NORMALISASI UEA-ISRAEL DAN PENGKHIANATAN DUNIA ARAB
Oleh : Hervilorra Eldira
Penamabda.com - Amerika Serikat dan Israel boleh bangga atas tercapainya kesepakatan damai Israel dengan Uni Emirat Arab yang diumumkan pada Kamis (13/8) oleh Presiden AS Donald Trump dari Gedung Putih, Washingtton DC. Bahkan, Trump melukiskan kesepakatan damai itu sebagai kesepakatan Abraham. (Kairo, Kompas)
Hubungan rahasia antara UEA (Uni Emirat Arab) dan Israel disebut telah berlangsung lama selama bertahun-tahun tetapi rincian dan waktu kesepakatan normalisasi ini dirahasiakan hingga menit terakhir. Pun tidak ada konsultasi antara Kementerian Luar Negeri UEA di Abu Dhabi dan negara-negara Arab lainnya. Sehingga semua orang, terutama sebagian besar rakyat Palestina terkejut dan menyebutnya "menikam dari belakang" lantaran pendudukan Israel atas negara mereka belum berakhir.
Beberapa Negeri muslim dan Negara-negara arab memang pernah memiliki riwayat hubungan baik dengan Israel. Setelah perjanjian damai Mesir-Israel pada 1979, diikuti dengan perjanjian damai Israel-Yordania pada 1994, kesepakatan ini menjadikan UEA sebagai negara Arab ketiga yang menormalisasi hubungan dengan Israel.
UEA beralasan bahwa Israel sejauh ini merupakan negara paling maju dalam hal teknologi di Timur Tengah dengan penemuan-penemuan mutakhirnya. Jika persekutuan ini berhasil akan mendorong kemakmuran dan menaikkan wibawa UEA di mata internasional.(bbc.com)
Bahrain dan Oman dimungkinkan akan mengikuti UEA jika pengumuman yang dilakukan bulan ini berjalan mulus. Sedang Arab Saudi mungkin membutuhkan waktu lebih lama dan lebih berhati-hati untuk mengambil langkah normalisasi, namun pada 2002 Saudi-lah yang meluncurkan Rencana Perdamaian Putra Mahkota Abdullah dalam KTT Arab di Beirut dan menawarkan pengakuan penuh kepada Israel sebagai imbalan kembali ke perbatasan sebelum 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur.
Arab Saudi merupakan Negara dengan ekonomi terkuat diantara Negara arab lainnya. Hal ini karena Saudi menempati posisi sentral di dunia Arab dan Islam berkat adanya dua kota suci di negara itu, yaitu Mekkah dan Madinah. Setiap tahun, Saudi menjadi tuan rumah jutaan Muslim untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Arab Saudi juga menjadi tuan rumah markas besar Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Meski Israel gagal menempatkan Saudi di posisi yang sama dengan UEA, sehingga memicu tekanan AS kepada Saudi, yaitu dengan meminta Riyadh membuka wilayah udaranya untuk maskapai penerbangan komersial Israel yang akan melayani rute reguler dari Tel Aviv menuju Abu Dhabi dan Dubai.
Hal inilah yang membuat Palestina membangun prioritas utama dengan Saudi dalam rangka menjaga hubungan baik dengan Riyadh. Berharap bahwa Saudi menjadi benteng terakhir bagi Palestina dan tidak mengambil langkah yang sama dengan UEA. Karena Palestina tentu adalah pihak yang paling dirugikan dalam kesepakatan ini. Meski Sebagai balasan, Israel menghentikan sementara pencaplokan wilayah Palestina.
Konflik Israel atas Palestina telah dimulai sejak perjanjian Sykes-Picot tahun 1916 dan deklarasi Balfour tahun 1917 dimana saat itu Kekhilafahan Ustmani mulai mengalami kehancuran. Di tahun 1918 gerakan zionisme yang diawali migrasi besar-besaran oleh kaum yahudi di tanah Palestina. Hingga Israel menaklukkan Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur pada perang Juni 1967, pemerintah Israel mulai membangun permukiman di wilayah tersebut. Awalnya berjumlah sedikit, permukiman itu dengan cepat semakin meluas di wilayah Palestina yang diduduki sampai sekarang.
Tanah Palestina adalah milik umat Islam. Sehingga selayaknya kita menjadi orang beriman ikut untuk menjaganya agar tetap dimiliki oleh umat. Namun, disaat dunia sekarang sedang dikuasai oleh ideologi Kapitalisme dan Negara pengusungnya, umat Islam seakan tak memiliki taring. Bahkan tak kuasa mempertahankan kepemilikannya.
Respon dunia Arab menunjukkan kepada kita bahwa permasalahan Palestina tidak akan selesai selama ideologi Kapitalisme masih meracuninya. Meski hampir 100% penduduknya beragama Islam, namun sistem Negara yang mengatur bukanlah berdasarkan asas Islam. Hal ini bisa dilihat tentang bagaimana dunia Arab masih memberi ruang dan tempat kepada Zionis Israel untuk bernegosiasi padahal sudah jelas rekam jejaknya sebagai penjajah di tanah kaum muslim. Dengan dorongan kesenangan duniawi, dunia Arab telah melakukan pengkhianatan kepada Palestina. Padahal jika mereka bersatu, akan memiliki kekuatan untuk melawan Israel.
Hanya kepada Khilafah, Palestina akan mendapatkan haknya kembali. Sebagai salah satu kota suci yang istimewa karena keberadaannya sebagai tempat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Palestina butuh khalifah layaknya Umar bin Khatab yang tanpa takut menaklukkannya dengan Islam. Karena Islam tidak mengenal penjajahan seperti yang dilakukan Israel. Tetapi penaklukkan, yang dilakukan sebagai jalan bagi masuknya cahaya Islam di wilayah yang ditaklukkan.
Wallahu a’lam.
Posting Komentar