KULIAH DARING BERAKHIR PETAKA
Oleh: Andi Sriwahyuni, S. Pd (Pemerhati Pendidikan)
Penamabda.com - Seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) berinisial RS dikabarkan meninggal dunia usai terjatuh dari menara masjid saat mencari sinyal internet untuk mengerjakan tugas kuliah secara online (Makassar terkini.id, 06/05/2020)
Sontak, kabar ini sangat menyedihkan. Mahasiswa yang seharusnya stay at home untuk mencegah penularan covid-19, namun karena kewajibannya yang ingin ditunaikan mereka rela berkorban melakukan apapun termasuk menelusuri berbagai tempat yang bisa terkoneksi dengan jaringan yang memadai. Dari menara masjid sampai ke gunung-gunung. Alhasil, nyawa pun menjadi terancam. Bahkan sudah ada yang menelan korban jiwa.
Ditengah pandemi ini, kuliah daring adalah satu-satunya solusi agar pembelajaran tetap berjalan. Namun, koneksi jaringan buruk menjadi hal yang amat menghambat dalam online learning. Apatah lagi bagi mahasiswa yang tinggal di daerah pedalaman. Mereka harus mendaki gunung dulu berjam-jam dengan cuaca yang tidak bersahabat pula. Seperti yang dialami oleh sekelompok mahasiswa di Mamasa, Sulawesi Barat. Dukanya lagi, ketika mereka baru sampai di puncak namun terlambat, terpaksa dianggap alfa oleh dosen.
Keselamatan dan kesehatan mahasiswa dan warga kampus adalah hal yang utama," ujar Mendikbud di Jakarta setelah menyampaikan kepada semua kampus untuk belajar daring akibat pandemi (Kompas.com, 16/3/2020). Nyatanya, harapan tidak sesuai dengan realita.
Walaupun kampus sudah bekerja sama dengan provider untuk memberikan akses internet gratis namun hanya sebagian kecil yang mampu merasakannya. Karena di Indonesia sendiri jumlah perguruan tinggi mencapai 4.700, baik negeri maupun swasta. Sedangkan yang dibebaskan internetnya baru 200an perguruan tinggi dan itupun menuai polemik. Adapun bantuan kampus berupa kouta namun masih banyak yang mengeluh. Sekalipun mahasiswa yang sudah menerima subsidi kuota untuk kuliah online namun bagi yang tinggal di daerah pedalaman terpaksa mereka mencari koneksi jaringan di tempat-tempat ekstrem tanpa mengindahkan keselamatan dan kesehatan mahasiswa.
Orientasi profit?
Sebelum adanya pandemi fasilitas dan kualitas pendidikan sudah menuai polemik. Jika ditelusuri, kebanyakan hanya orang-orang kaya saja yang dapat mengakses pendidikan yang layak, sementara yang lain minim bahkan banyak yang harus tersungkur di kolong-kolong jembatan. Selain itu berbagai fakta permasalahan pendidikan terjadi seperti guru dan birokrasi pendidkan korup dan berkualitas rendah, mahasiswa mengundurkan diri sampai bunuh diri karena tidak mampu membayar uang kuliah, aktor-aktor pendidikan menjadi antek negara yang membodohi rakyatnya dan sekelumit problematika lainnya.
Penerapan prinsip kaum kapitalis menjadikan profit menjadi orientasinya. Mereka tak akan peduli dengan rakyat yang tidak mampu. Asas manfaat menjadi tolak ukur kaum kapitalis dalam mengeluarkan kebijakan bukan untuk kepentingan seluruh masyarakat. Sehingga, berapapun dana yang dialokasikan untuk pendidikan realisasinya minim di lapangan. Jadi harapan untuk memperoleh pendidikan yang layak bagi masyarakat yang tidak mampu dalam finansial hanyalah impian semata.
Kalaupun pelajar mendapat scholarship, tetap saja tak mengubah pendidikan yang materialistik. Justru scholarship kemungkinan besar dimanfaatkan sebagai ajang untuk bisnis yang menguntungkan, sebagai salah satu wadah yang efisien untuk memyembunyikan kedzoliman pemerintah dalam dunia pendidikan, serta berpotensi melahirkan generasi individualistik serta sekuler jika tidak dipahamkan dengan aqidah yang lurus.
Islam Memandang
Islam adalah agama sekaligus sistem pemerintahan yang mengatur segala lini kehidupan termasuk pendidikan. Tujuan pendidikan dalam Islam yaitu untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni (1) kepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai. Dengan tercapainya tujuan tersebut, Islam akan unggul dibanding sistem lainnya selain Islam seperti kapitalisme maupun sosialisme.
Menurut siroh nabawiyyah, pendidikan di masa kejayaan Islam terbukti telah melahirkan manusia-manusia unggul. Di antaranya adalah Mushab bin Umair (duta pertama Islam), Imam al-Syafii, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Hanafi, Al-Ghazali, Ibn Taymiyah, Ibnu Sina, Al-Khawarismi, Aisyah binti Abu Bakar, Maryam Al-Asturlabi dan masih banyak lagi. Mereka adalah generasi yang memiliki kekhasan karakter, yaitu memiliki ketinggian ilmu dan tingkat ketakwaan.
Tentu saja, lahirnya generasi ummat seperti mereka karena adanya tanggung jawab penuh oleh Negara. Negara memiliki otoritas dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, termasuk penyediaan dana yang mencukupi, sarana, dan prasarana yang memadai dan SDM yang bermutu.
Dan dengan bertumpu pada dua elemen besar yakni politik dan ekonomi Islam maka akan menunjang penyelanggaraan layanan umum (public service) untuk setiap warga negara termasuk pendidikan. Dalam politik Islam, kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan diterapkan sesuai dengan hukum syara. Ketaatan terhadap hukum syara akan membentuk karakter peserta didik menjadi manusia salih sekaligus muslih. Sehingga tidak akan ditemui generasi yang tidak produktif (tidak kritis dan subversif) terlebih generasi sampah. Sedangkan dalam ekonomi Islam, pendidikan digratiskan dengan anggaran dana diambil dari hasil pengelolaan sumber daya alam oleh negara seperti tambang, listrik, hutan, gas dan lain-lain. Jadi pemasukan negara untuk kemaslahatan rakyat bukan dari pajak yang justru memalak rakyat.
Dengan demikian walaupun terjadi pandemi maupun tidak, proses belajar mengajar akan tetap berjalan dengan kondusif sebab sistem dibawah naungan Islam akan menjamin tersedianya fasilitas yang memadai serta pengajar yang berkompeten dibidangnya masing-masing. Sehingga terlahirlah generasi ummat yang berkepribadian Islam sekaligus ummat yang unggul dalam bidang sains maupun iptek.
Oleh karena itu, wajar saja jika sistem Islam harus segera diterapkan di negeri ini mengingat kebobrokan pendidikan materialistik dalam sistem kapitalisme semakin merebak... Para intelektual seyogyanya ikut andil dalam memperjuangkan sistem Islam yang bersumber dari sang Khalik untuk diterapkan di negeri ini dalam menjalani kehidupan dunia.
"Siapa saja yang mati, sementara dipundaknya tidak ada baiat kepada Khalifah maka dia mati dalam keadaan berdosa, seperti mati jahiliyyah” (HR.Muslim).
Wallahu alam bi shawab.
Posting Komentar