Pembangunan Infrastruktur, Kapitalis VS Islam
Oleh: Dewi Sartika (Muslimah Peduli Umat)
Beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi meresmikan jembatan gantung yang ada di kota Kendari. Sontak jembatan itu pun menjadi viral, jembatan yang menghubungkan sisi kawasan Pelabuhan kota lama dengan Sisi Pulau bungkutoko ini diharapkan mampu mendongkrak perekonomian Sulawesi Tenggara.
Dikutip dari kompas.com Presiden Joko Widodo meresmikan Jembatan Teluk Kendari diSulawesi Tenggara, Kamis (22/10/2020). Jembatan sepanjang 1,34 km tersebut secara fisik menghubungkan sisi kawasan Pelabuhan Kota Lama dengan sisi Pulau Bungkutoko di Kecamatan Poasia di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dengan dibangunnya Jembatan Teluk Kendari ini, kata Jokowi, konektivitas dan pergerakan manusia dan barang menjadi semakin efisien.
"Dengan demikian daya saing Sulawesi Tenggara khususnya Kota Kendari meningkat ditandai dengan tumbuhnya pengembangan usaha-usaha baru," kata Jokowi saat meresmikan Jembatan Teluk Kendari.
Diera kepemimpinan Presiden Jokowi pembangunan infrastruktur berkembang sangat pesat, yang tersebar di berbagai provinsi. Salah satunya adalah pembangunan jembatan Bahteramas di Sulawesi Tenggara. Jembatan yang diharapkan dapat mendongkrak perekonomian Sulawesi Tenggara.
Namun, faktanya tidak demikian, banyak dari masyarakat setempat yang dahulunya berprofesi sebagai jasa penyeberangan, kini mereka harus kehilangan pekerjaannya. Karena, masyarakat lebih memilih jalur yang lebih cepat melalui jembatan dari pada harus menyeberang menggunakan transportasi laut. Ini dikarenakan dulunya penyeberangan yang memakan waktu kurang lebih 30 menit, kini dapat ditempuh hanya dengan kurang lebih 3 menit.
Sungguh ironis, di tengah kondisi masyarakat yang sangat sulit akibat pandemi yang tak kunjung usai pemerintah justru gencar melakukan pembangunan infrastruktur yang belum tentu dapat dinikmati oleh masyarakat dari kalangan bawah.
Masih banyak terjadi kelaparan di mana-mana. Kemiskinan yang tak kunjung terselesaikan, PHK massal, kurangnya lapangan pekerjaan dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur saja tidak dapat menjamin kemajuan suatu Negara, karena yang dibutuhkan masyarakat adalah pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan serta menyambung hidup mereka.
Karena kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kondisi rakyatnya yang terpenuhi segala kebutuhan hidup mereka, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan, serta tidak adanya kemiskinan, anak- anak terlantar dan kelaparan.
Pandangan Kapitalis VS Islam
Jika dalam sistem kapitalis pembangunan infrastruktur yang diuntungkan adalah kaum kapitalis atau pemilik modal karena dananya berasal dari mereka, sehingga mengesampingkan yang menjadi hak bagi rakyat.
Sedangkan dalam sistem Islam kebutuhan primer rakyat lebih diutamakan daripada pembangunan infrastruktur. Kalaupun harus dibangun, infrastruktur tersebut dibangun untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan pokok rakyat bukan menguntungkan segelintir orang. Apalagi adu gengsi dengan negara lain.
Infrastruktur adalah hal penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah Negara, serta kesejahteraan bagi rakyat. Karena itu negara wajib membangun infrastruktur yang baik, bagus dan merata.
Menjadikan rakyat sejahtera wajib atas seorang Khalifah. Kesejahteraan akan muncul tatkala terpenuhi sarana dan prasarana menuju kesejahteraan. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur untuk memperlancar distribusi pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Karena itu, pembangunan infrastruktur yang baik hingga ke pelosok negeri hukumnya wajib untuk diwujudkan oleh seorang Khalifah.
“sesuatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib”
Berdasarkan spirit kewajiban inilah di dalam buku the Great leader of Umar Bin al-khattab, halaman 314 - 316 bahwa khalifah Umar Al Faruq menyediakan Pos khusus dari Baitul Mal untuk membangun infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan.
Hal ini tentunya untuk memudahkan transportasi antar berbagai kawasan Negara Islam. Khalifah Umar juga menyediakan sejumlah unta secara khusus, mengingat pada waktu itu unta merupakan sarana transportasi yang tersedia untuk mempermudah mobilisasi orang-orang yang tidak memiliki kendaraan antara Jazirah Syam dan Irak.
Khalifah Umar melalui gubernur-gubernur nya sangat memperhatikan pembangunan jalan. Pada tahun 19 Hijriah berbagai proyek di realisasikan mulai dari membuat teluk, sungai, perbaiki jalan, membangun jembatan yang menghabiskan dana jumlah yang besar pada masa itu.
Dana Pembangunan Infrastruktur dalam Islam
Jika dalam sistem kapitalis pendanaan pembangunan infrastruktur berasal dari pajak yang merupakan pemasukan terbesar negara, atau utang kepada luar negeri, dan kerjasama pemerintah dengan swasta (pengusaha sebagai pemilik saham). Sebab, itu infrastruktur yang ada tidak dapat dinikmati secara cuma-cuma oleh masyarakat karena masyarakat harus menanggung pungutan penggunaan infrastruktur tersebut, seperti tarif tol ataupun jembatan dan lain-lain. Karena sejatinya, pembangunan infrastruktur bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan para kaum kapitalis.
Berbeda halnya dengan Islam. Dalam sistem ekonomi Islam insfrastruktur yang terkategori milik umum seperti jalan umum, jembatan, sekolah-sekolah, rumah sakit, serta sarana-sarana yang lazim diperuntukkan bagi rakyat. Harus dikelola oleh negara dan dibiayai dari dana milik umum, seperti hasil dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola oleh negara. Atau dana milik negara. Namun, dalam hal ini negara tidak boleh mengambil keuntungan dari infrastruktur tersebut karena sepenuhnya diperuntukkan untuk kemaslahatan rakyat.
Strategi khilafah dalam pembiayaan insfrastrutur yaitu memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas dan tambang. Misalnya, Khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu, seperti Fosfat, Emas, Tembaga, dan sejenisnya, pengeluarannya dikhususkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Strategi ini boleh ditempuh oleh Khalifah. Kebijakan ini juga merupakan kebijakan yang tepat, untuk memenuhi kebutuhan dana yang digunakan dalam pembangunan infrastruktur.
Dasar kebolehan Khalifah untuk mengambil strategi ini, antara lain: Pertama, Rasulullah saw. ketika menjadi kepala negara, juga para khalifah setelah beliau, telah melakukan tindakan memproteksi tempat-tempat tertentu, yang merupakan kepemilikan umum. Rasulullah saw. Bersabda “Tidak ada hak untuk memproteksi, kecuali milik Allah dan Rasul-Nya” (HR Abu Dawud).
Dengan kata lain, negara berhak memproteksinya, dan dikhususkan untuk membiayai jihad, fakir, miskin, dan seluruh kemaslahatan publik.
Selain itu, Nabi saw. juga pernah memproteksi Tanah an-Naqi’, tempat yang terletak di Madinah al-Munawwarah, untuk menjadi tempat menggembala kuda (HR Abu Ubaid).
Ketika Abu Bakar menjadi khalifah, beliau juga melakukan hal yang sama, dengan memproteksi ar-Rabdzah, yang dikhususkan untuk menggembalakan unta zakat. Untuk mengurus itu, beliau mengangkat budaknya.
Kedua, yaitu mengambil pajak dari kaum Muslim untuk membiayai infrastruktur. Strategi ini hanya boleh dilakukan ketika Baitul Mal tidak ada kas yang bisa digunakan. Itu pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, dan hanya diambil dari kaum Muslim, laki-laki, dan mampu. Selain itu tidak.
Dari sisi jangka waktu pengadaannya infrastruktur dalam islam dibagi menjadi dua jenis:
》Infrastuktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat dan menundanya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat. Misal, satu kampung atau komunitas tertentu belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit, saluran air minum.
》Infrastruktur yang dibutuhkan tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya misalnya jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid dll.
Infrastruktur kategori yang kedua tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana sehingga tidak dibolehkan pembangunan infrastruktur tersebut dengan jalan utang dan pajak. Jadi infrastruktur kategori yang kedua hanya boleh dibangun ketika dana APBN atau Baitul Mal mencukupi.
Adapun infrastruktur kategori yang pertama, tanpa memperhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau Baitul Mal, harus tetap dibangun. Jika ada dana APBN atau Baitul Mal, maka wajib dibiayai dari dana tersebut. Akan tetapi, jika tidak mencukupi maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharîbah) dari rakyat. Jika waktu pemungutan dharîbah memerlukan waktu yang lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh negara meminjam kepada pihak lain. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharîbah yang dikumpulkan dari masyarakat. Pinjamaan yang diperoleh tidak boleh ada bunga atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman
Demikian Islam memandang, mengatur , serta merealisasikan infrastruktur yang merata keseluruh negara Islam dengan perencanaan dana yang matang sehingga dalam pembangunananya negara terbebas dari jeratan utang riba yang melanggar syariah. Wallahu A'lam Bishawab
Posting Komentar