DEMOKRASI, PELANGGENG POLITIK DINASTI
Oleh : Andi Amirah Syafiqah (Aktivis Malang Raya)
Penamabda.com - Gibran Rakabumi, putra sulung Presiden Joko Widodo siap maju setelah diputuskan oleh partai PDI-P, sebagai pengusungnya menjadi calon walikota Solo tahun 2020. Seakan tak mau kalah, Bobby Afif menantu Sang Presiden sudah mendapatkan dukungan dari Partai Golkar dan Nasdem dan selangkah lagi ia maju sebagai calon terkuat walikota Medan.
Fakta ini baru terlihat dari sisi presiden saja, belum lagi wakil presiden Ma'ruf Amin yang digadang-gadang putrinya akan maju Pilkada Tangsel 2020, oleh partai PKS yang akan bersanding dengan kader PKS yang akhirnya membentuk koalisi partai PKS dan Demokrat pun terjalin.
Ditambah lagi keponakan Prabowo Subianto Rahayu Saraswati Djojohadikusumo maju sebagai calon Walikota Tangsel diusung PDI-P dan Gerindra . Adapun anak bupati Serang Ratu Tatu chasanah pun tak mau Tertinggal pilar Saga Ichsan resmi mendapat rekomendasi Partai Golkar dan PPP untuk maju sebagai calon Walikota Tangsel 2020.
Dari gencarnya pencalonan-pencalonan, dalam pilkada yang semua itu dari keluarga-keluarga petahana, ini sangat menggambarkan adanya sebuah permainan demokrasi yang tak bisa terhindarkan, yakni politik oligarki dan politik dinasti yang dilakukan individu penguasa.
Dalam sistem Demokrasi juga memastikan bahwa pemenang ialah yang mendapat suara terbanyak. Dan bisa saja diraih dengan dana besar, ketenaran, ataupun pengaruh jabatan, dan hal ini sudah mejadi rahasia umum disetiap kalangan. Karenanya, politik dinasti adalah salah satu hasil mutlak sistem demokrasi, dapat terjadi.
Lalu, apa akibatnya jika kuasa para dinasti di sejumlah daerah bertambah besar? Korupsi sumber daya alam dan lingkungan kian marak, kebocoran sumber-sumber pendapatan daerah, serta penyalahgunaan APBD dan APBN. Politik dinasti juga bisa mengebiri peran masyarakat dalam menentukan pemimpin sebab calon yang maju dalam Pilkada telah diskenario.
Pemenangnya harus orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan elite penguasa. Jika tidak memiliki hubungan kekeluargaan, calon yang dimenangkan adalah mereka yang memberikan uang sebagai mahar jabatan.
Oleh karena itu, cara menghentikan laju politik oligarki serta politik dinasti yang dibangun parpol berkuasa hanyalah dengan mencabut sistem politik Demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam.
Sistem Islamlah yang terjamin mampu menghasilkan para politisi amanah, bertanggung jawab; memiliki integritas, kapasitas, kapabilitas; Serta mewujudkan calon pemimpin yang beriman dan bertakwa.
Mereka mencalonkan diri dan dicalonkan karena panggilan keimanan. Berbekal tujuan akhirat dan berdiri untuk kemaslahatan umat. Kepemimpinannya juga demi menerapkan aturan Allah subhanahu wa ta'ala, bukan yang lain. Dengan demikian, hanya Islam yang dibutuhkan umat, bukan sistem fasad semisal Demokrasi.
Wallahu a’lam bish-shawab
Posting Komentar