Terlanjur Slowdown, Rakyat Bisa Down
Oleh : Ummu Tsabita Nur
(Pegiat Dakwah dan Praktisi Pendidikan)
Penamabda.com- Setelah berkali-kali kita menyaksikan ketidak-singkronan pemerintah pusat dan daerah dalam penanganan wabah covid-19, munculah kesimpulan bahwa terjadi kegagapan pada diri pemimpin.
Ketika diminta untuk segera lockdown, mereka emoh. Malah slowdown. Terakhir ketika kebijakan PSBB yang ditelorkan, plus sejumlah rencana untuk membantu rakyat yang terimbas covid-19. Lagi-lagi tak serta merta bisa membantu wong cilik. PSBB atau pembatasan sosial berskala besar ini dipilih pemerintah karena dianggap sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Jika keadaan menjadi parah dan tak kondusif maka Presiden juga menyiapkan darurat sipil berdasarkan aturan lama yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Nah !
Yang kena imbas : wong cilik
Dari berbagai kebijakan yang terkesan slowdown alias lamban. Pihak yang paling menderita adalah rakyat kecil.
Meski rezim sudah menyiapkan program JPS (jaring pengaman sosial) yang meliputi 6 program. Dengan total anggaran sebesar Rp 405,1 triliun, dan sebanyak Rp110 triliun akan digunakan untuk jaring pengaman sosial.
Program "manis" di telinga rakyat ini, meliputi :
Pertama, PKH jumlah penerima dari 9,2 juta jadi 10 juta keluarga penerima manfaat, besaran manfaatnya dinaikkan 25 persen. Misalnya ibu hamil naik dari Rp2,4 juta menjadi Rp3 juta per tahun, komponen anak usia dini Rp3 juta per tahun, disabilitas Rp2,4 juta per tahun, dan 'katanya' kebijakan ini efektif April 2020.
Kedua, soal kartu sembako. Jumlah penerimanya akan dinaikkan menjadi 20 juta penerima manfaat dan nilainya naik 30 persen dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu dan " janjinya" akan diberikan selama 9 bulan.
Program ketiga, soal kartu prakerja. Anggaran kartu prakerja dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. (Ini yang masuk janji kampanye kemaren, bukan ya?)
Keempat, terkait tarif listrik untuk pelanggan listrik 450 Va yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan. Yaitu April, Mei, dan Juni 2020. Sementara untuk pelanggan 900 Va yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen. Mereka hanya membayar separuh untuk April, Mei, dan Juni 2020.
Kalau yang ini ternyata menjadi kabar yang cukup menyenangkan. Namun setelah tau S&K -nya tak semua bisa dapat diskon meski dia memakai listrik 900 Va, mereka jadi gigit jari.
Kelima, untuk mengantisipasi kebutuhan pokok, pemerintah mencadangkan Rp 25 triliun untuk operasi pasar dan logistik.
Keenam, relaksasi atau keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja informal, baik ojek daring, sopir taksi, UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp 10 M. (Suara.com)
Yah, meski kebijakan telah diambil dan jaring pengaman pun telah dirancang, tapi banyak pihak menyangsikan hal itu akan efektif. Bahkan mereka memandang kebijakan ini adalah bentuk cuci tangan pemerintah dari mengurusi rakyatnya secara full. Masih pilih-pilih dan penuh persyaratan.
Apalagi pemerintah belum dapat memastikan sistem penyaluran jaring pengaman sosial (social safety net) karena terkendala pendataan pekerja informal yang terdampak virus Corona.
Menteri Keuangan mengungkapkan anggaran ini "belum bisa cair" karena pihaknya masih mencari data pekerja di sektor informal. “Data mengenai itu belum lengkap. Indonesia tidak seperti negara lain yang NIK-nya sudah lengkap,” ujarnya.
Fakta di lapang, rakyat sebenarnya sangat berharap kepada negara.
Ibarat ayam kalau dikandangin (#DiRumahAja), ya dkasih makan. Bukan disuruh cari makan sendiri.
Rakyat kalau diminta pilih apakah takut kena corona atau takut tak bisa cari makan? Bagi wong cilik, yang nafkahnya harian jawabnya sederhana " kalau keluar ( kerja maksudnya) belum tentu kena virus. Tapi kalau ga kerja udah pasti ga bsa makan ".
Lalu ketika berhadapan dengan kondisi ini negara menghimbau untuk "di rumah aja" dan jangan mudik, tapi masih hitung-hitungan untuk memenuhi kebutuhan rakyat!! Sedih juga rasanya.
Di saat normal saja mereka harus berjuang keras untuk tetap survive, apalagi di saat wabah begini. Mau sampai kapan rakyat cuma dikasih "janji manis" terus?
Peran Sentral Negara
Kita sekarang berhadapan dengan wabah, bukan hanya sekedar penyakit. Tak bisa hanya diatasi dengan himbauan plus anjuran. Lalu mengira-ngira bahwa sekian juta rakyat membutuhkan jaring pengaman sosial. Tanpa memastikan betulkah segitu saja yang perlu JPS, dan bagaimana mekanisme penyalurannya?
Negara harus serius mengurusi rakyat
karena untuk itulah penguasa dipilih atau duduk di kursi kekuasaan. Namun nyatanya mereka abai dan terkesan membiarkan rakyat berjuang sendiri. Orang yang kuat (imunitas tinggi dan punya uang) bisa bertahan. Sedangkan yang lemah dirawat sekadarnya atau tidak sempat menjangkau faskes, harus down bahkan bisa tumbang.
Di negri +62 yang tewas sudah lebih dari 200 kasus per 6 April. Belum lagi jumlah ODP atau PDP yang tewas, bila ditotal sudah lebih dari itu. Miris.
Begitulah konsep kapitalisme dengan herd imunity- nya. Berbeda dengan Islam dalam menyikapi wabah. Negara punya fungsi sentral dalam dien mulia ini. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai pemelihara urusan rakyat dan pelindung dari segala keburukan.
Nah saat terjadi wabah, dengan gercep negara Islam melakukan pembatasan wabah di daerah asalnya (lockdown syar’i), sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw : “Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu; Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).
Hal ini menjadi kunci keberhasilan pemutusan rantai wabah dengan segera ke wilayah mana pun. Sebab, tidak ada peluang si virus jalan-jalan dan menyebabkan pandemi Covid-19 ke seluruh dunia dengan sangat cepat seperti sekarang.
Dalam keadaan normal pun Islam mewajibkan negara menjamin kebutuhan publik seperti pangan, sandang dan papan sesuai dengan mekanisme syar'i.
Termasuk juga kebutuhan akan kesehatan dan pendidikan.
Apalagi di saat wabah, negara harus menjamin semua kebutuhan warga daerah tersebut tanpa kecuali. Ketika negara meng-karantina orang yang sehat dan isolasi kepada yang terbukti sakit setelah screening (penyaringan) melalui tes dan pemeriksaan cepat yang akurat. Dengan edukasi dan jaminan full seperti ini, maka tak menimbulkan kecemasan akan nasib mereka serta keluarga. Karena pangan dipasok agar warga yang dikarantina bisa #DiRumahAja. Tak perlu cari makan / nafkah.
Tak perlu pilih-pilih dalam menyalurkan kebutuhan pokok rakyat. Tak perlu urus kartu ini dan itu, sebagaimana kini kalau mau dapat JPS. Semua karena dana di dalam kas negara (Baitul Mal) sanggup menjamin semua kebutuhan rakyat.
Dana yang besar diperoleh dengan pengelolaan secara optimal dan benar seluruh aset negara , juga SDA yang berlimpah. Bahkan dengan dukungan full negara masalah keterbatasan APD, fasilitas faskes yang kurang memadai, termasuk obat dan penelitian vaksin bagi wabah adalah perkara yang sangat niscaya.
Memang sudah saatnya kapitalisme di-shutdown karena tak mampu memenuhi hak-hak seluruh rakyat. Ganti dengan sistem yang diberkahi-Nya, Islam. [PM]
Posting Komentar