Sudah 30 Hari Dijanjikan Jokowi Tapi Harga BBM Belum Turun, Harusnya Rp 5.000-an
Pada 18 Maret 2020 atau 30 hari yang lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para menterinya mengkalkulasi rencana penurunan harga BBM subsidi maupun nonsubsidi. Jokowi menekankan harga BBM bakal turun seiring dengan merosotnya harga minyak dunia ke level USD 30 per barel.
Harga minyak mentah dunia memang menunjukkan penurunan tajam. Dikutip dari oilprice.com, Kamis 916/4), harga minyak jenis Brent Crude berada di level USD 28,37 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) di level USD 20,24 per barel. Namun sampai sekarang harga BBM di Indonesia belum turun.
Dasar perhitungan harga keekonomian BBM eceran adalah rata-rata harga minyak dunia per barel, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama sebulan terhitung mulai tgl 25 bulan sebelumnya sampai tanggal 24 bulan berikutnya.
Kemudian ditambah biaya transportasi kapal, biaya penyimpanan, distribusi, margin usaha maksimal 10 persen, losses dan PPN serta PBBKB ( Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor), penjumlahan semua itulah menjadi harga keekonomian BBM eceran di sejumlah SPBU, begitulah isi perintah Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
Menurut hitungan Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, harga keekonomian BBM Premium sekarang turun dari Rp 8.400 per liter menjadi sekitar Rp 4.800 hingga Rp 5.000 per liter.
"Harga keekonomian (BBM Premium) saat ini sekitar Rp 5000. Dulu nilai keekonomiannya Rp 8.400," kata dia kepada kumparan, Sabtu (11/4).
Rudi menjelaskan, angka keekonomian BBM Premium mencapai Rp 8.400 itu merupakan harga saat minyak mentah periode tahun 2012.
Kala itu harga minyak mentah diasumsikan berada di level USD 105 per barel, dengan kondisi nilai tukar rupiah masih kuat di level Rp 10.000 per dolar Amerika Serikat.
Sedangkan saat ini kondisi pasar global sangat jauh berbeda. Rupiah melemah terhadap AS di level Rp 16.000 dan harga minyak dunia diasumsikan USD 40 per barel.
"Jadi Rp 8.400 x Rp 15.000 / Rp 10.000 × USD 40 / USD 105 = Rp 4.800. Itu semua sudah termasuk PPn dan keuntungan Pertamina 10 persen," terangnya.
Sementara, menurut Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, harga BBM di Indonesia harusnya sudah turun sekitar 35 persen.
"Harga minyak dunia sudah turun sekitar 50 persen, kurs melemah sekitar 15 persen. Artinya harga BBM bisa turun sebesar 35 persen," kata Said Didu melalui akun twitter pribadinya yang dikutip kumparan Selasa (14/4).
Karena itu, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan janji penurunan harga BBM. Ketika masyarakat dunia sedang menikmati harga minyak murah, rakyat Indonesia malah dipaksa membeli dengan harga tinggi.
"Tentu wajar kalau publik di sini bertanya kapan ya Pertamina bisa menurunkan harga BBM, karena harga jual bensin RON 95 (Euro 4) di SPBU Malaysia ecerannya Rp 5.200 per liter, sementara Pertamina sampai saat ini masih menjual bensin Pertamax RON 92, RON-nya di bawah RON 95, seharga Rp 9.000 per liter," tuturnya kepada kumparan, Kamis (16/4).
Menurut Yusri, kemampuan ekonomi mayoritas rakyat menurun tajam, sehingga sikap bungkam pejabat tinggi Kementerian ESDM dan Pertamina terhadap status harga BBM sampai saat ini patut dipertanyakan. "Mengapa tidak ada empati sedikit pun atas kesusahan rakyat?" tutupnya. [kumparan]
Posting Komentar