Menurunnya Kasus Corona, Semoga Tak Sekadar Dalam Kurva
Oleh: Hasriyana, S.Pd
(Pemerhati Sosial Asal Konawe, Sultra)
Penamabda.com - Ramadan tak terasa akan meninggalkan kita, namun tidak seperti wabah virus Corona yang belum ada tanda-tanda untuk berakhir. Masyarakat masih diliputi ketakutan akibat wabah virus tersebut. Walau data dari pemerintah mengalami penurunan jumlah kasus positif corona, tapi apakah menurunnya kasus corona benar adanya dan tak sekadar dalam gambaran kurva?
Sebagaimana dilansir dari the convertation.com (08/05/2020) Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengklaim laju kenaikan kasus harian COVID-19 di Jakarta, pusat pandemi Indonesia, sudah melambat. Klaim lainnya, kurva kasus coronavirus mulai mendatar sebagai efek dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah berjalan sejak 10 April 2020.
Penurunan angka positif Corona pun yang diklaim pemerintah justru menuai banyak perdebatan. Bagaimana tidak, di tengah kebijakan pemerintah yang banyak membingungkan masyarakat seperti bolehnya pulang kampung, tapi tidak boleh mudik. Hal itu tak sedikit membuat masyarakat mengabaikan aturan pemerintah.
Sementara itu, untuk mendukung klaim bahwa laju kenaikan kasus covid-19 sudah melambat, pemerintah bahkan mengkampanyekan "Gerakan Kurva Landai". Gerakan Ini merupakan seruan agar kasus positif virus corona bisa berkurang dan tak menularkan ke orang lain.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan gerakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus dengan cara memastikan tidak menularkan orang lain begitu juga sebaliknya. Ia mengatakan bahwa caranya ubah perilaku, jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, dan menjaga imunitas (Cnbcindonesia.com, 09/05/2020).
Jika menilik apa yang menjadi kebijakan pemerintah, dengan melihat menurunnya sedikit demi sedikit korban covid-19, maka sepertinya ada angin segar untuk masyarakat, tapi fakta di lapangan justru sebaliknya. Seperti dilansir dari detik.com (09/05/20) Tim Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) menuliskan, hingga saat ini Indonesia belum menampilkan kurva epidemi COVID-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.
Tim EOCRU menyatakan bahwa masalah utamanya, sudah 68 hari setelah kasus pertama COVID-19 diumumkan, Indonesia belum menampilkan kurva epidemi COVID-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi. Karena itu, adanya klaim terjadinya penurunan kasus baru COVID-19 cukup meragukan.
Hal ini juga diragukan oleh epidemiolog dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran (Unpad), Bony Wien Lestari, karena hingga saat ini angka pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 masih terus melonjak. Per 8 Mei 2020, ada 13.112 kasus positif Covid-19 di Indonesia, dengan penambahan 336 pasien Covid-19 dalam 24 jam terakhir (Covid19.go.id).
Apa yang diklaim pemerintah dari menurunnya kasus covid-19 karena adanya efek dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang konon menuai hasil yang signifikan. Sehingga hal ini seolah menunjukkan bahwa pemerintah berhasil menekan virus corona. Dari itu, ini dikhawatirkan masyarakat akan mengendurkan kedisiplinan dan kendali untuk kurang waspada dengan penyebaran virus tersebut.
Ditambah lagi kebijakan moda transportasi akan kembali diizinkan aktif seperti sedia kala. Sesuai dengan keputusan Menhub bahwa mulai kamis ini seluruh moda transportasi akan kembali beroperasi dengan persyaratan memenuhi protokol kesehatan.
Padahal jika seluruh moda transportasi telah dibuka, maka masyarakat kemugkinan besar akan ramai mudik atau pulang kampung tanpa mengindahkan penyebaran virus. Hal ini tentu sangat dikhawatirkan, karena dapat memicu meningkatnya kasus covid-19 yang katanya telah mengalami penurunan berdasarkan kurva yang diungkapkan oleh pemerintah.
Hal itu seolah menyatakan betapa pemerintah mengambil kebijakan yang begitu riskan, mengingat kasus covid-19 secara nasional jumlahnya masih mengalami peningkatan.
Tentu kebijakan tersebut menjadi tanya besar, apakah ada maksud lain dari gambaran landainya kurva tersebut di tengah masih banyaknya kasus positif corona di negeri ini?
Pemerintah sendiri, diwakili Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan beralasan, langkah itu ditujukan membantu ekonomi negara yang terus melemah karena pandemi Covid-19. Jika investasi jalan, maka roda ekonomi pun lancar berputar. Demikian dalihnya.
Inilah wajah buruk sistem kapitalisme yang mana kepentingan ekonomi seakan tak kalah penting dari nyawa masyarakat. Maka jangan salahkan rakyat, jika mereka beranggapan penguasa yang ada lebih mementingkan kepentingan para pengusaha dibanding rakyat jelata.
Berbeda dengan sistem buatan manusia, Islam adalah agama yang mampu menyelesaikan seluruh persoalan karena berasal dari pencipta yaitu Allah swt. Di mana dalam Islam seorang pemimpin wajib menjaga kehormatan, jiwa, harta dan menjamin terpenuhinya semua kebutuhan rakyat dengan baik. Karena seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya, Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR Bukhari dan Muslim).
Di dalam sistem Islam pun, negaralah yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk mengatur segala sumber daya (alam dan manusia) dan mengelola semuanya untuk mencari solusi terbaik. Sehingga jika kondisi pandemi seperti sekarang, bukan perkara yang sulit untuk negara memenuhi semua kebutuhan hidup rakyatnya. Pemerintah pula yang akan mengatur semua kekayaan negara dan menyediakan kebutuhan pangan serta menyalurkannya kepada rakyat, tanpa harus berbelit dan dipersulit.
Karena itu tak ada yang bisa menggantikan semua peran negara tersebut. Semuanya itu hanya akan bisa terwujud jika sistem pengaturan segala aspek kehidupan masyarakat didasarkan pada hukum yang bersumber dari-Nya dan diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Rasulullah saw. bersabda yang artinya, Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka. (HR Ibnu Asakir, Abu Nuaim).
Oleh karena itu, sulit menghilangkan wabah tersebut berlalu dari negeri ini, jika kebijakan yang diberlakukan masih setengah hati, apalagi masih mempertimbangkan untung rugi dalam masalah ekonomi. Karenanya hanya kembali pada aturan-Nya, yakni melalui penerapan hukum-hukum-Nya, maka penguasa akan memegang konsep riayah suunil ummah (menempatkan rakyat sebagai pihak yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh negara) dan memelihara jiwa manusia. Sehingga para penguasa dalam Islam, dikenal dengan sikap takutnya, jika lalai dalam mengurusi rakyatnya. Hingga mereka selalu berusaha mendahulukan rakyatnya dibandingkan diri dan keluarganya.
Wallahu alam bi ash-shawab.
Posting Komentar