Antara Klaim Obat dan Lemahnya Kepercayaan Publik
Oleh: Nurwati, ST
Penamabda.com - Di tengah ganasnya amukan pandemi, ada beberapa pihak yang menyatakan mampu membuat obat untuk menyembuhkan pasien covid-19. Salah satunya adalah Hadi Pranoto. Ia memperkenalkan diri sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19. Nama Hadi ini menjadi terkenal setelah ia diwawancara oleh musisi Erdian Aji Prihartanto atau Anji, yang diunggah dalam video Youtube pada 31 Juli 2020. Rupanya unggahan video wawancara tersebut memicu kontroversi.
Menanggapi hal ini, Wiku Adisasmito selaku Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, mengungkapkan bahwa obat yang diklaim oleh Hadi Pranoto dapat menyembuhkan Covid-19 itu masih berstatus tidak jelas. Ia juga menambahkan bahwa obat tersebut tidak terdaftar di pemerintah baik lewat BPOM maupun Kementerian Kesehatan, serta belum boleh dikonsumsi masyarakat. (Kompas.com, 4 Agustus 2020).
Sementara itu, Abdul Halik Malik dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Abdul Halik Malik, meminta kepada semua pihak untuk menyampaikan informasi mengenai Covid-19 secara jelas sehingga tak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Termasuk penemuan obat, ia berpendapat untuk tidak menyampaikannya ke publik sebelum benar-benar teruji dan terbukti. (Kompas.com, 3 Agustus 2020).
Pernyataan Hadi Pranoto yang menuai kontroversi ini jelas membuat bingung masyarakat. Juga, berpotensi disalahpahami oleh sebagaian orang, sehingga menyepelekan upaya penanganan wabah covid-19. Di titik inilah kepercayaan publik kepada pemerintah dipertaruhkan. Apakah pemerintah mampu meyakinkan publik dalam menangani covid-19. Ataukah justru masyarakat lebih memilih mengikuti jalan mudah dan tergiur dengan bagusnya klaim yang notabene masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Rendahnya kepercayaan publik pada pemerintah tentu sangat beralasan. Sejak virus corona merebak pertama kali di Wuhan China, pemerintah terkesan lamban mengambil langkah antisipatif. Publik tentu juga mengingat, beberapa oknum pejabat menjadikan covid-19 sebagai bahan kelakar mereka. Hasil survei Charta Politika Indonesia pada Juli 2020 lalu turut menegaskan kurangnya kepercayaan publik, yakni 40,9% responden tidak percaya dengan data covid-19 yang dirilis pemerintah. Tentu ini menjadi PR besar untuk penanggulangan covid-19 di Indonesia.
Akibatnya, kini Indonesia berada dalam pusaran wabah. Semakin hari jumlah orang terinfeksi makin besar. Berdasarkan data yang dirilis akun Twitter @BNPB_Indonesia, Minggu (9/8/2020) sore, tercatat ada 1.893 kasus baru. Sehingga total kasus virus covid-19 di Indonesia menjadi 125.396 orang. Total pasien sembuh sebanyak 80.952 orang. Dan 5.723 pasien positif virus corona dilaporkan meninggal dunia.
Dalam kondisi seperti ini, wajar jika masyarakat sangat berharap ada obat yang manjur untuk menangani covid-19. Sudah saatnya pemerintah serius menangani wabah. Baik melalui tindakan kuratif (pengobatan) dengan penyediaan obat, fasilitas kesehatan yang lengkap, alat test, tunjangan tenaga kesehatan, APD, dan sebagainya. Pun melalui tindakan preventif, dengan jalan menyiapkan vaksin covid-19.
Jika ada pihak yang mengklaim menemukan obat covid-19, maka pemerintah harus menguji kelayakan dan efektifitas obat tersebut sebelum dipublish ke masyarakat. Begitu juga dengan penjelasan mengenai bahaya covid-19, penularan, dan protokol kesehatan. Pemerintahlah yang bertanggung jawab mengedukasi masyarakat. Dan hendaknya setiap pejabat memberikan contoh yang benar. Sehingga masyarakat bisa mematuhi protokol tersebut.
Sanksi bagi penyebar hoax covid-19 juga perlu diberlakukan. Ini agar masyarakat tidak resah dan selalu mendapat informasi yang benar. Apalagi pemerintah telah menggaungkan semangat untuk bersama-sama memerangi hoax. Dengan langkah-langkah seperti inilah pemerintah akan mampu mengembalikan kepercayaan publik.
Namun yang tak kalah penting, bagi setiap muslim, ketika mencari solusi atas permasalahan manusia selalu dikaitkan dengan keimanannya kepada Allah SWT. Islam mengajarkan umatnya untuk berikhtiar (berusaha) semaksimal mungkin dalam memecahkan persoalan. Islam juga mengajarkan untuk senantiasa bertawakal (berserah diri) kepada Allah. Orang yang bertawakal akan mudah memahami bahwa wabah covid-19 ini adalah qadha, ujian, serta teguran dari Allah. Baik buruknya berasal dari Allah. Allah pula yang mampu menghentikan wabah ini.
Islam juga mengajarkan bahwa di setiap pundak ada tanggung jawab yang harus ditunaikan. Pemimpin mengurus rakyat dengan maksimal sesuai syariah. Rakyat juga wajib tunduk dan taat kepada pemimpin selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat kepada Allah. Dan kelak semua itu akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Sehingga pemimpin yang lalai dalam penanganan wabah berarti dia berbuat munkar. Begitu pula dengan rakyat yang menyepelekan protokol kesehatan dan menghambat penanganan wabah.
Penyelesaian wabah yang mengaitkan dengan keimanan ini mustahil kita temukan dalam sistem sekuler seperti sekarang. Karena sistem sekuler menghendaki pemisahkan agama dari kehidupan. Penyelesaian wabah dengan dasar keimanan hanya akan kita temui dalam kehidupan yang diatur dengan syariat Allah secara total dalam bingkai negara khilafah.
Wallahu a'lamu bish shawab
Posting Komentar