Deritaku Tak Kunjung Berlalu Ditahun 2021
Oleh: ummu Dzakiyah
Penamabda.com - Tahun 2020 telah berlalu. Pergi dengan kesan dan pesan yang akan teringat selalu. Tahun yang berisi seribu memorial bagi seluruh dunia. Apalagi jika bukan karena virus corona yang tak kunjung sirna.
Seluruh dunia masih bertanya-tanya, kapan derita ini pergi?. Terkhusus bagi negeri kita tercinta, pandemi ini tidak menghentikan ketamakan para pemegang kekuasaan untuk memeras rakyatnya.
Yang terakhir, ditengah krisis ekonomi, sosial dan politik, para pejabat masih saja menemukan celah sempit untuk korupsi. Tak tanggung-tanggung, dana yang dianggarankan untuk bansos pun dicaplok. Bahkan disembunyikan dibalik kursi jabatan. Dan pemerintah pun terlihat 'kurang peduli'. Hanya katanya saja akan memberantas hingga keakar-akarnya. Tapi buktinnya tak pernah terjadi.
Disisi lain, patut disoroti sikap pak presiden yang terkesan tak peduli penderitaan rakyat. Sudah rakyat sakit, kebutuhan pokoknya pun masih dipungut biaya. Coba perhatikan bagaimana saat vaksin virus corona ditemukan. Akan tetapi, pemerintah meminta masyarakat untuk membayar dengan harga yang tak murah. Alasannya, untuk membantu ekonomi negara yang tengah terjun bebas. Padahal sejumlah negara lain menggratiskannya.
Nyatanya, pernyataan-pernyataan diatas sebatas kedok untuk memuluskan nafsu para pejabat. Akal penuh racun gila kekuasaan dan kekayaan. Berniat menjadi penguasa untuk menguras habis dana rakyat.
Ironisnya, semua ini terjadi secara sistemik. Politik oligarki berjalan dengan begitu tenang. Bagi-bagi kursi kekuasaan berarti berbagi uang rakyat. Mereka berlomba memakaan sekenyang kenyangnya dan rakyat cukup diberi remahan-remahan tak berarti.
Lantas bagaimana mengakhiri semua ini? Saat penguasa saja tidak peduli. Mau berganti pemimpin? Faktanya, sudah banyak sekali bukti sejarah yang mengatakan pergantian pemimpin itu tidak menjamin rakyat sejahtera. Bahkan semakin menyengsarakan rakyat dengan cara yang berbeda.
Dari zaman Pak Soeharto hingga Jokowi. Dari masa kepemimpinan G. Bush sampai Donal Trump, masalah yang menimpa dunia tak kunjung lenyap. Kemiskinan merajalela, pengangguran dimana-mana, eksploitasi kekayaan alam tak terhindarkan, korupsi pun masih menjadi momok menakutkan.
Apakah ini kesalahan memilih pemimpin? Masih ingatkah ketika rakyat lndonesia bergitu berharap pada pasangan Prabowo-Sandiaga Uno? Rakyat begitu mengelu-elukan mereka. Tapi pada akhirnya, rakyat dikhianati. Pasca terpilihnya kembali Jokowi, politik bagi-bagi kursi kekuasaan terjadi. Prabowo diangkat menjadi pejabat.
Oleh karena itu, sejatinya kesengsaraan rakyat tak mungkin bisa berakhir hanya dengan bergantinya pemimpin. Sebab, masalah sebenarnya berada pada asas yang bertumpu padanya segala kebijakan. Asas yang dijadikan sebagai tolak ukur para penguasa saat ini saat akan berkehendak.
Asas itulah yang kini menjadi sistem dinegara ini. Apalagi jika bukan kapitalisme-demokrasi. Asas yang membolehkan penggunaan segala cara untuk meraih keuntungan bagi pribadi dan kelompok. Begitu buruknya sistem ini, hingga dikatakan, 'jika malaikat masuk kedalam sistem demokrasi, maka ia akan menjadi iblis'. Sehingga harapan di sistem ini ibarat "menanti kucing bertanduk". artinya ketika kita menginginkan penderitaan rakyat ini berlalu dalam sistem ini maka tidak akan pernah terjadi. maka deritaku tak kan berlalu di tahun dua ribu dua puluh satu.
Maka jika rakyat ingin terbebas dari kesengsaraan dan penderitaan yang menimpa, maka sistem kapitalisme inilah yang wajib dihancurkan. Kemudian diganti dengan sitem lain. Sistem apakah itu? Tak lain dan tak bukan ia adalah sistem lslam dalam naungan daulah Al Khilafah. Panduan hidup dari sang penciptanya manusia. Sistem terbaik yang Allah janjikan sebagai, "rahmatan lil 'alamin".
Posting Komentar