Peran Teknologi dalam Penanganan Wabah
Penamabda.com - Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia, kian hari kian menunjukkan grafik yang meningkat tajam. Langkah yang diambil pemerintah pun sudah dilakukan sekalipun terasa lamban dan galau.
Mulai dari pemberlakuan social distancing yang masih berupa himbauan hingga wacana karantina wilayah yang tidak jadi diberlakukan. Selanjutnya wacana darurat sipil sempat keluar dari pidato presiden hingga diputuskan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Penyebaran Covid-19 yang bersifat eksponensial membuat masyarakat semakin panik. Aksi panic buying sempat terjadi yang mengakibatkan beberapa barang kebutuhan pokok menjadi langka hingga kuantitas Alat Pelindung Diri (APD) yang hampir hilang dari peredaran.
Pemerintah akhirnya bertindak “cepat” dengan membeli alat tes cepat (rapid test) dari Cina untuk mendeteksi masyarakat yang terkena Covid-19. Faktanya rapid test serologi yang dibeli dari Cina ini memiliki sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi keberadaan virus Covid-19.
Ahmad Rusdan, peneliti biomolekuler dari Stem Cell and Cancer Institute, menyampaikan bahwa sistem kerja rapid test yang dibeli Indonesia dari Cina tidak mendeteksi keberadaan virus namun hanya mendeteksi antibodi manusia.
Sensitivitas alat ini akhirnya juga diragukan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dipublikasikan di Cina, bahwa ada sampel pasien Covid-19 yang masih dibaca negatif dengan rapid test serologi ini setelah 15 hari terpapar virus.
Alat rapid test membaca seseorang negatif, padahal sebenarnya dia sudah terpapar Covid-19 yang disebut sebagai negatif palsu (false negative). Rapid test jenis ini memungkinkan terjadi negatif palsu bahkan hingga 70%.
Tentu saja keadaan ini menciptakan masalah baru. Ketika seseorang dilakukan tes dan hasilnya negatif maka dia merasa aman untuk berinteraksi dengan yang lain padahal sebenarnya dia sudah terpapar virus. Walhasil, penyebaran virus ini semakin cepat.
Ahmad Rusdan menambahkan bahwa rapid test yang harusnya dilakukan adalah rapid test yang berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknologi PCR digunakan untuk mendeteksi virus Covid-19 pada manusia dan hasilnya sangat akurat.
Indonesia baru membeli alat test PCR setelah mendapat banyak masukan dari para ahli tepatnya pada 8 April 2020, di saat jumlah masyarakat yang sudah terkonfirmasi positif corona mencapai ribuan orang.
Keputusan membeli rapid test dari Cina ternyata tidak sepenuhnya melibatkan tenaga ahli seperti dokter dan juga ahli biomolekuler. Kesalahan dalam mengambil kebijakan ini tentu semakin memperparah keadaan. Sudah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli alat ternyata sensitivitasnya diragukan.
Sistem demokrasi seringkali mengambil kebijakan bukan karena visi besar yaitu menyelesaikan problem masyarakat. Namun seringkali dipengaruhi oleh timbangan untung rugi dan juga hegemoni negara besar terhadap negara kecil.
Indonesia perlu seorang negarawan yang mencurahkan tenaga pikirannya untuk berfikir penyelesaian problem bangsa, tak sekadar pemimpin yang bermental importir.
Tak hanya itu, Indonesia juga memerlukan sebuah negara yang memiliki sistem tata kelola negara yang rigid berkaitan dengan penanganan wabah.
Pemanfaatan Teknologi
Khilafah Islam merupakan suatu negara yang memiliki sistem ampuh dan telah terbukti mampu menyelesaikan masalah masyarakat dalam mengatasi wabah. Dalam Islam, kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban besar di hadapan Allah kelak.
Dari Ibn Umar ra. Dari Nabi saw, beliau bersabda, “Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian…” (HR Bukhari-Muslim).
Berlandaskan hal tersebut maka Khalifah sebagai pemimpin negara, benar-benar berusaha untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan optimal, termasuk di kala wabah menyerang.
Upaya ini dilakukan dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki kekhilafahan mulai dari aspek pendanaan, medis kesehatan hingga faktor pendukung seperti penggunaan teknologi.
Hal pertama yang dilakukan saat wabah penyakit datang adalah melakukan karantina atau isolasi yang sering disebut dengan istilah lockdown.
Dalam hadis riwayat Al Bukhari disampaikan: “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Pada masa lockdown, hal yang urgen dilakukan adalah mencegah penularan terhadap yang lain. Karena itu, pasien yang sudah positif terkena virus harus dilakukan isolasi. Pemenuhan kebutuhannya, total menjadi tanggung jawab negara.
Deteksi dini dan solusi preventif harus segera dilakukan melalui mekanisme pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, teknologi memegang peranan penting dalam penanganan wabah.
Beberapa rekomendasi yang bisa diadopsi di antaranya:
1. Optimasi Model Surveillance
Sebelum menerapkan kebijakan penanganan wabah, pada masa lockdown, negara harus melakukan teknik surveillance yang bersifat cepat dan akurat. Kecepatan menjadi kunci untuk menghambat penyebaran virus sehingga pasien positif bisa segera dilakukan isolasi.
Keakuratan data dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan kebijakan. Negara akan memastikan siapa saja yang terpapar virus dan siapa yang masih bersih dari virus. Warga negara yang positif terkena virus akan dilakukan isolasi dari yang sehat.
Teknologi Big data dan Artificial Intelligence dimanfaatkan untuk memberikan alert otomatis kepada warga negara. Pesan dikirim secara otomatis ke smartphone sesuai dengan deteksi lokasi dari orang tersebut.
Peringatan darurat dilakukan agar masyarakat memahami potensi terkena wabah dan melakukan tindakan preventif atas hal tersebut.
2. Sistem Informasi Berbasis One Person One ID
Pencatatan data kependudukan menerapkan sistem One Person One ID. Data setiap warga negara tercatat rapi dalam database negara dengan mengandalkan interkoneksi antarlembaga.
Satu warga negara satu ID akan memudahkan penanganan masalah apa pun, termasuk kesehatan. Pencatatan yang ada mulai dari nasabnya (memudahkan untuk pencarian perwalian dan juga waris), harta yang dimiliki (dilakukan update setahun sekali, sehingga akan senantiasa diketahui siapa yang terkategori kaya dan siapa yang terkategori miskin), hingga rekam medis warga negara tersebut.
Dengan teknologi Big Data ini akan memudahkan negara untuk membuat keputusan dalam menangani wabah Negara Khilafah dapat memetakan penanganan yang tepat bagi warganegara didasarkan pada data yang terintegrasi ini.
3. Meminimalkan penularan virus ke tenaga medis
Pasien yang terpapar virus wajib dilakukan isolasi. Support penuh kebutuhan tenaga medis dilakukan agar tidak banyak memakan korban. Hal yang mengandung risiko penyebaran virus terutama kepada petugas medis akan diminimalkan.
Salah satunya adalah dengan mengembangkan teknologi Artificial Intelligence (AI) untuk membantu penyembuhan pasien. Pemanfaatan robot berbasis Artifcial Intelligence untuk menangani pasien berisiko tinggi, hingga menyemprotkan cairan disinfektan di beberapa tempat yang terpapar virus.
Strategi Khilafah Menangani Bencana
Islam merupakan agama sempurna dan paripurna, yang memiliki aturan atas segala sesuatu dan bersifat integral. Ketika Khilafah Islam kembali tegak, akan dilakukan implementasi bersamaan antara ilmu langit dan ilmu bumi.
Dengan ilmu langit, khilafah mengajarkan kepada rakyat tentang pentingnya iman, takwa, dan tawakal. Bahwa bencana apapun adalah iradah Allah untuk menguji siapa manusia yang lebih baik amalnya. Karenanya, bencana akan mengantarkan manusia menjadi lebih taat
Pada saat yang bersamaan, ilmu bumi juga dikembangkan dengan maraknya riset di bidang sains dan teknologi. Bencana apa pun membuat warga negara semakin cerdas. Riset dilakukan untuk mempelajari sifat-sifat bencana.
Selanjutnya membuat mitigasi plan untuk pencegahan, membuat prediksi, memperhitungkan kejadian, hingga membuat peringatan dini. Negara Khilafah yang memiliki visi akan memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bencana. Dengan demikian, negara Khilafah Islam tidak akan gagap dalam mengambil keputusan.
Keunggulan sistem politik Khilafah Islam inilah yang mengantarkannya menjadi negara adidaya, mandiri, dan terdepan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukan menjadi negara satelit yang senantiasa mengimpor teknologi sisa dari negara lain. Dalam kondisi ini, predikat sebagai umat terbaik akan kembali teraih.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (TQS Ali ‘Imran 110).
Sumber : MuslimahNews.com
Posting Komentar