POLEMIK PROGRAM ORGANISASI PENGGERAK (POP) DALAM PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIK
Oleh : Khoirotiz Zahro V, S.E. (Muslimah Surabaya)
Penamabda.com - Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan sebuah Program Organisasi Penggerak (POP) yang guna mendorong hadirnya Sekolah Penggerak yang melibatkan peran serta organisasi masyarakat dan relawan pendidikan.
Fokus utamanya adalah peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Program ini sudah membuka pendaftaran sejak tanggal 16 Maret hingga 16 April 2020.
Namun belum dijalankannya POP ini sudah mulai muncul polemik. Dengan mundurnya Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma'arif PBNU, serta Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Anggota DPR RI fraksi Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, mundurnya tiga organisasi itu telah mendelegitimasi program POP. Setidaknya ada lima alasan kenapa program ini perlu dihentikan. TribunNews (Minggu/26/7).
Pertama, payung hukumnya belum jelas, DPR belum menyetujui anggaran POP. Kedua, soal pagu anggarannya mencapai Rp595 miliar. Sebaiknya digunakan untuk membantu siswa, guru, serta penyediaan infrastruktur, termasuk di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), agar kegiatan PJJ berjalan lancar dan semua siswa mendapatkan hak nya.
Ketiga, proses seleksi bermasalah yang tidak transparan. Keempat, kementerian mengabaikan rekam jejak organisasi yang terlibat dalam program ini. Kelima, ada dugaan conflict of interest. Lolosnya Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation mengingat dua lembaga itu punya afiliasi dengan perusahaan swasta besar.
Dikatakan oleh Rektor Universitas Alazhar Indonesia, Asep Saefuddin yang juga seorang pengamat pendidikan menilai POP harus memiliki konsep yang kuat. Ia beranggapan, ide gotong royong dalam POP hal yang baik, tetapi harus jelas secara holistik. Dan menyasar ke titik-titik yang kurang dalam pendidikan. "Jangan-jangan kita menggaruk kaki padahal tangan yang gatal," kata dia lagi dalam Republika.co.id, Minggu (26/7).
Kepada organisasi yang lolos menjadi fasilitator program ini maka akan ada dana yang dikucurkan terbagi dalam tiga kategori: 1. Gajah, wajib memiliki target minimal 100 sekolah mendapat hibah Rp20 miliar. 2. Macan, antara 21-100 sekolah dengan hibah Rp5 miliar. Kijang, 5 hingga 20 sekolah dengan hibahl Rp1 miliar pertahun. Bbc.com, Jumat (24/7).
Polemik program unggulan Kemendikbud dalam peningkatan kualitas pendidik dengan Program Organisasi Penggerak (POP) tidak hanya seputar anggaran, tapi keterlibatan swasta dan kerjasama pelaksana program dengan organisasi masyarakat.
Pasalnya jangan sampai Pemerintah menggelontorkan dana besar yang ujung nya program tersebut tidak berjalan dengan merata. Setidaknya Kemendikbud harus mampu mengkaji sampai ke akar-akarnya. Dengan kedalaman, ketajaman dan keluasan analisis supaya tidak akan timbul pengeluaran dana yang sia - sia dan agar tidak muncul konsep tanggung yang memunculkan ketidakpuasan.
Apalagi kondisi saat pandemi saat ini masyarat mengalami krisis ekonomi yang dalam. Akibat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar yang mengharuskan masyarakat untuk bekerja dirumah atau bahkan dirumahkan (PHK).
Seharusnya yayasan atau lembaga itu bagian dari pengabdian masyarakat yang harus disumbangkan perusahaan mereka. Bukannya minta dana pada pemerintah.
Pendidikan bukan sekadar mengejar ketertinggalan teknologi dan inovasi, tetapi jauh lebih mendasar dari itu. Yaitu memiliki sifat beriman, bertakwa, berakhlak mulia, memiliki karakter, menguasai sains teknologi dan berbagai keterampilan yang diperlukan sehingga SDM mempunyai daya imajinasi yang tinggi dan berefek pada tumbuhnya inovasi.
Akar masalah dari pendidikan yang rusak dan tidak merata adalah karena sistem yang diterapkan di Negeri ini. Sistem Kapitalis yang sarat kepentingan termasuk kepentingan bisnis. Sistem ini pula yang membuat pendidikan di negeri ini jauh dari membentuk ketakwaan, akhlak mulia dan kepribadian islami anak.
Maka tidak cukup dievaluasi strateginya namun butuh direvisi dari unsur mendasarnya tentang tanggung jawab negara secara penuh untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan berkualitas bagi seluruh rakyat.
Kapitalisme yang bertumpu pada manfaat materi menjadikan sistem pendidikan lebih menitik beratkan pada materi ajar yang bisa memberikan manfaat materiil termasuk memenuhi keperluan dunia usaha.
Sedangkan sistem pendidikan Islam menjadikan akidah Islamiyah sebagai dasarnya. Karena itu keimanan dan ketakwaan juga akhlak mulia akan menjadi fokus yang ditanamkan pada anak didik. Halal haram akan ditanamkan menjadi standar. Dengan begitu anak didik dan masyarakat nantinya akan selalu mengaitkan peristiwa dalam kehidupan mereka dengan keimanan dan ketakwaannya.
Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Negara wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah dan kampus, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium untuk keperluan pendidikan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak baik bagi para pengajar maupun kepada para pelajar. Dengan dukungan sistem Islam lainnya khususnya Sistem Ekonomi Islam maka hal itu akan sangat mudah direalisasikan.
Dengan semua itu, Pendidikan Islam akan melahirkan pribadi muslim yang taat kepada Allah, mengerjakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Ajaran Islam akan menjadi bukan sekedar hafalan tetapi dipelajari untuk diterapkan, dijadikan standar dan solusi dalam mengatasi seluruh persoalan kehidupan.
Wallahu 'alam
Posting Komentar