Generasi Dalam Kegemilangan Islam
Penamabda.com - Beberapa waktu yang lalu sempat dihebohkan dengan surat Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Bangka Belitung (Babel) yang mewajibkan siswa SMA atau sederajat untuk membaca buku "Muhammad Al-Fatih 1453" karangan Felix Siauw, dengan tujuan agar para siswa mengetahui tentang sejarah. Namun surat perintah itu dibatalkan, menurut Kepala Dinas Provinsi Bangka Belitung Muhammad Soleh ini adalah sebuah kelalaian dan kekhilafan dari Disdik Babel karena ternyata buku "Muhammad Al-Fatih 1453" tersebut adalah karangan salah satu ormas yaitu HTI.
Selain itu, anggota DPR RI dari PDIP Ahmad Basarah juga mengkritik keluarnya instruksi dari Kepada Dinas Pendidikan Bangka Belitung Muhammad Soleh. Menurutnya penulis buku tersebut adalah salah satu tokoh ormas yang dibubarkan oleh pemerintah karena asas organisasinya yang berlawanan dengan pancasila.
Oleh karena itu dia menganggap wajar saja jika kontroversi muncul, karena banyak orang menduga buku itu bagian dari propaganda terselubung pengusung ideologi transnasional.
Dengan berkaca dari fakta tersebut tadi, kita dapat memahami bahwa salah satu problem besar bangsa ini dalam melakukan perubahan profil generasi adalah tiadanya gambaran tentang sosok teladan dan juga sistem pendukungnya.
Dahulu, saat Islam berada di puncak kejayaan, para pembesar Nasrani mengeluh dimimbar-mimbar mereka. Mereka berteriak menyesali mengapa para pemuda dan pemudi Nasrani berbondong-bondong meniru serta menyerupai Ummat Islam, menjadikan ajaran Islam sebagai Trend center mereka, bahkan mereka ramai-ramai belajar bahasa Arab karena mereka bangga saat berbicara dengan bahasa arab yang menjadi bahasa peradaban saat itu.
Tidak sampai disitu, saat umat Islam menaklukan Persia, masyarakat Persia yang kulitnya putih menjemur diri mereka, agar kulit mereka kecoklat-coklatan sehingga sama seperti Umat Islam yang datangnya dari Arab dan menguasai Persia.
Mengapa para pembesar Nasrani saat itu teriak begitu keras menyikapi hal tersebut ? Karena mereka tahu, bahwa berkiblat dalam trend dan model lahir dari sebuah kekaguman, dan kekaguman adalah pintu untuk percaya dan berpindah keyakinan.
Namun, sayang seribu sayang, Saat ini keadaan sudah tidak seperti itu lagi, para pemuda-pemudi muslimin berbondong-bondong mengikuti style orang-orang Kuffar, Mereka jadikan orang-orang kuffar sebagai idola. Lupakah mereka bahwa "barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia adalah bagian dari kaum tersebut Dan barang siapa yang mencintai suatu kaum, akan dibangkitkan bersama Mereka".
Persoalan ramaja di atas sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup sekuleris-kapitalis. Betapa tidak, dalam sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan manusia. Sehingga wajar jika agama hanya dijadikan sebagai bagian dari ritual di dalam tempat ibadah saja. Hal ini pula terjadi kepada kaum muslim, Islam hanya dikaitkan dengan ibadah-ibadah maghdah saja, sholat, puasa, zakat, dan lain sebagainya, namun diluar daripada itu agama tidak dipakai. Sehingga yang terjadi adalah memilah syariat Allah yang sesuai dengan perasaan dan kebutuhan saja, jika tidak sesuai maka akan ditinggalkan.
Kerusakkan generasi hari ini, telah nyata terjadi akibat sistem kehidupan yang rusak di negeri ini. Begitu banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya kerusakkan moral para remaja dewasa ini. Ajaran Islam ditinggalkan, berganti dengan kebebasan dan liberalisme yang terus menerus dipaksakan kepada generasi saat ini. Ini dibuktikan melalui berbagai tayangan televisi yang sarat akan hal-hal negatif. Belum lagi keadaan masyarakat yang dijejali budaya liberal, hingga di sekolah melalui sistem pendidikan sekular.
Dari sinilah lahir berbagai sikap dan perilaku liberal yang mengagungkan kebebasan individu. Manusia bertindak atas dasar akal dan perasaannya saja, bukan lagi berdasarkan hukum syara’. Ini tentu menjadi kekhawatiran yang besar bagi kelangsungan generasi Islam ke depan.
Memiliki anak dengan kepribadian islam dan beraqidah kuat adalah idaman bagi setiap muslim. Ia akan membahagiakan orang tua, menyejukkan hati, serta selalu membawa kebaikan bagi keluarga dan masyarakat.
Keluarga muslim adalah keluarga yang menginginkan anaknya bermental pejuang, yang siap membela kaum muslimin dan agamanya taatkala tertindas. Anak bermental pejuang adalah anak yang mendambakan surga sehingga ia tidak takut mati serta pemberani dan ikhlas menjadi pembela yang terpercaya.
Dan anak yang menjadi harapan kaum muslimin adalah anak yang seperti Sultan Muhammad Al Fatih. Yang Sholih, tawadhu, cerdas, hafidz Qur'an, dan pemberani. Dengan keberanian dan kecerdasannya beliau berhasil menaklukkan konstantinopel di usia muda. Hingga dirinya menjadi mimpi buruk bagi kaum kafir. Muhammad Al Fatih, sosok pemuda yang telah membuktikan bisyarah Rasulullah Saw, menaklukkan benteng terbesar dan terkuat. Muhammad Al Fatih telah menorehkan namanya di peradaban dunia menjadi salah satu yang selalu di kenang sepanjang masa. Muhammad Al Fatih, pemuda yang dirinduka surga.
Penaklukan pertama (Konstantinopel) telah berhasil direalisasikan melalui tangan Muhammad Al-Fatih al-‘Utsmani. Seperti yang telah diketahui, penaklukan itu terealisasi setelah lebih dari delapan ratus tahun sejak kabar gembira itu disampaikan oleh Nabi saw. Dan pembebasan kedua (yaitu penaklukan kota Roma) dengan izin Allah juga pasti akan terealisasi. Sungguh, beritanya akan anda ketahui di kemudian hari. Tidak diragukan juga bahwa realisasi pembebasan kedua itu menuntut kembalinya Khilafah Rasyidah ke tengah-tengah umat Muslim.
Mari kita didik anak-anak menjadi generasi terbaik, generasi unggul yang mempunyai mentalitas pejuang. Yang senantiasa yakin dan siap untuk membuktikan bisyarah Rasulullah saw.
Wallahu a'lam
Posting Komentar