Polemik Krisis Pangan Saat Wabah Pandemi
Oleh : Mega (Mahasiswi Universitas Haluoleo, Kendari)
Penamabda.com - Lembaga dunia World Food Program mengatakan masyarakat dunia menghadapi ancaman kelaparan besar-besaran dalam beberapa bulan lagi akibat resesi ekonomi yang dipicu pandemi COVID-19. Saat ini ada 135 juta orang menghadapi ancaman kelaparan. Proyeksi dari WFP menunjukkan jumlahnya bisa meningkat dua kali lipat menjadi 270 juta orang. Jumlah ini masih bisa bertambah karena ada sekitar 821 juta orang yang kurang makan. Sehingga, total warga dunia yang bisa mengalami bencana kelaparan melebihi 1 miliar orang. (Tempo.com, 23/04/2020)
Dilansir pula dari (Kumparan.com, 25/04) David Beasley, selaku Direktur Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP), mendesak pemerintah di setiap negara agar bertindak secepatnya demi menghentikan ancaman kelaparan yang bisa menimpa 265 juta orang di dunia akibat pandemi virus corona. Beasley juga menegaskan waktu yang tersedia saat ini cenderung singkat dan sudah semestinya para pemimpin dunia segera bertindak sebelum ratusan juta orang kelaparan. Lebih dari 30 negara berkembang akan mengalami kelaparan dahsyat ini, dengan 10 negara di antaranya bahkan sudah memiliki lebih dari 1 juta penduduk di ambang kelaparan.
Hal yang terjadi di negeri ini, sudah Sebanyak 22 juta penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan kronis. Jumlah tersebut sekitar 90 persen dari total jumlah penduduk miskin Indonesia, yakni 25 juta jiwa. Hal tersebut terungkap dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) bersama International Food Policy Research Institute (IFPRI) bertajuk Policies to Support Investment Requirements of Indonesia's Food and Agriculture Development During 2020-2045 (Beritagar.id, 06/11/2020).
Ketimpangan Dalam Sistem Kapitalisme
Ketimpangan ekonomi yang melanda sejumlah negara bukanlah hal baru yang pengalokasian distribusi kebutuhan masyarakat timpang tindih tak merata, terlebih disaat wabah pandemi yang terjadi saat ini dalam hal pemenuhan ekonomi begitu sulit untuk terpenuhi. Aktifitas kerja yang dilakukan dari rumah tidak seluruh lapisan masyarakat dapat mengindahkannya, hal ini terlihat jelas di negara berkembang banyak mayarakat yang melakukan aktivitas kerja serabutan dan bahkan sulit untuk memenuhi kebutuhannya.
Kesenjangan antara yang kaya dan miskin pada level individu hingga antar bangsa telah menunjukkan bagaimana suramnya sistem kapitalisme saat ini. Kegagalan yang terjadi secara sistemik terlepih dipicu juga virus corona ini telah memperkuat kesadaran yang utuh bahwa kekayaan hanya mencolok kepada pemiliki modal yang memberikan peluang bagi siapa saja memiliki kekayaan modal besar.
Kediktatoran kapitalisme telah sewenang-wenang mengaburkan kelas ekonomi demi mulusnya sistem ini, tolak ukur pemenuhan kebutuhan didasarkan pada nilai kepuasan dengan meraup keuntungan yang sebesar-besarnya penanggulangan yang tak cepat tanggap dilakukan beberapa negara juga akan memicu krisis pangan terjadi, terlebih harus mengikuti instruksi untuk tinggal di rumah berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lagi, demi menerima segala bentuk bantuan. Namun nyatanya bantuan tak sepadan jika diperhadapkan pada tagihan rakyat yang harus mereka bayar terus meningkat.
Maka diperlukan upaya untuk melakukan antisipasi agar tidak terjadi krisis pangan dunia melanda seluruh negeri karena ini akan sangat berbahaya efeknya jika dibandingkan dengan wabah pandemi Covid-19.
Banyak masyarakat yang akan lebih memilih untuk memperjuangkan nasib ekonomi dibandingkan dengan bertahan demi wabah pandemi, ini membutuhkan perhatian yang serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan pada umumnya. Krisis pangan yang terjadi saat ini malah menunjukkan kapitalisme gagal mengatasi masalah pangan, kondisi semakin buruk menjadi salah satu tanda kehancuran peradaban dibawah hegemoni kapitalisme, maka dibutuhkan solusi yang sistematis yang mampu mengentaskannya.
Islam dan Ketahanan Pangan
Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahan pangan, Islam memandang bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi per Individu, seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang mengalami kelaparan.
Syariah Islam menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti penimbunan, kanzul mal (QS at-Tawbah [9]: 34), riba, monopoli, dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar.
Dari aspek manajemen rantai pasok pangan, kita dapat belajar dari Rasul saw yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.
Praktek pengendalian suplai pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al–‘Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, “saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut”.
Demikianlah konsep dan nilai-nilai syariah Islam memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah pangan, terlebih saat ini wabah pandemi Covid-19 melanda secara global yang akan menuai krisis pangan, upaya ini harusnya benar-benar untuk dilaksanakan secara utuh demi mengahapus ketimpangan dan mewujudkan mitigasi dan penangan yang tepat saat kondisi saat ini.
Konsep tersebut tentu baru dapat dirasakan kemaslahatannya dan menjadi rahmatan lil alamin bila ada institusi negara yang melaksanakannya. yakni segera kembali pada aturan-aturan Islam. Lagi-lagi, di sinilah pentingnya penguasa negeri ini untuk segera menerapkan syariah Islam secara total dalam kehidupan, termasuk dalam mengentaskan ketahanan pangan.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.
Posting Komentar