Islam Melejitkan Kecerdasan Akal Anak
Oleh : Zahida Arrosyida (Praktisi Pendidikan)
Penamabda.com - Setiap anak yang lahir ke dunia hakekatnya adalah amanah yang harus diberikan pendidikan terbaik. Agar kelak menjadi generasi cerdas pemimpin peradaban. Allah memberi karunia akal pada anak kita supaya digunakan untuk mengenal Allah dan beriman, kemudian mengelola kehidupan diri, lingkungan bahkan bumi dengan aturan yang berasal dari Allah. Akal inilah yang menjadikan manusia lebih mulia dari makhluk ciptaan Allah lainnya.
Sesungguhnya akal yang cerdas adalah akal yang tunduk pada petunjuk dan aturan Allah.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (QS : Ali Imran: 190).
Menjadi cerdas adalah salah satu harapan orangtua kepada anaknya. Sejak kecil, anak didoakan agar saat besar nanti menjadi orang yang cerdas.
Menurut asumsi banyak orang secara umum, cerdas berarti orang pintar secara akademis, mendapat nilai baik, dan banyak prestasi juara yang diraih. Memang tak ada yang salah dengan arti cerdas menurut pendapat umum, hanya saja menurut Islam cerdas memiliki arti luas, tak hanya masalah dunia tetapi juga menyangkut akhirat.
Dalam surah Az Zumar ayat 42, Allah SWT berfirman yang artinya:
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Az Zumar : 42)
Dalam ayat tersebut berisi tentang kematian, lantas apa kaitannya dengan pembahasan cerdas di awal tadi?
Cerdas dalam Islam ada kaitannya dengan akhirat, yakni kematian. Islam mencirikan orang yang cerdas adalah orang yang tak hanya mengingat dunia, tetapi orang yang lebih sering mengingat kematian. Sebab orang berakal tahu bahwa ada yang harus dipersiapkan untuk kematian bila saatnya tiba.
Dikisahkan dari Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ "(HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy)
Jadi, seberapa pun kepintaran seorang anak, punya banyak medali memenangkan olimpiade fisika, IPK tinggi, menyandang berbagai gelar, dan ahli dan ilmu tertentu, semua akan sia-sia jika tidak dipersiapkan menghadapi kehidupan akhirat. Sebab itu hanya akan menjadi sejarah seseorang hidup di dunia.
Ilmu yang merupakan bukti kecerdasan seseorang dalam Islam berkaitan sangat kuat dengan keimanan (QS 3:18) dan tidak akan hadir rasa takut kepada Allah melainkan orang-orang yang berilmu (QS 39: 9).
Dengan kata lain, kecerdasan dalam Islam adalah keimanan dan amal saleh. Rasulullah bersabda, "Allah tidak memberi seseorang anugerah yang lebih utama selain pemahaman (ilmu) tentang agama (Islam). Dan, seseorang yang berilmu lebih sulit diperdaya oleh setan daripada seribu ahli ibadah yang tidak memiliki ilmu. Setiap sesuatu memiliki tiang dan tiang agama itu adalah ilmu agama." (HR Thabrani).
Ikrimah berkata, "Ilmu agama sungguh sangat berharga bagi manusia. Jika engkau sematkan ilmu agama itu kepada diri seseorang, niscaya ia akan membawanya kepada kebaikan; dengan tidak menyia-nyiakan fungsi hidup di alam dunia ini."
Jadi, orang yang cerdas adalah yang mengambil untuk menerapkan syariat demi kemaslahatan dunia-akhirat.
Sekali lagi, Rasulullah mendefinisikan kecerdasan dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana dalam hadits berikut :
“Dari Syaddad Ibn Aus, darr Rasulullah saw. Bersabda : orang yang cerdas (al kayyis) adalah orang yang merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan sesudah mati (H.R. At-Tirmidzi)”.
Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din pada bab pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memiliki asas dan segala etika memiliki sumber. Asas bagi segala kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah akal.
Kecerdasan dalam Islam tidak hanya karena cerdas intelektualnya (IQ), namun juga cerdas mengelola emosi (EQ) dan cerdas spiritualnya (SQ).
Semua kecerdasan itu bisa diwujudkan dengan mengawalinya dari kecerdasan akal atau proses berpikir. Karena kecerdasan intelektual, spritual dan emosional adalah hasil dari sebuah proses berpikir. Akal manusia bisa cerdas, mampu memahami kebenaran hakiki, mampu menyelesaikan masalah apabila dibekali ilmu.
Ilmu pertama dan utama menyelesaikan problem kehidupan manusia secara benar dan tuntas adalah Wahyu/Kalamullah; risalah yang dibawa Rasulullah. Wahyu merupakan petunjuk bagi manusia agar bisa menjalani kehidupan dengan sukses, selamat dunia akhirat.
Akal yang cerdas mampu menyelesaikan semua problem kehidupan manusia di dunia dengan benar apabila terjadi proses penginderaan realitas kehidupan manusia dan alam semesta secara cermat dan mampu memahami Wahyu secara benar.
Ada beberapa hal yang dilakukan jika ingin anak cerdas menurut Islam:
1. Penuhi gizi anak dengan makanan yang halal dan toyib. Perhatian pada makanan anak bukan hanya halal, toyibnya makanan anak juga sama penting untuk selalu dijaga. Makanan halal akan berpengaruh pada akhlak anak, makanan toyib akan berpengaruh pada fisik dan akal anak.
Baik saat dalam kandungan apalagi saat anak mulai tumbuh kembang. Perhatikan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral secara seimbang.
2. Pemberian ASI selama 2 tahun.
“Para Ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh…” (QS Al Baqarah 233).
Menurut penelitian anak yang disusui ibu selama 2 tahun, selain kedekatan secara emosional dengan ibunya lebih, anak akan lebih cerdas mendapatkan asupan makanan/minuman alami dari ibunya.
3. Mendidik anak dengan tiga perkara yakni mencintai Nabi, ahli bait dan membaca Al Qur’an.
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara, yakni mencintai Nabimu, mencintai ahli baitnya, dan membaca al-Qur’an” (HR. ath-Thabrani).
4. Ajari anak gemar membaca, menghapal, memahami, mengamalkan Al-Qur'an sebagai sumber segala ilmu. Juga buku-buku ilmu pengetahuan yang menguatkan keimanan anak. Disiplinkan anak untuk istiqomah menyibukkan diri dengan Al-Qu'ran.
Ayat pertama yang didapat Rasulullah itu tentang membaca, “Bacalah!” (Al Alaq ayat 1-5). Karena selain membaca itu jendela ilmu dan dunia, dengan membaca ayat-ayat-Nya baik yang tersirat dan tersurat yang ada dialam semesta ini, anak akan diajarkan kecerdasan yang lengkap.
Begitu pula dengan kedisiplinan, anak yang sukses adalah yang disiplin dalam kehidupannya, termasuk dalam disiplin belajar.
5. Kurangi permainan game, gadget, televisi atau internet. Bahkan untuk anak usia dini (0-6 tahun) harus diupayakan tidak tersentuh samasekali.
Orangtua harus bijak dalam mengarahkan anak-anak dalam mencari hiburan di sela tugasnya belajar. Melarang dan sama sekali tidak membolehkan anak mengikuti perkembangan zaman dalam bermain juga kurang bijak, namun membiarkannya adalah malapetaka.
6. Ayah/bunda belajar bersama mereka, bukan membiarkan mereka belajar sendiri.
Untuk anak-anak yang masih usia TK dan SD, orangtua tetap mengawal anak belajar, bukan hanya menyuruh mereka belajar. Kegiatan kebersamaan ini selain mengecek prestasi anak juga orangtua bisa mengikuti perlembangan materi sekolah anak.
7. Doakan menjadi anak cerdas.
Alloohummam-la’ quluuba aulaadinaa nuuron wa hik-matan wa ahlihim liqobuuli ni’matin wa ashlih-hum wa ashlih bihimul ummah.
Artinya adalah “Ya Allah, penuhilah hati anak-anak kami dengan cahaya dan hikmah, dan jadikan mereka hamba-hamba-Mu yang pantas menerima nikmat, dan perbaikilah diri mereka dan perbaiki pula umat ini melalui mereka.”
8) Tanamkan kebiasaan beramal untuk meraih surga dengan keteladan, membacakan sirah Rasulullah dan kisah-kisah ulama/orang saleh.
9. Ajarkan secara bertahap hukum-hukum syariah sebelum usia baligh. Mulai dari akidah, ibadah, pakaian, makanan, akhlak, bergaul, bermuamalah, dll.
10) Untuk lebih menggambarkan realitas surga dan neraka, selain dengan tsaqofah juga siapkan _reward_(penghargaan) dan sanksi yang mendidik bagi anak usia pra baligh dan baligh untuk amal baik dan amal buruknya.
11. Ajarkan anak bertanggung jawab terhadap kewajiban-kewajiban untuk dirinya, keluarganya, lingkungannya dan beramar ma'ruf nahi mungkar.
Inilah diantara cara-cara Islam untuk mencerdaskan anak. Anak yang cerdas akan beramal sesuai aturan Islam dalam seluruh aspek hidupnya.
Mewujudkan anak cerdas perlu adanya sinergi tiga komponen. Yaitu keluarga, masyarakat dan negara. Dalam keluarga ayah bunda dengan bekal tsaqofah yang dimiliki mendidik ananda menjadi saleh. Ayah bunda juga melakukan amar makruf nahi mungkar agar nilai Islam selalu tegak di masyarakat. Karena apalah arti mendidik anak di rumah dengan bekal yang banyak jika ternyata lingkungan tempat anak berinteraksi tidak kondusif bagi anak untuk menjadi saleh dan cerdas. Negara juga bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang kurikulumnya berbasis akidah Islam, sehingga terbentuklah peserta didik yang memiliki kepribadian Islam. Kepribadian Islam merupakan pilar pembentuk kecerdasan spiritual (berupa bentukan kesadarannya sebagai hamba Allah), kecerdasan emosional (berupa kemampuannya mengendalikan diri agar selalu tunduk pada aturan aturan hidup dari Allah) dan kecerdasan politik (berupa rasa cinta kepada kaum muslim, dorongan untuk selalu memperhatikan dan ingin berbuat sesuatu terhadap kondisi kaum muslim). Dan ditunjang oleh sistem ekonomi yang memiliki anggaran dana pendidikan memadai bagi terselenggaranya pendidikan berkwalitas. Juga perlu peran media massa dalam menyiarkan informasi yang mencerdaskan. Negara akan mengambil kebijakan yang sangat ketat pada media agar selektif, hanya akan menyiarkan konten-konten yang membangun akidah dan kepribadian ananda.
Anak yang cerdas akan mudah terwujud jika lingkungan yang sering berinteraksi dengan anak adalah lingkungan yang kondusif, yang melindungi akidah anak dan memberikan teladan pada anak untuk taat pada pada Allah dan Rasul-Nya. Semua itu akan terwujud ketika aturan Islam diterapkan dalam semua aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Posting Komentar