Putus Sekolah Mengancam, Masa Depan Generasi Makin Suram
Oleh: Iffah Komalasari
Penamabda.com - Pandemi virus Corona di tahun 2020 telah menyebabkan darurat pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. UNICEF menemukan ada 938 anak di Indonesia putus sekolah akibat COVID-19. Dari jumlah tersebut 75% diantaranya tidak lagi bisa melanjutkan pendidikan karena masalah biaya. Perwakilan UNICEF di Indonesia mengatakan hal tersebut terjadi karena orang tua siswa banyak yang kehilangan pendapatan dan pekerjaan sejak virus Corona masuk ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, UNICEF mencatat proporsi anak laki-laki lebih banyak putus sekolah dibandingkan perempuan. Selain itu berdasarkan pantauan UNICEF lebih dari 13.500 anak di Indonesia sudah putus sekolah sebelum pandemi. Angka ini tentunya menambah daftar panjang jumlah ATS (Anak Tidak Sekolah) di Indonesia yang telah mencapai 4,34 juta jiwa berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2019. Sementara itu secara global, UNICEF mencatat 290 juta anak berpotensi putus sekolah akibat pandemi yang juga berdampak ke Indonesia. (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201223125954-532-585616/unicef-sebut-938-anak-ri-putus-sekolah-karena-corona)
Sungguh miris mendengar fakta generasi Indonesia yang harus putus sekolah akibat dampak Covid-19 ini. Hal ini semakin membuktikan ketidakmampuan sistem kapitalisme dalam menyelesaikan problematika manusia khususnya dalam menangani pandemi. Dengan berbagai solusi kapitalisme, carut marut kehidupan manusia dari berbagai lininya terus menerus semakin runyam. Dampak pandemi Corona terhadap pendidikan generasi ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap nasib bangsa di masa yang akan datang.
Sebenarnya masalah pendidikan ini bukan hanya terjadi pada saat pandemi. Jauh sebelum adanya wabah pandemi masalah pendidikan telah menjadi PR terbesar yang dihadapi bangsa ini. Dan solusi tambal sulam ala kapitalisme tidak pernah mampu menuntaskan masalah pendidikan ini.
Berbeda dengan kapitalisme, dalam Islam masalah pembiayaan pendidikan dalam kondisi normal maupun dalam kondisi pandemik untuk seluruh tingkatan, sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan baik menyangkut gaji para guru maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam pendidikan disediakan secara gratis oleh negara. Sehingga tidak boleh ada yang putus sekolah gara-gara tidak mampu membayar sekolah.
Mengapa demikian? Sebab negara dalam Islam berkewajiban menjamin 3 kebutuhan pokok masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu yaitu sandang, pangan dan papan, dimana negara memberi jaminan tak langsung. Adapun dalam hal pendidikan, kesehatan dan keamanan jaminan negara itu bersifat langsung yakni diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara. Hal ini karena ada dalilnya dalam as-Sunnah dan juga dari ijma sahabat.
Yang pertama, Nabi SAW bersabda:
«اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَاعِيَتِهِ»
Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Yang kedua, setelah perang Badar sebagian tawanan yang tidak sanggup menebus pembebasannya, diharuskan mengajari baca tulis kepada 10 anak-anak di Madinah sebagai ganti tebusannya.
Sementara ijma sahabat juga telah terwujud dalam hal wajibnya negara dalam menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Khalifah Utsman memberikan gaji kepada guru yang berasal dari pendapatan negara atau baitul maal yang berasal dari jizyah, kharaz (pajak tanah) dan ‘usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara).
Di dalam sejarah Islampun telah tercatat kebijakan para Khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad ke-4 Hijriyah para Khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan misalnya. Setiap perguruan tinggi dilengkapi dengan auditorium, asrama mahasiswa juga perumahan para dosen dan ulama. Selain itu perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi dengan taman rekreasi, kamar mandi, dapur dan ruang makan.
Diantara perguruan tinggi yang penting yaitu madrasah Nizhamiyyah dan madrasah al-Muntansiriyah di Baghdad, madrasah an-Nuriyah di Damaskus dan madrasah an Nasiriyah di Kairo. Madrasah al Muntansiriyah didirikan oleh Khalifah al Muntansir pada abad ke-6 Hijriyah dengan fasilitas yang lengkap. Selain memiliki auditorium dan juga perpustakaan, madrasah ini jug dilengkapi pemandian dan rumah sakit yang dokternya selalu siap di tempat. Pada era Khilafah Utsmaniyyah Sultan Muhammad Al Fatih juga menyediakan pendidikan secara gratis. Di Konstantinopel atau Istanbul, Sultan membangun 8 sekolah dimana di sekolah-sekolah ini dibangun asrama siswa lengkap dengan ruang tidur dan ruang makan. Sultan memberikan bea siswa bulanan untuk para siswa. Juga dibangun sebuah perpustakaan khusus yang dikelola oleh pustakawan yang cakap dan berilmu.
Bagaimana caranya sekolah-sekolah dalam negara Islam ini bisa gratis?
Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan negara Khilafah itu memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara yaitu baitul maal. Dalam sejarah, pada masa Umar Bin Khaththab sumber pembiayaan untuk kemaslahatan umum termasuk pendidikan didalamnya berasal dari jizyah, kharaz dan ‘usyur. Terdapat 2 sumber pendapatan baitul maal yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan yaitu :
1. Pos fai’ dan kharaz yang merupakan kepemilikan negara yaitu seperti ghanimah, khumus, jizyah dan dlaribah.
2. Pos kepemilikian umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut dan hima. yaitu milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan.
Sedangkan pendapatan dari pos zakat tidak dapat digunakan untuk pembiayaan karena zakat sudah ada peruntukannnya sendiri yaitu untuk 8 golongan mustahik zakat sesuai aturan di dalam al Qur’an.
Jika 2 sumber pendapatan tadi ternyata tidak mencukupi dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif atau dloror jika terjadi penundaan pembiayaannnya, maka negara wajib mencukupinya dengan segera misalnya dengan cara berhutang. Hutang ini kemudian nanti dilunasi negara dengan dana dari dloribah atau pajak yang dipungut dari kaum muslimin.
Inilah kita bisa lihat bagaimana kesungguhan pemimpin Islam dalam penyelenggaraan pendidikan.
Oleh karena itu, menjadi jelas sekali bahwa dalam sistem Khilafah Islam tidak akan dibiarkan seorangpun putus sekolah karena tidak ada biaya karena semua itu menjadi kewajiban negara dan negara akan menjamin setiap warganya untuk mendapatkan hak pendidikannya. semoga sistem khilafah yang diridoi Allah dan menjamin kemaslahatan manusia ini segera terwujud.
Posting Komentar