Hanya Khilafah Pemutus Derita Rohingya
Penamabda.com - Rohingya. Sungguh malang nasibmu. Kalimat yang tepat menggambarkan keadaan kaum Rohingya kini. Setelah sebelumnya, mendapat perlakuan kejam dari tentara Myanmar. Pembantaian hingga pengusiran diterima oleh ribuan etnis Rohingya beberapa tahun terakhir hingga akhirnya mengungsi ke Bangladesh.
Bahkan, umat muslim Rohingya, yang sebagian besar tinggal di negara bagian Rakhine, tidak pernah diakui sebagai warga negara Myanmar karena dianggap sebagai pendatang gelap dari Bangladesh.
Pemerintah Myanmar juga tidak pernah menyebut mereka sebagai Rohingya namun Muslim Benggali.
Kini, belum selesai penderitaan muslim Rohingya, setelah mengungsi ke Bangladesh nampaknya tidak bisa dijadikan pijakan terakhir bagi etnis ini. Seperti yang dilansir di PikiranRakyatCirebon-com - Lebih dari 1.600 pengungsi Muslim Rohingya pada Jumat, berlayar dari pelabuhan Chittagong di wilayah selatan Bangladesh menuju pulau terpencil Bhasan Char di kawasan Teluk Benggala, demikian menurut keterangan pejabat kelautan.
Pejabat kelautan yang sama menyebut bahwa para pengungsi yang dipindahkan itu menaiki tujuh kapal, dengan dua kapal lainnya yang membawa barang kebutuhan.
Dipindahkannya bukan tentu bukanlah atas kemauan mereka. Lagi-lagi mereka diusir paksa untuk meninggalkan tanah Bangladesh dan dipaksa menempati pulau tak berpenghuni yang tidak layak dan rawan terjadinya angin topan.
"Mereka membawa kami ke sini dengan paksaan," kata seorang pria pengungsi berusia 31 tahun sambil menangis ketika menaiki bus dari kamp dekat Cox's Bazar, dalam pernyataan kepada Reuters melalui telepon.
Berbeda dengan pernyataan Abdul Momen, Mentri Luar Negri Bangladesh, 3 Desember 2020, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Reuters, yang menyatakan bahwa pemindahan etnis Rohingya ke pulau Basan Char tanpa paksaan.
Jika kita melihat lebih mendalam apa yang sebenarnya terjadi dengan negeri-negeri didunia. Mengapa mereka enggan menerima etnis muslim di wilayah mereka?
Dan mengapa Myanmar membantai ribuan muslim dan mengusirnya?
Inilah yang terjadi didepan mata. Kezaliman oleh kaum pembenci umat Islam dimana-mana dirasakan. Tanpa rasa iba dan bersalah mereka mambantai tanpa perikemanusiaan.
Sekat nasionalisme seolah telah menutup ruang belas kasihan di hati mereka. Hingga mempengaruhi kebencian pemerintah Myanmar terhadap warga negaranya sendiri hanya karena berbeda etnis. Dan membatasinya dengan agama yang mereka yakini, yaitu Buddha.
Nasionalisme juga telah menutup diri tiap negara dari rasa iba, tanpa pikir panjang tidak membiarkan muslim Rohingya masuk ke wilayahnya. Termasuk Malaysia, Thailand, bahkan Indonesia.
Badan PBB, UNHCR, HRW sekalipun tidak bisa dijadikan tempat bergantung harapan muslim Rohingya. UNHCR justru berharap negara-negara lain mau berbagi tanggung jawab menangani krisis kemanusiaan ini. Seharusnya badan-badan inilah yang punya wewenang untuk memberikan solusi perdamaian bangsa-bangsa. Namun nyatanya, mereka hanyalah lembaga-lembaga penghasil konvensi dan tidak bisa menjadi gantungan solusi.
Sudah saatnya kita menyadari bahwa solusi kezaliman terhadap umat hanyalah Islam. Islam mampu mewujudkan perdamaian dan penjagaan yang tentu bukan melalui lingkup nasionalisme. Tetapi dalam naungan Daulah Khilafah yang telah terbukti lebih dari 13 abad memimpin dunia dengan syariat yang mengikatnya.
Daulah yang tidak hanya menyatukan seluruh umat, melainkan juga menjadi perisai yang akan menjaga keutuhan kaum muslimin dari cengkeraman nasionalis dan kezaliman kafir. Serta menjaga dari disintegrasi wilayah.
Jalan keluar inilah yang tidak akan didapatkan di dalam sistem Demokrasi, melainkan hanya Khilafah. Solusi yang akan menghantarkan kemuliaan umat dari pengaruh Asing dan kekerasan. Sehingga tuntutan adanya Khilafah menjadi wajib atas kaum muslimin. Sebab tanpa sistem Islam Khilafah, dunia dan umat terus menderita berkepanjangan. Baik secara pemikiran ataupun fisik seperti yang dialami seluruh negeri, termasuk muslim Rohingya.
Posting Komentar