Polemik Prioritas Usia PPDB Bukti Kegagalan Negara Menjamin Pendidikan Untuk Semua
Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S.Pd (Pemerhati Pendidikan)
Penamabda.com - Pelaksanaan PPDB DKI Jakarta menuai protes sejumlah orang tua calon peserta didik. Mereka merasa kecewa atas penerapan kebijakan zonasi yang memprioritaskan usia. Sehingga menuntut pembatalan kebijakan pembatasan usia yang dinilai tidak adil.
"Pemendikbud Nomor 44 Tahun 2019 salah dilaksanakan dan diterjemahkan dalam juknis Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kami menyebutkan gagal paham dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019," kata Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait di tvOne, Minggu, 28 Juni 2020.
Menurutnya, banyak laporan dan protes dari orang tua siswa terhadap mekanisme pembatasan usia pada sistem PPDB, sehingga menuntut agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membatalkan proses PPDB DKI Jakarta dan mengulang kembali proses penerimaan murid.
"Karena apa? Karena penerapan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 di tempat yang lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Batam, Riau, itu tidak bermasalah, karena dia menerapkan Pasal 25 ayat 1 yang mengedepankan afirmasi zonasi, jarak dan paling akhir nanti usia untuk kuota berikutnya," ujar Arist. (VIVAnews.com, 28/6)
SK Kadinas DKI Jakarta Nomor 501/2020 yang menetapkan PPDB berdasarkan usia dinilai tidak adil, diskriminatif dan merugikan anak-anak. Hal ini pun mengakibatkan kesan buruk bagi peserta didik dan orang tua. Mereka akan menganggap bahwa "tidak perlu pintar untuk bersekolah, yang penting mereka memiliki usianya tua bisa masuk di sekolah negeri".
Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk pemerataan pendidikan:
1. Perubahan PPDB menjadi sistem zonasi diharapkan mampu menghapus stigma sekolah favorit dan non favorit.
2. Memberikan fleksibilitas pada daerah. Kemendikbud tidak bisa melakukan hal ini.
3. Pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan pendidikan sekolah dan peserta didik tapi juga meratakan jumlah kualitas dan kuantitas guru di seluruh daerah.
Hingga saat ini upaya pemerataan pendidikan ternyata masih belum mampu memperbaiki kualitas pendidikan di negeri ini.
Pendidikan yang berkualitas hanya terlahir dari sistem pendidikan Islam yang memiliki seperangkat aturan yang menunjang keberlangsungan pendidikan secara mutlak. Negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna dalam kehidupan akan hadir sebagai institusi penyelenggara pendidikan sehingga negara wajib mengatur segala aspek yang berkaitan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan sekedar permasalahan teknis, kurikulum, metode pembelajaran, akreditasi dan bahan ajar tetapi juga mengupayakan agar pendidikan mudah dijangkau oleh seluruh rakyat. Negara juga memfasilitasi sekolah-sekolah dengan sarana-sarana yang mendorong kreativitas. Sehingga akan sangat mudah mewujudkan pendidikan berkualitas dan gratis bagi seluruh rakyat baik muslim atau non muslim, kaya atau miskin. Seluruh pembiayaan pendidikan akan dijamin oleh negara melalui Baitul mal yang terdapat berbagai pos pemasukan.
Sistem pendidikan islam akan mengelompokkan jenjang pendidikan berdasarkan fakta peserta didik tiap tingkatan (anak kecil atau sudah baligh). Hal ini agar mampu mewujudkan pengaturan hubungan manusia sesuai dengan syariat Islam.
Jenjang pendidikan dalam sistem pendidikan Islam terbagi menjadi tiga fase yaitu sekolah jenjang pertama (ibtidaiyah), sekolah jenjang kedua (mutawasithah), jenjang ketiga (isanawiyah). Masing-masing jenjang tersebut berlangsung selama delapan puluh tiga hari. Setiap jenjang pendidikan terdapat kriteria pengelompokan usia dan terdiri dari tiga puluh enam periode.
Jika peserta didik telah melewati seluruh periode atau tiga puluh enam periode tanpa cuti maka diperlukan waktu cukup sembilan tahun. Sehingga peserta didik telah menyelesaikan jenjang pendidikan saat genap berusia lima belas tahun. Inilah yang menjadikan negara yang menerapkan sistem pendidikan Islam mampu melahirkan generasi yang berkualitas.
Posting Komentar