi, wilayah Venesia sangat terpengaruh. Dalam gelombang ini lalu-lintas kapal perang menjadi media penularan utama, satu pangkalan angkatan laut menginfeksi yang lain. Seperti yang terjadi di Siprus, Kreta, Koroni, Methoni, dan Corfu.
Gelombang delapan epidemi juga termasuk yang terburuk, dalam periode 1417-1423, jatuh pada Konstantinopel, hampir semua daratan Yunani, dan, sekali lagi, wilayah Venesia. Gelombang kesembilan dan terakhir terjadi pada 1435 di Konstantinopel, dari mana epidemi mencapai Trebizond di Asia Kecil.
Ada juga rangkaian wabah yang bersifat lokal, seperti yang terjadi pada tahun 1368 di Epirus, 1393 di Siprus, 1403 di Gallipolis, 1416 di pulau Sefalonia dan 1426 di Negroponte (Halkis).
Dari tahun 1430-an dan sampai tahun 1453 serangkaian serangan wabah pecah di berbagai wilayah Kekaisaran Bizantium. Wabah ini terjadi pada tahun 1431 di Patras dan Konstantinopel. Pada tahun 1438 di pinggiran kota Konstantinopel dan Nikosia, pada tahun 1441 di Peran dan Peloponnesia dan akhirnya pada tahun 1448 di Thrace, Peloponnese, dan Negroponte. Akhirnya, dua lagi dari total jumlah wabah terjadi di pulau Chios di 1445 dan di Corfu pada tahun 1450.
Momentum Futuh
Hampir seabad kena gelombang wabah, Byzantium dan kerajaan-kerajaan Kristen bawahannya jelas melemah. Pola yang terjadi adalah wabah menyerang, penduduk musnah. Akibatnya lahan pertanian tak tergarap dan terjadilah krisis pangan dan ekonomi.
Dari sisi militer, korban wabah tak hanya dari kalangan sipil tetapi juga tentara. Contohnya sejarah mencatat permintaan darurat pasukan khusus pemanah oleh Provveditore (Pengawas) Kota Corfu ke Senat Venesia tahun 1410. Kemungkinan karena banyak korban di antara barisan tentara di pulau itu. Hilangnya personel berkualifikasi militer khusus, seperti pemanah, jelas melemahkan kekuatan.
Hal ini mirip tewas dan hilangnya ratusan tentara dan polisi di Aceh akibat Tsunami tahun 2004. Tekanan TNI atas GAM pun terpengaruh besar oleh bencana alam tak terduga ini. Maka operasi militer berubah menjadi perundingan damai antara pemerintah Jakarta dengan GAM di Helsinski, Finlandia.
Kembali ke Byzantium, korban dari kalangan sipil akibat wabah juga berpengaruh secara militer. personel yang tewas tak bisa dicarikan pengganti karena rakyat juga banyak tewas. Maka negara melemah dan perang jadi kalah.
Hal ini kerap terjadi di Eropa dan Barat sampai-sampai Jared Diamond menulis buku Guns, Germs and Steel. Musnahnya peradaban dan negara dunia karena wabah akibat kuman (germs) dan senjata (guns dan steel).
Itulah yang terjadi di Konstantinopel pada tahun 1453, kekuatan Byzantium melemah oleh wabah, perpecahan internal dan saling mengabaikan di antara negara-negara Kristen. Pada saat itulah pasukan Islam dengan pertolongan Allah SWT berhasil merebut ibukota dan mengubahnya menjadi wilayah Islam.
Wabah Terkini
Selain perang, wabah penyakit sangat mempengaruhi konstelasi peradaban dunia. Imperium adidaya seperti Byzantium bisa dikalahkan dan musnah setelah kekaisaran besar dan kerajaan-kerajaan bawahannya terdampak wabah Maut Hitam.
Jika dikaitkan dengan masa kekinian, selama ini umat Islam gagal dalam perlawanan mengusir penjajah asing di negeri-negeri Muslim. Hal ini terutama karena kekuatan militernya tak seimbang dengan musuh. Negeri Muslim mana yang berani menantang superpower seperti Amerika, Cina dan India?
Memang ada perkecualiannya, Afghanistan yang berhasil mengusir Uni Soviet dan kemudian Amerika Serikat. Namun kesuksesan itu belum bisa menular ke wilayah Muslim lainnya yang masih terjajah.
Di antara sebab utamanya adalah, muqawamah hanya dilakukan segelintir mujahidin melawan dunia kafir yg saling bahu-membahu. Di sisi lain, menyatukan umat juga susahnya setengah mati. Mereka dicengkeram oleh para penguasa boneka penjajah di negerinya masing-masing.
Namun kini dunia mengalami perubahan besar-besaran akibat wabah corona. Wabah yang menyerang mulai dari Cina itu menyebar hampir ke seluruh dunia. Kekuatan utama Cina, ekonomi dan perdagangan yang merambah hampir seluruh dunia, menjadikan virus Corona begitu cepat menyebar dan meluas. Mirip seperti bakteri Yersinia pestis yang menyebar melalui kapal-kapal dagang dari Asia ke Eropa.
Dampaknya sangat dahsyat, semua negara besar sibuk dan panik menghadapi ancaman Corona. Ribuan korban berjatuhan selama wabah yang belum menunjukkan gejala mereda. Hal ini tentu berpengaruh luar biasa pada ekonomi, Cina kolaps, Indonesia gelagapan karena Rupiah terjun bebas nilai tukarnya.
Yang pasti juga akan terpengaruh juga adalah kekuatan militer negara-negara. Sampai saat ini belum dilaporkan serangan Corona di kalangan militer, tetapi melihat ganasnya penularan wabah ini, hal itu hanyalah masalah waktu saja. Jika sudah terjadi, maka peta kekuatan dunia bisa berubah.
Apa artinya jet tempur canggih, rudal dan kapal selam nuklir, jika pilot dan awaknya terkena wabah mematikan? Apa artinya ratusan ribu pasukan bersenjata lengkap jika wabah menyebar dan melemahkan kekuatan fisiknya?
Di sini nampak peluang bagi umat Islam di tengah wabah mendunia (pandemi) yang kini terjadi. Pandemi bisa menjadi momentum penyeimbang kekuatan musuh yang sangat jauh dibandingkan umat Islam dan mujahidin.
Muslim Uighur yang dikepung Cina semoga diuntungkan dengan melemahnya Cina akibat Corona. Taliban yang baru mengusir Amerika kini tinggal menghadapi rejim boneka Kabul, kini ditinggalkan oleh Trump yang sibuk menghadapi wabah Corona di dalam negeri. Rejim Kabul sendiri terancam wabah yang dibawa oleh 74.000 warga Afghan yang mengungsi dari Iran. Rejim Syiah Iran jelas sangat melemah karena dahsyatnya dampak.
Muslim di India sejak bulan kemarin belum terbebas dari penindasan rejim Hindu fanatik. Namun India sangat rawan terdampak Corona, terutama karena besarnya jumlah penduduk yang mencapai 1,4 miliar dengan sistem kesehatan yang belum maju.
Melemahnya Cina berarti sokongan ekonomi dan militernya terhadap rejim penindas Muslim seperti Myanmar pasti akan terpengaruh. Para boneka Barat di Timur Tengah yang biasanya sibuk mengejar-ngejar mujahidin sebagai teroris kini disibukkan dengan dampak Corona di negerinya.
Selama hampir duapuluh tahun terakhir, semua bantuan dan kerjasama militer, keamanan dan intelijen digalang Amerika, Eropa, Rusia dan Cina untuk melemahkan gerakan Islam dan mujahidin. Semuanya atas nama memerangi terorisme. Namun, kini kerjasama dan kekuatan jaringan itu kemungkinan besar akan tersedot untuk menghadapi dampak corona.
Kini Amerika dan Rejim Trump sibuk menghadapi wabah di tengah ancaman kalah dalam pemilu yang hampir datang. Perang dagang AS dengan Cina bisa berkembang memburuk. Sementara Eropa terbelah, Italia mengeluh karena dibiarkan sendirian oleh Uni Eropa menghadapi Corona. Semua negara Eropa sibuk sendiri dengan ancaman wabah di negerinya. Cina jelas paling terpengaruh sebagai negeri asal wabah. Rusia mulai terjangkit.
Bagaimana dengan negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia? Bisa jadi dampak Corona menjadi titik balik bagi perjuangan umat Islam. Para penguasa sekuler yang selama ini kokoh berkuasa dengan sokongan adidaya kafir dunia sedang diuji. Bisakah mereka mengendalikan situasi di tengah wabah, tanpa dukungan kuat seperti yang biasa mereka dapatkan dari majikan-majikan asing mereka?
Di sini pentingnya umat tidak hanya larut dalam kepanikan menghadapi wabah, melainkan jeli melihat peluang kemenangan di balik melemahnya kekuatan dan jaringan kerjasama musuh-musuh Islam. Bukankan Futuh Konstantinopel setengah milenium lalu terjadi dalam situasi pandemi juga?
Wabah Corona memang berpotensi menyerang semua orang. Tetapi virus itu adalah makhluk Allah Yang Maha Kuasa. Jika Dia mau, Allah bisa saja menjadikan Corona sebagai berkah bagi umat Islam dan musibah bagi musuh Islam. Kepada Allah kita berserah diri dan berharap pertolongan-Nya, Dialah sebaik-baik pemberi pertolongan dan sebaik-baik pemimpin. [kiblat]
Posting Komentar