TVRI Mau Dibawa Kemana?
Oleh : Novianti
Penamabda.com - Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) memiliki Direktur Utama (dirut) baru. Ia adalah Iman Brotoseno (Iman) yang menggantikan dirut sebelumnya Helmy Yahya. Pengangkatan yang banyak menimbulkan kritikan dari masyarakat. Hal ini terkait rekam jejak Iman sebelumnya.
Jejak digitalnya di media sosial menunjukkan cicitan lawasnya yang dianggap berbau porno. Selain itu, ia pernah menjadi kontributor artikel foto untuk Majalah Playboy Indonesia. Bukan rahasia lagi majalah pria dewasa ini sering mengabadikan tubuh modelnya dalam jepretan foto dengan segudang pose syur dan seksi.
Selain itu proses pengangkatan Iman dianggap menyalahi prosedur. Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menilai, pelantikan direktur utama pergantian antarwaktu TVRI periode 2020-2022 oleh dewan pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI melanggar Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Sebab, salah satu poin kesimpulan dalam rapat dengar pendapat (RDP), yakni meminta Dewas TVRI untuk menghentikan sementara proses seleksi calon dirut. Pelantikan Iman dinilai tidak mengindahkan hasil keputusan rapat.
TVRI sebagai lembaga penyiaran milik pemerintah memiliki tugas memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Dengan posisi strategisnya, seharusnya TVRI dipimpin oleh seorang yang berkomitmen untuk turut berkontribusi memperbaiki kondisi bangsa yang memiliki tumpukan masalah.
Sederet masalah krusial saat ini diantaranya disintegrasi bangsa, dekadensi moral, berita hoax dimana-mana, tingginya tingkat korupsi. Dan sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, TVRI seharusnya menjadi media konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat.
Sehingga wajar jika penunjukkan Iman mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Hal ini terlihat dari ramainya tagar #BoikotTVRI pasca penunjukkan Iman sebagai Dirut TVRI. Kekecewaan masyarakat ramai di jagad media sosial.
(https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20200529154541-192-508004/tagar-boikot-tvri-menggema-singgung-dirut-iman-brotoseno)
Tentunya ini menunjukkan kepercayaan publik terhadap TVRI akan cenderung melemah, dan sumber informasi jadi beralih hampir sepenuhnya kepada ‘jurnalisme warga’ yang ada di media sosial.
Kekhawatiran masyarakat sangat beralasan. Tidak dapat dihindari, media adalah alat yang paling efektif untuk melakukan hegemoni dan mempengaruhi masyarakat. Sehingga media yang rusak akan menimbulkan dampak menyeluruh dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Serbuan informasi yang penuh kebohongan, manipulasi, ibarat racun yang akan mengotori sumber-sumber air sebuah negara.
Mampukah sosok Iman menjadikan TVRI sebagai lembaga penyiaran membawa Indonesia ke arah yang lebih baik? Akan dibawa kemana lembaga TVRI oleh sosok Iman? Sementara media massa memiliki hubungan erat dengan ideologi pengendalinya, berikutnya membingkai informasi pada masyarakat.
Tingkatkan Media Literasi
Saat ini, media telah berkembang pesat luar biasa. Penduduk di berbagai belahan dunia akan saling mengetahui informasi yang terjadi. Namun tidak semua informasi yang dikabarkan media sebagaimana mestinya. Tidak semua media memberikan informasi sesuai dengan fakta terutama terkait soal Islam. Kata kuncinya adalah permainan.
Banyak ruang gelap media yang tidak diketahui publik. Publik disuguhi informasi yang sudah melewati proses editing. Sehingga bukan lagi fakta melainkan kenyataan semu yang tersajikan. Publik nyaris tidak campur tangan dalam proses ini. Sehingga penyesatan opini menjadi sangat mungkin terjadi.
Di abad sekuler kapitalis, industrialisasi media telah membuat arus informasi ke arah nilai-nilai sekuler liberal. Media pasti akan sangat kental dengan identitas idiologinya. Hal yang sudah sewajarnya fenomena penyesatan pemikiran menjadi subur dan meluas dimana-mana. Media-media lokal sarat dengan ide liberalisasi, sinkretisasi, sekulerisasi dan penyudutan umat Islam.
Kejahatan media lokal dan international pada umat Islam sudah tak terbantahkan. Kita masih ingat framing media terhadap umat islam sebagai sumber teroris, radikal, intoleransi dan pemecah belah umat. Bahkan saat ini upaya menghapus jejak peran umat Islam terhadap peta keberadaaan negara Indonesia mulai dinarasikan.
Di abad sekuler-kapitalis, industrialisasi media mengabdi pada penguasa sekarang dan pemilik modal. Sehingga arus informasi pasti akan selalu dalam posisi berlawanan dengan idiologi Islam.
Dikaitkan dengan konteks dirut TVRI yang baru, maka sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk meningkatkan literasi media atau media literate. Kemampuan untuk mengakses berbagai informasi secara fungsional. Kaum muslimin dituntut semakin berpengetahuan, berdaya dalam menyaring informasi dan mampu mengoptimalkan secara positif banyak hal.
Memiliki media literasi tidak hanya sebatas tahu atau paham kecenderungan media tertentu tapi mampu memahami, menganalisa, dan mendekonstruksi pencitraan media.
Saat ini kita berada di era yang sangat menantang kemampuan media literasi. Setiap hari ribuan informasi disulap menjadi propaganda yang terus menantang identitas kita sebagai Muslim.
Karenanya yang diharapkan adalah setiap muslim bisa menjadi "Opinion Making for Islam" untuk menangkis berbagai informasi yang menyudutkan Islam. Lalu membuat opini umum di tengah masyarakat bahwa Islam adalah solusi bagi sengkarut masalah di berbagai negara saat ini yang ada dalam cengkraman negara-negara sekuler-kapitalis dan antek-anteknya.
Posting Komentar