-->

Tarif Listrik Meroket Tinggi, Rakyat Menjerit Lagi!

Oleh : Normaliana, S. Pd (Pengajar di MTsN 2 HSU)

Penamabda.com - Keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang makin meroket, kini kembali membuat masyarakat semakin menjerit. Betapa tidak, Kenaikkan tarif listrik lagi dan lagi benar-benar telah menimbulkan kesusahan yang makin bertambah ditengah makin parahnya wabah. Rakyat yang selama ini hidupnya sudah susah menghadapi wabah, justru makin bertambah susah dalam pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya khususnya untuk pembayaran  tarif listrik yang kini makin naik. 

Melihat lonjakan tarif listrik yang begitu mngejutkan, wajar jika muncul opini di masyarakat terkait dugaan adanya kenaikan tarif listrik yang dilakukan PLN secara sepihak. Masyarakat memperkirakan kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA. 

Terkait hal ini, PT PLN (Persero) pun angkat suara untuk merespon keluhan-keluhan tersebut, PLN mencoba meluruskan anggapan yang viral di media sosial bahwa tarif listrik akan kena penyesuaian atau naik pada periode Januari-Maret 2020.

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN. 
"Pada intinya bahwa PLN itu tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah. Kan sudah ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. Jadi PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif," ujar Bob dalam konferensi pers bertajuk 'Tagihan Rekening Listrik Pascabayar', Sabtu (6/6/2020).

Jika tarif dasar listrik terus naik dan naik lagi, hal ini tentu tidak sebanding dengan kondisi ekonomi rakyat Indonesia yang saat ini tidak stabil apalagi di masa pandemi. Masih banyak  rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan, lapangan pekerjaan yang semakin sempit dan sulit sehingga jumlah  pengangguran terus semakin bertambah akibat PHK perusahan-perusahaan yang tidak bisa beroperasi lagi saat pandemi, belum lagi dihadapkan pada biaya pembelajaran dirumah secara daring yang harus menggunakan kuota internet dan lain-lain. 
Maka, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi segala macam kebutuhan tersebut sedangkan untuk sekedar makan saja hampir pas-pasan dengan penghasilan yang tak seberapa apalagi saat pemberlakuan PSBB, justru kondisi ini akan menambah derita yang berkepanjangan. 

Ketidak seimbangan ini tentu semakin menyebabkan kondisi rakyat akan terus menjerit. Dan disaat rakyat semakin menjerit pilu, tentu sangatlah tidak wajar jika dalam suatu negara hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari penguasanya tidak menjadi prioritas utama. 

Inilah gambaran sesungguhnya, karena kesalahan kebijakan yang dijalankan. Kesalahan ini terjadi karena penguasa kaum Muslim begitu abai dan seakan tidak pernah mau peduli untuk memikirkan kesusahan rakyatnya, kecuali lebih mementingkan diri pribadi, kroni, partai dan kekuasaanya. Adanya liberalisasi sektor energy (listrik) dengan penerapan ekonomi kapitalistik. Tentu menjadikan rakyat Indonesia semakin sulit. Penerapan ekonomi kapitalis dengan liberalisasi ekonominya  yang kini kian menggurita hampir diseluruh sektor jika dibiarkan begitu tanpa suatu pengaturan yang jelas dan tegas maka selamanya tidak akan pernah mampu mensejahterakan rakyatnya. Karena, penerapan ekonomi kapitalis ini hanya mampu mensejahterakan segelintir orang yang memiliki kepentingan untuk berkuasa dan untuk .semakin mengokohkan penguasaannya atas rakyat.

Di zaman kapitalis-sekuler hari ini, Pemerintah justru berperan ganda selain menjadi penguasa juga sekaligus menjadi  pengusaha yang berbisnis untuk keuntungan semata. Tidak bisa dipungkiri, Negeri-negeri kaum Muslim selalu menjadi incaran pertarungan penjajahan ekonomi. Karena dunia Islam memang tidak pernah kekurangan sumber daya alam khususnya sumber daya energi yang sangat dibutuhkan bagi industrialisasi. Tapi ironisnya, Negeri yang kaya akan sumber energi ini, ternyata tidak bisa menjamin kelangsungan kebutuhan energi dan kesejahteraan rakyatnya. 

Dalam konsep Islam, Allah memerintahkan agar kaum Mukmin tak boleh dikuasai oleh kaum kafir, Islam telah menggariskan bahwa segala sumber daya alam yang ada, bukanlah milik negara melainkan milik ummat. Sebagaimana sabda Rasul: 

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput dan api (energi/barang tambang)” (HR Abu Dawud, Ahmad).

Air, padang rumput dan api (energi/barang tambang) merupakan sumber-sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan masyarakat. Dan yang termasuk dalam kategori api (energi) tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik. 

Begitu pula sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik yang sebagian besar berasal dari barang tambang yang merupakan hak umum (public ownership) yang tidak boleh diprivatisasi. 

Islam telah menetapkan bahwa seorang pemimpin adalah sebagai wakil rakyat yang diberi amanah untuk mengelola, mengatur produksi dan distribusi energi (termasuk listrik) untuk kepentingan rakyat. Negara harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi ini dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Keuntungan dalam pengelolaannya  harus dinikmati bersama oleh masyarakat. Haram hukumnya jika pengelolaannya harus diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta/asing, baik dalam hal kepemilikan ataupun pengelolaanya. 

Negara atau penguasa hanyalah sebagai perpanjangan tangan untuk menjalankan amanah meriayah rakyatnya. Pengelolaan segala sumber daya oleh badan usaha milik negara hakekatnya adalah bentuk dari pelayanan terhadap rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, bukan untuk kepentingan keuntungan bisnis semata. Negara boleh saja memungut tarif sebagai kompensasi biaya produksi dan distribusi barang-barang tersebut.

Dalam kepimimpinan Islam, pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin, ummat terjamin segala kebutuhan pokoknya. Karena, seorang imam adalah pengatur urusan rakyat yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas urusannya. Pengelolaan kekayaan alam yang dilakukan Pemerintah tentunya dengan prinsip ketaatan dan kesadaran sedang menjalankan semangat kepemilikan bersama yang keuntungan pengelolaannya harus benar-benar diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan dan digunakan sebesar-besarnya untuk  kemakmuran rakyat. 

Penyalahgunaan pengelolaan sumber daya alam merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi dan nilai-nilai religi.
Sejatinya, Negara harus benar-benar bertanggung-jawab akan terpenuhi kebutuhan listrik rakyatnya baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga setiap individu rakyat yang kaya atau miskin, muslim ataupun non muslim akan mendapatkan hak yang sama dengan harga murah bahkan gratis. 

Dan untuk memenuhi konsumsi kebutuhan domestik rakyatnya, Negara Khilafah akan menempuh dua kebijakan : Pertama, mendistribusikan minyak, gas dan energi lainnya kepada rakyat dengan harga murah. Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan termasuk terpenuhinya sandang, papan dan pangan.

Dengan begitu, Negara Khilafah benar-benar akan bisa mengelola energinya secara mandiri dan tidak diintervensi oleh negara manapun. Jika ini terjadi, maka hasil dari pengelolaan energi itu bukan hanya akan membawa kemakmuran bagi rakyatnya tetapi juga menjadi kekuatan bagi negara. Negara bukan saja mengalami swasembada energi tetapi juga bisa menjadikan energinya sebagai kekuatan diplomasi, sebagaimana yang dilakukan oleh Rusia terhadap Uni Eropa dan AS.

Untuk itu, Negara harus melakukan pengembangan infrastruktur energi yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan rakyatnya dan memastikan agar energi tersebut tidak diprivatisasi
oleh pengusaha asing. Karena pengembangan infrastruktur energi jika benar-benar dikelola dengan baik dan benar maka tentunya akan mampu menciptakan peluang kerja yang akan meminimalisir tingkat pengangguran dan kemiskinan. 

Namun, kondisi seperti itu hanya akan terwujud jika kita telah mencampakkan sistem kapitalisme-sekuler dan  menggantinya dengan sistem Islam, yakni sistem khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah/totalitas disegala sendi kehidupan. 

Dengan prinsip-prinsip pengelolaan listrik sesuai syariah saja lah, maka Indonesia dengan kekayaan sumber energi primernya, akan mampu memberi solusi pasti dari berbagai macam  persoalan energi termasuk polimik tarif listrik yang meroket tinggi.

Semoga saja bangsa ini nantinya akan mampu mengambil keputusan terbaik sehingga terwujud masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Aamiin. 

Wallahu a’lam.