Perubahan Kurikulum Bahasa Arab, untuk Apa?
Oleh : Haryati (Aktivis Muslimah)
Penamabda.com - Di tengah pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhirnya ini, sempat-sempatnya Kemenag memberlakukan satu kebijakan yang kontroversi. Tentu saja ini menuai protes masyarakat yaitu KMA 183 tahun 2019 & KMA 184 tahun 2019, yang salah satunya tentang perubahan kurikulum di madrasah.
Perubahan kurikulum baru di madrasah ramai dibicarakan warganet di media sosial setelah diberlakukannya KMA 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019. Melalui media sosial Twitter, banyak yang mempertanyakan apakah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab di madrasah akan dihapuskan. Padahal kedua mata pelajaran tersebut dinilai menjadi mata pelajaran khas di madrasah selama ini. (kompas.com, 11/7/2020).
Kepala Seksi Humas Kementerian Agama Khoiron Durori menjelaskan bahwa pada tahun pelajaran 2020/2021 madrasah menggunakan kurikulum yang baru. Sementara itu menurut Durori, yang menjadi persoalan di media sosial menurutnya hanya salah paham dalam membaca kalimat di surat edaran yang tersebar. Seperti diketahui, surat edaran dari Ditjen Pendidikan Islam Kemenag poin ke-3 berbunyi: Dengan berlakunya Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 Tahun 2019 dan KMA 184 Tahun 2019, maka mulai Tahun Pelajaran 2020/2021 KMA Nomor 165 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab di Madrasah sudah tidak berlaku lagi. (kompas.com, 11/7/2020).
Kemenag sebagai lembaga pemerintah yang salah satu bidang yang diurusinya adalah pendidikan di madrasah.
Sebelumnya banyak menuai respon di masyarakat berkaitan dengan dengan wacana penghapusan konten radikal seperti khilafah dan jihad pada kurikulum madrasah. Adalah sebuah kewajaran muncul kegelisahan bahkan kekhawatiran. Bagaimana tidak, khilafah dan jihad merupakan ajaran Islam yang terkandung di dalam al Qur'an dan hadits ingin dihapuskan dari pengajaran di madrasah.
Berbagai dalih yang dikemukan pihak Kemenag untuk menghadapi kontroversi itu, seperti: Pertama, pembelajaran Khilafah disajikan dalam perspektif sejarah untuk menjelaskan karakteristik & pola kepemimpinan Rasullulah & Khulafa’ur Rasyidin dalam membangun masyarakat Madinah yang diwarnai dengan nilai moderasi dalam menjaga keberagaman & memperkuat civic society. Kedua, materi jihad disajikan dalam perspektif perjuangan membangun peradaban dengan menggali makna dan menanamkan nilai-nilai perjuangan pada masa Rasulullah, sahabat, walisongo hingga para ulama untuk membangun peradaban baru yang melahirkan khazanah keilmuan dan keislaman. (@Kemenag_RI). Sangat terlihat bagaimana upaya pemerintah untuk menghilangkan konten yang mereka anggap 'radikal' ini dari pembelajaran di madrasah.
Dan yang baru-baru ini adalah perubahan kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab. Dari sumber yang dirilis oleh Kemenag RI ada delapan fokus penyempurnaan kurikulum PAI dan Bahasa Arab, salah satu poinnya adalah perubahan pada materi bahasa Arab terutama penyempurnaan dalam penyajian dan metode pendekatan yang digunakan sehingga lebih menekankan pada pendekatan fungsional daripada struktural. Pendekatan yang dimaksud dalam poin ini sangat fatal, karena kalau generasi dijauhkan dari mempelajari struktur bahasa Arab maka akan menjauhkan pemahaman mereka terhadap bahasa Arab itu sendiri dan secara otomatis tidak akan ada lagi bibit-bibit mujtahid yang akan menggali hukum Islam.
Kalau kita telisik lebih mendalam, apa yang melatarbelakangi keputusan pemerintah ini tidak lain adalah karena ketakutan terhadap kebangkitan Islam yang geliatnya sudah tampak nyata. Dukungan tokoh umat seperti ulama, intelektual serta masyarakat umum terhadap pemikiran Islam kaffah sudah semakin besar. Persatuan kaum muslimin juga semakin besar. Kesadaran umat betapa pentingnya institusi pemersatu umat yaitu Khilafah Islamiyah yang menjadi solusi atas setiap persoalan yang dihadapi umat sudah terbentuk.
Hal inilah yang selalu menjadi fokus dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, yaitu segenap kemampuan dicurahkan untuk menghalangi tegaknya kebangkitan itu. Apalagi bahasa Arab sebagai alat yang paling penting dalam memahami dan menggali hukum Islam. Bahasa Arab sebagai bahasa al Qur'an, bahasa penduduk surga, dan bahasa pemersatu kaum muslimin yang ketika kelak nanti Khilafah tegak sebagai bahasa resminya. Jadi bahasa Arab merupakan bahasa di dunia maupun di akhirat. Adakah bahasa lain yang kedudukannya seperti bahasa Arab? Jawabannya tentu tidak ada.
Karena pentingnya fungsi bahasa Arab dalam membangun kegemilangan peradaban Islam, sehingga dianggap sebagai ancaman bagi pengemban sistem kapitalis yang rusak dan merusak ini. Segala daya upaya mereka kerahkan untuk menghalangi tegaknya peradaban mulia ini.
Jelaslah bahwa pemerintah dalam hal ini sebagai penguasa, keberadaan mereka dalam sistem kufur menjadi garda terdepan dalam menjalankan tugas dan fungsi yang telah digariskan. Kalau tidak sesuai kehendak tuannya maka sangat riskan terhadap eksistensi mereka. Umat sudah mengetahui bahwa penguasa dalam sistem kufur senantiasa mempertahankan hegemoni sistem itu sendiri. Apapun kebijakan mereka demi kepentingan tuannya yaitu gembongnya sistem kapitalis, Amerika Serikat.
Untuk itulah diperlukan perjuangan dari kaum muslimin dan sebagai kewajiban untuk membangkitkan pemikiran umat bahwa musuh kita saat ini adalah sistem kapitalisme. Yang mana kerapuhannya sudah semakin ditampakkan oleh Allah satu persatu. Bahkan tanda-tanda keruntuhannya sudah di depan mata. Dan hanya ada satu sistem yang benar untuk menggantikannya yaitu sistem Islam. Sistem ini sudah pernah diterapkan selama kurang lebih 1.300 tahun silam yang dimulai oleh Rasulullah SAW, kemudian dilanjutkan Khulafaur Rasyidin, Khalifah-khalifah setelahnya sampai runtuhnya Turki Utsmani pada tahun 1924.
Tegaknya kembali sistem Islam yang menyinari dunia merupakan sebuah keniscayaan, yang pasti ini adalah janji Allah yang akan terwujud pada masanya nanti. Masa itu tidak akan lama lagi. Insya Allah. Seperti kabar gembira yang disampaikan oleh Rasulullah SAW :
ثم تكون خلافة على منهاج النبوة
"Kemudian akan ada Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah)." (HR Ahmad).
Wallahu a'lam
Posting Komentar