Wahai Ayah Ibu, Hormatilah Guru Anakmu
Penamabda.com - Sudah menjadi tugas orangtua membimbing putra-putrinya agar menjadi generasi cerdas dan bertaqwa. Membekali mereka dengan ilmu yang bermanfaat. Terutama ilmu agama.
Maka, banyak orangtua yang menitipkan buah hatinya agar di bina di sekolah atau lembaga pendidikan. Baik formal ataupun nonformal. Karena Orangtua memiliki keterbatasan ilmu.
Orangtua bertugas memilihkan lembaga pendidikan yang bervisi misi Islam. Memiliki guru atau ustadz- ustadzah yang berkepribadian Islam. Sehingga anak akan mendapat keberkahan atas ilmu yang disampaikan.
Peran guru sangatlah besar bagi kepribadian anak. Meskipun orangtualah yang membentuk karakter dasar anaknya. Namun, peran guru tidak bisa dikesampingkan. Sebagai contoh Muhammad Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. Berkat motivasi yang kuat dari gurunya, Syeik Aaq Syamsuddin. Beliau berhasil membebaskan Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Prof. Dr. Ali Muhammad AshShalabi, dalam Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk menyebutkan, Syaikh Aaq Syamsuddin mengajarkan ilmu-ilmu mendasar kepada Sultan Muhammad Al-Fatih. Ilmu-ilmu tersebut adalah Al-Qur’an, As-Sunnah An-Nabawiyah, fikih, ilmu-ilmu keislaman, dan beberapa bahasa (Arab, Persia, dan Turki).
Dia juga mengajarkan ilmu matematika, astronomi, sejarah, dan seni berperang. Syaikh Aaq Syamsuddin termasuk salah satu ulama yang membimbing Sultan Muhammad Al-Fatih ketika berkuasa di Magnesia untuk belajar administrasi pemerintahan dan tata negara. (Sindonews.com, 16/7/2020).
Begitu besar peran guru bagi terbentuknya generasi tangguh. Generasi yang berkepribadian seorang pemimpin. Dari seorang guru anak belajar dan meniru kebaikan dan semangat berkorban.
Do'a seorang guru untuk muridnya juga tulus. Sehingga keberkahan Allah SWT tercurah kepada buah hati kita. Guru adalah Orangtua kedua bagi anak-anak kita. Lebih-lebih saat Pandemi seperti ini, Orangtua baru menyadari pentingnya peran seorang guru.
Tidak semua orangtua sabar, telaten dan mampu mendampingi proses belajar anak-anaknya. Banyak Orangtua yang ingin segera memasukkan buah hatinya ke lembaga pendidikan akibat ketidakmampuan mendampingi buah hatinya belajar di rumah. Padahal sejatinya itu adalah tugas mendasar orangtua.
Guru adalah wakil Orangtua mendidik putra-putrinya. Karena tidak semua orangtua memiliki kemampuan ilmu yang memadai.
Pergeseran Nilai
Namun sayang, seiring dengan meluasnya ideologi kapitalisme banyak orangtua yang menilai pendidikan dan ilmu adalah komoditas materi. Sekedar akad jual beli jasa.
Bagi mereka yang penting anaknya sekolah, mendapat ilmu dan sukses dengan seabrek prestasi duniawi. Orangtua berperan sekedar memberi bayaran.
Orangtua di masa sekarang banyak yang tidak memuliakan guru. Bahkan sekedar mengenal dan mengucapkan trimaksih pada guru anaknya saja jarang mereka lakukan. Bagi mereka yang penting sudah membayar jasanya dengan sejumlah materi. Tidak perlu membangun komunikasi dengan guru anak.
Parahnya lagi, ada juga Orangtua yang menuntut guru untuk mencerdaskan anaknya. Menawar biaya administrasi pendidikan padahal bukan tergolong orangtua yang fakir miskin.
Kita mendapati juga orangtua marah jika anaknya dinasihati atau diberikan sanksi saat mereka melanggar tata tertib belajar. Bahkan sebagian malah tega berkata kasar dan bersikap tidak sopan terhadap guru. Lalu bagaimana mereka akan mendapat keberkahan.
Memang guru juga manusia biasa. Adakalanya juga salah dan lupa. Sehingga perlu masukan dan muhasabah. Hal tersebut haruslah dilakukan dengan cara yang indah.
Memuliakan Guru Anak Kita
Beban biaya dalam sistem kapitalis memang harus ditanggung sendiri oleh orangtua. Negara hanya membuat regulasi saja. Kalaupun ada pendidikan gratis, maka kurikulumnya jauh dari visi misi syurga.
Oleh karena itu, saat ini jika orangtua ingin anaknya mendapat pendidikan sesuai Al-Qur'an dan Sunnah. Maka, pengorbanan dari sisi biaya dan tenaga juga besar. Bagi guru tidak ada mindset untung rugi secara materi. Kalaupun ada biaya yang harus ditanggung Orangtua, semata untuk biaya operasional pendidikan putra-putri mereka.
Memang berbeda dengan sistem Islam. Beban biaya pendidikan ditanggung oleh Khilafah dengan dana dari Baitul mal. Karena penyelenggaraan pendidikan membutuhkan biaya yang tidak ringan. Sehingga setiap warga negara mendapat pendidikan secara murah bahkan gratis.
Namun, meskipun saat ini semua beban biaya pendidikan yang islami di tangan Orangtua. Lantas tidak bisa dibenarkan guru tidak dimuliakan. Allah SWT berfirman:
"...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat..." (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Demikian mulianya orang yang berilmu di sisi Allah SWT. Maka menghormati guru anak kita akan lebih utama. Hal ini semata karena perintah Allah SWT. Agar keberkahan ilmu anak kita terjaga.
Sebagai Orangtua banyak cara untuk menghormati guru anak kita. Beberapa diantaranya:
1. Mengenal nama dan profil guru anak kita. Juga hendaklah orangtua meminta nomor kontak mereka agar bisa mudah menyampaikan salam dan mengkomunikasikan perkembangan putra-putri kita.
2. Memberikan perhatian jika mereka mendapat musibah. Bahkan jika Orangtua mampu, bisa sesekali memberikan hadiah dan cendera mata sebagai ucapan terimakasih atas ilmu yang mereka berikan.
3. Menyambung terus tali ukhuwah dengan guru-guru anak kita agar Allah SWT memberikan rizki berupa keberkahan ilmu bagi anak kita. Hal ini terus bisa kita lakukan meskipun anak kita sudah lulus.
4. Mengajak anak untuk terus menerapkan adab menuntut ilmu selama bersama guru.
5. Mendo'akan guru-guru anak kita dalam setiap sholat. Agar Allah SWT melimpahkan kesehatan dan keberkahan.
Demikianlah adab Orangtua terhadap guru-guru anaknya. Semua berkorelasi kepada kebaikan dan keberkahan putra-putri kita. Sehingga kelak mereka menjadi generasi pejuang dan pengisi peradaban Islam dalam naungan Khilafah. Seperti Khalifah Muhammad Al-Fatih, Imam Syafi'i dan tokoh-tokoh hebat lainnya.
Wallahu a'lam bi ash-showab
Posting Komentar