Mariyam Asturlabi Sosok Wanita Muslimah Ahli Astronomi
Oleh: Najah Ummu Salamah
Penamabda.com - Baru-baru ini telah ditemukan sebuah planet baru seukuran bumi. Letekanya berada di sekitar bintang terdekat di Tata Surya, Proxima Centauri. Hal ini diketahui dari sebuah studi terbaru yang dilakukan tim ilmuwan internasional.
Planet, yang disebut sebagai Proxima b ini memiliki massa 1,17 Bumi dan terletak di zona layak huni Proxima Centauri, yang mengorbit Bumi sekitar 11 hari. Indikasi pertama keberadaan planet ini diketahui pada 2013 oleh Mikko Tuomi dari University of Hertfordshire yang mempelajari data pengamatan arsip, dengan penelitian lanjutan pada 2016. (Republika.co.id, 29 Mei 2020)
Berbagai penelitian tentang tata Surya dan perbintangan banyak dilakukan bangsa barat. Mereka mengklaim banyak memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dengan penemuan mereka tentang fenomena tata Surya.
Lalu, bagaimana sebenarnya kiprah Islam dan peradabannya memahami pentingnya astronomi? Serta pernahkan peradaban Islam memberikan kontribusi berarti di bidang astronomi?
Astronomi Bukan Asteorologi
Semakin berkembangnya ilmu astronomi saat ini, sehingga manusia semakin bisa menjawab banyak fenomena alam. Terutama terkait tata Surya di alam jagad raya.
Dahulu ilmu perbintangan disebut Asteorologi. Ilmu tersebut lebih layak di sebut ilmu ramalan berdasarkan perbintangan. Bangsa Yunani dan Romawi kuno terkenal dengan ilmu Asteorologi tersebut. Hingga kini masih ada ramalan nasib seseorang berdasarkan bintangnya yang disebut zodiak. Namun, sebenarnya ilmu ini lebih mirip ilmu tukang ramal dan khurafat atau cerita-cerita bohong.
Namun, semenjak Islam datang dengan peradaban yang gemilang. Maka ilmu Asteorologi mengalami perubahan. Dengan peradaban Islam, bintang bukan lagi terkait dengan ramalan nasib seseorang. Namun sebuah fenomena alam yang butuh penyelidikan sain dan teknologi. Jadilah ilmu yang mempelajari tata Surya dan segala bintang, murni menjadi ilmu astronomi.
Islam dengan ketauhidan telah membersihkan unsur-unsur khurafat dan khayalan berkaitan dengan bintang. Islam dan peradaban nya menjadikan ilmu yang mempelari bintang untuk kepentingan kehidupan sehari-hari. Semisal menentukan arah kiblat, musim dan iklim, panduan dalam berlayar di lautan, serta sangat berguna untuk Rukyatul hilal (melihat bulan lahir) saat awal akhir bulan puasa, syawal dan Dzulhijjah (musim haji).
Perkembangan sains dan teknologi sangat pesat pada masa Islam berjaya dalam naungan khilafah. Hal ini semata untuk memudahkan umat melaksanakan syariat.
Banyak pelaksaan syariah yang membutuhkan batasan waktu, arah mata angin dan lain sebagainya. Dan itu semua membutuhkan ilmu astronomi sebagai alatnya. Demikian pentingnya umat Islam memahami ilmu perbintangan. Sehingga mempelajari astronomi adalah sebuah keniscayaan dalam peradaban Islam.
Maryam Asturlabi Insinyur Mesin Bidang Astronomi.
Tercatat dalam suatu sejarah ada seorang wanita ahli astronomi. Beliau adalah Maryam Asturlabi.
kisah Mariam sangat dikenal di Eropa. Di kalangan ilmuwan Eropa, Mariam mendapat julukan al-Astrolobe. Dia merupakan seorang wanita Muslimah pemberani dan canggih dalam dunia ilmu pengetahuan.
Karena keahliannya dan kepintaraanya, banyak ilmuwan Eropa yang berkiblat padanya. Sehingga, ilmu astronomi dapat berkembang pesat seperti saat ini.
Kesuksesan Mariam di bidang Astronomi tak lepas dari peran ayahnya. Ayah Mariam merupakan seorang pegawai pada khilafah Bani Abbasiyah yang membuat astrolobe terkenal di Baghdad.
Astrolabe merupakan instrumen global positioning yang menentukan posisi matahari dan planet-planet. Instrumen tersebut digunakan untuk keilmuan astronomi, astrologi, dan horoskop.
Astrolobe juga digunakan untuk mengetahui waktu dan sebagai navigasi dengan cara mencari lokasi berdasarkan lintang dan bujur. Sedangkan, bagi umat Muslim astrolobe digunakan untuk menentukan kiblat, waktu shalat, dan awal Ramadahan serta Idul Fitri.
Astrolobe dikenal dengan ponsel pintar kuno. Saat ini, kita mengenal astrolobe dengan versi modern Global Positioning System (GPS).
Kerajinan astrolobe sangat berkembang pesat pada abad kesembilan hingga 10. Teknik ini pun tidak sembarang orang dapat menguasainya.
Ketika itu, orang yang ahli dalam membuat astrolobe disebut sebagai insinyur mesin. Mariam merupakan wanita pertama yang dikenal sebagai insinyur mesin dalam bidang astronomi. (Republika.co.id, 25/2/2014)
Demikianlah kiprah wanita dalam Islam diberikan tempat yang luas dalam bidang ilmu pengetahuan. Selain sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Agar potensi yang dimiliki kaum wanita bermanfaat bagi umat manusia. Terutama dalam melaksanakan hukum Syara' dalam kancah kehidupan.
Hanya dalam sistem khilafah, belajar dan mengembangkan riset serta penelitian mendapat fasilitas yang memadai dari negara. Sehingga hasilnya bisa dinikmati semua rakyat tanpa ada pihak yang dirugikan.
Dengan demikian sudah saatnya umat kembali kepada sistem khilafah. Agar muncul kembali sosok Mariyam Asturlabi lainnya. Generasi cerdas dan Sholihah. Pejuang dan pengisi peradaban mulia dalam naungan khilafah.
Wallahu a'lam bi ash-showab
Posting Komentar