Kebijakan Gegabah, New Normal: Antara Trend Global dan Kesiapan Internal
Oleh : Arifah Azkia N.H (Aktivis Mahasiswa Suarabaya)
Penamabda.com - Kebijakan New normal yang digaungkan pemerintah di tengah pandemi covid-19 menjadi trending perbincangan dan mendapat sorot kritik dari berbagai khalayak. Pasalnya, dengan menelaah kondisi kritis semakin signifikannya jumlah kasus korban pandemi, sangatlah perlu adanya perhatian penuh negara untuk menyelesaikan dan mengambil kebijakan yang tepat, jelas dan bersolusi.
Karna sejatinya pemimpilah yang punya kendali, dan memiliki tugas mengayomi negri, dan sudah seharusnya rakyat bergantung kepada kebijakan dan arahan pemipinnya.
Semua semudah itu jika kebijakan demi kebijakan ynag dilahirkan benar-benar bersolusi. Tidak malah menjadi aturan kebijakan tambal sulam. Mengingat acap kali awal mula terhitungnya korban positif di umumkan, semenjak itu juga banyak kebijakan yang serampangan diambil, kebijakan gegabah demi perolehan asas manfaat semata. Bahkan pemerintah dinilai tak mampu menanggung semuanya.
Dari istilah lockdown, diganti karantina wilayah, sampai haluan ke PSBB, dan sekarang kita ditampar lagi dengan istilah new normal life, jika kita menganalisa kembali, kejamkah kalo masyarakat banyak yang menganggap pemerintah enggan menanggung beban hidup rakyatnya, dengan dalih ekonomi?
Terlebih, menelisik terkait kebijakan new normal yang dianggap gegabah ditengah pandemi, maka istilah new normal atau disebut juga dengan new normal life lebih cendurung pada dunia perekonomian atau bisnis yang artinya kenormalan baru, terkadang juga disebut kewajaran baru atau kelaziman baru, yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan, resesi global, dan pandemi COVID-19 seperti yang terjadi saat ini.
Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa isu normal baru yang diusung pemerintah sebenarnya adalah fokus pada upaya pendapatan perekonomian semata, tanpa mengindahkan dampak buruk yang akan menyusul pula bahkan lebih memperparah kondisi. Kebijakan baru new normal mulai di gaungkan kembali ditengah perekonomian yang mulai terguncang membuat sejumlah negara mulai melonggarkan kebijakan terkait mobilitas warganya, dan menjadi trend global seperti adanya new normal saat ini.
Sedangkan puncak pandemi belum dilewati bahkan kasus cenderung naik. Akibatnya, prediksi-prediksi yang mengatakan puncak pandemi pada awal Juni akan mundur hingga akhir Juni maupun awal Juli. Sedangkan di lain sisi, dampak dari perbincangan new normal belakangan ini buat masyarakat alami pandangan, kebebasan tanpa melihat potensi penyebaran virus corona (permisivisme). Hal ini akan memperparah keadaan bahkan nyawa akan menjadi taruhan karna seolah semua sudah bebas dan normal, maka yang akan terjadi adalah "yang kuat yang bertahan hidup (herd immunity)."
Dilansir dari pernyataan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dr Hermawan Saputra mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal. Menurut dia belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari. Kebijakan ini sangat terlihat gegabah ditengah kondisi kritis pandemi covid-19. Bahkan Pakar Kesehatan menyatakan New Normal Ada 4 Kriteria, RI Belum Penuhi Syarat untuk kesiapan pemberlakuan aturan tersebut.
4 pra syarat diantaranya yaitu pertama, syaratnya harus sudah terjadi perlambatan kasus. Dua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB. Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal. Dam dalam hal ini pakar kesehatan menilai masih belum berlangsung dan jauh dari kelayakan penerapan new normal. (Merdeka.com)
New Normal dalam Perspektif Islam
New normal dari pandangan Islam yakni, dimulai dari kehidupan normal, tidak bisa jika dari kehidupan yang belum normal seperti saat ini. Kehidupan normal dalam Islam terhindar dari situasi darurat. Dalam aqidah fiqih menghindarkan kerusakan atau kerugian diutamakan atas upaya membawakan keuntungan atau kebaikan (dar’ul mafâsid muqoddam ‘alâ jalbil masholih). Untuk itu dalam aspek ajaran Islam menekankan kepada pencegahan melalui konsep bersuci (taharah), memelihara agama, Jiwa, Keturunan, harta, dan akal semua itu sebagai kewajiban menuju kehidupan new normal, dalam pandangan Islam.
Islam mengatur tata kehidupan manusia normal untuk mendapatkan kebahagian baik hidup di dunia maupun akhirat nanti. Sehingga umat muslim akan terdorong untuk selalu melaksanakan tindakan yang normal dan bermanfaat bagi orang lain. Perbuatan yang normal menjadi awal bangkitnya sebuah masyarakat dan bangsa menuju ke arah perubahan yang lebih baik.
Kembali pada fungsi adanya sosok pemimpin, maka tidaklah cukup jika terterapkannya sistem fasad yang bercongkol di tengah-tengah kehidupan ini yang mana senantiasa menyandarkan keputusan akal semata, sungguh tidaklah akan pernah menjadi solusi dan terpecahkannya berbagai problatika umat. Karna jika kita telaah lebih dalam, negara ini sudah pernah dipimpin oleh presiden dari berbagai background, dari proklamator, TNI, Ulama', seorang wanita, sampai oramg biasa, tetapi kita sudah melihat hasil sejauh ini, tidak banyak yang berubah, bukan karna mereka tak bisa memimpin, tapi karna pola kepemimpinan yang diterapkan masih sama. Yaitu sistem, jika sistemnya sudah rusak, siapapun yang memimpin akan tetap tak akan membawa perubahan hakiki.
Sistem yang menggunakan landasan hukum buatan manusia, jelas akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan sebagian orang demi asas manfaat di dalamnya, hingga pada taraf akan senantiasa abai dan merugikan banyak orang hingga terjadinya kedzoliman karna jauhnya pemahaman islam yang tertancap. Sungguh, umat sangat membutuhkan adanya suatu institusi dan pemimpin yang senantiasa menyandarkan aturan kehidupan berdasarkan hukum syara' dan sistem aturan yang bersumber dari sang khaliq. Karna sesungguhnya syariah islam memelihara agama, jiwa, akal ,dan harta benda manusia dengan sangat sempurna. Dengan itu kehidupan masyarakat pun menjadi tenang, tenteram dan bahagia serta dijauhkan sejauh-jauhnya dari hal-hal yang bisa merusak ketenteraman dan kebahagiannya. Maka inilah sesungguhnya, the real of normal life.
Wallahu a'lam bissowab
Posting Komentar