Polemik Vaksin Covid-19 Di Masyarakat Akibat Dari Penerapan Sistem Kapitalisme
Oleh: Nabila Fadel
Sudah ada 18 negara yang sudah menggunakan vaksin covid-19 di mulai pada Desember 2020, Indonesia akan melakukan vaksin covid-19 pada tanggal 13 Januari 2021 (detik.com). Namun di sisi lain ada kelompok yang anti vaksin atau masyarakat yang ragu untuk dilakukan suntik vaksin di berbagai negara, begitu pula di Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melakukan survei bersama technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), UNCEF dan WHO tentang penerimaan vaksin covid-19. Survei ini melibatkan 115.000 orang responden dari 34 provinsi yang mencakup 508 kabupaten/kota pada bulan September 2020. Hasil membuktikan bahwa 3/4 responden mengatakan telah mendengar tentang vaksin covid-19 dan 2/3 atau 64% yang bersedia untuk di vaksin.
Ahli Virologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Mohamad Saifudin Hakim, MSc PhD, memberikan komentar terkait adanya gerakan anti – vaksin garis keras. Gerakan penolakan vaksinasi telah ada sejak dulu, gerakan penolakan ini akan terlihat lebih gencar ketika muncul program vaksinasi jenis baru yang ditetapkan oleh pemerintah. Berbagai ragam macam alasan untuk melakukan penolakan tidak hanya karena aspek halal haram saja, tapi keamanan, efektifitas, background anti – medis dan lain sebagainya akan selalu dijadikan alasan dan juga ada kelompok yang menolak vaksin karena adanya miss infomations yang diterima.
Menurut Dr. Endang Mariani, MPsi pengamat dan praktisi psikososial dan budaya bahwa penolakan ini tidak lepas dari peran media sosial dalam menyebarkan informsasi hoax tentang vaksin covid-19 tidak dapat dipungkiri bahwa adanya kelompok anti vaksin yang terus menyebarkan berita dan beberapa diantaranya adalah informasi hoax yang tidak bisa dipercaya kebenarannya. Sejumlah opini yang dibentuk antara lain tentang bahaya vaksin covid-19, terutama menyangkut efek samping jangka panjang yang belum berbasis bukti terkesan terburu-buru. Adanya konspirasi politik dengan tujuan tertentu hanya untuk kepentingan bisnis serta adanya penggaran hak kebebasan publik apabila terjadi pemaksaan untuk wajib di vaksin dan lain sebagainya merupakan dapat mempengaruhi tingkat keyakinan masyarakat untuk mau di vaksin. Untuk meminimalisir keragu-raguan dan penolakan terhadap vaksin covid-19 perlu adanya sosialisasi dan edukasi yang masif serta tepat sasaran secara terus menerus sehingga yang terbentuk adalah kesadaran bukan pemaksaan.
Berbagai kebingungan dan polemik di masyarakat dalam hal vaksinasi ini pasti terjadi dalam sistem kapitalisme, sebagai buah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang selalu kompromi dengan memprioritaskan kepentingan bisnis besar di atas kepentingan rakyat jelata.
Pemerintah kapitalisme telah menjadikan kegiatan kedokteran dan farmasi yang merupakan hak dasar rakyat sebagai komoditas yang dikomersialkan meski di kala pandemi. Di samping itu kapitalisme meniadakan peran pemerintah sebagai pengatur urusan rakyat. Pemerintah lalai dan tidak mampu menjamin kebenaran informasi yang beredar di masyarakat, karena di sistem kapitalisme menolak peratuan agama dalam kehidupan, kebebasan berpendapat di junjung tinggi negara tidak dapat menghentikan siapa pun yang mengeluarkan opininya terlepas itu benar atau tidak dalam syariat islam. Sehingga rakyat yang sudah jenuh dengan kinerja pemerintah akhirnya menerima mentah-mentah propaganda yang tidak berdasar seperti kampanye anti vaksin.
Waallahu’alam bi showwab
Posting Komentar