Solusi tindak kejahatan seksual dengan kebiri sistem demokrasi
Oleh: Nora Putri Yanti (Aktivis Dakwah Kampus)
Penamabda.com - Siapa yang tidak geram dengan maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak yang merebak belakangan ini, seakan-akan tidak akan ada habisnya persoalan yang menyasar generasi dini. Dikutip dari sindonews.com (3/1/2001) Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) telah menandatangani atau meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020, tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Apakah ini sebuah solusi tuntasnya atau malah akan menghasilkan masalah lainnya?
Perlu kita sadari persahabatan antara pemerintah dan pengusaha yang kebabalasan dalam menghalalkan segala cara dan usaha untuk menanam pohon uangnya, melegalisasi banyaknya konten yang merangsang munculnya naluri seks diwilayah kekuasaan siapakah? Lihat saja Pornografi dan pornoaksi dalam film, sinetron, tayangan iklan, atau adegan langsung dalam kehidupan nyata yang dipertontonkan para pemuja liberal, tanpa memperhatikan ini akan menjadi stimulan seks bagi orang-orang yang sudah dewasa biologisnya, berkeliaran bebas tanpa hambatan, adanya badan Pensensoran perfilman oleh KPAI seakan hanyalah basa basi pemerintah saja bukan.
Inilah gambaran asli dari sistem rusak yang melahirkan kerusakan, sekuler kapitalis inilah yang membentuk karakter rusak generasinya karena pemisahan agama dalam kehidupan, malah membuka ruang kebebasan dengan bertopeng hak azazi manusia. Pencabutan persoalan ini harusnya menyasar akarnya, selama sistem yang dipakai masih buatan manusia dan membelakangi hukum sang pencipta maka masalah akan semakin bertambah bukannya malah reda. Seharusnya negara menghentikan program-program berbahaya tersebut dan menindak tegas para pelanggarnya. Selama ini negara sekadar menyeru orang tua dan keluarga bertindak selektif memilihkan tayangan anak-anak mereka dan menganjurkan untuk mendampinginya. Tidak mungkin juga selama 24 jam orang tua bisa mengekori anaknya bukan.
Penerapan hukum kebiri tersebut di samping tidak manusiawi juga tidak sesuai dengan Syariah Islam, serta menunjukkan kegagalan total negara dalam penanggulangan kejahatan seksual terhadap anak. Sesungguhnya penanggulangan semua penyakit sosial yang ada dalam sistem sekuler-kapitalis saat ini hanyalah dengan mencampakkan sistemnya lalu segera terapkan syariah secara kaffah (menyeluruh). Dan faktanya Kebiri kimia memang menurunkan keinginan berhubungan seksual tapi juga menimbulkan efek lainnya seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular, kerusakan metabolisme glukosa dan lipid, depresi, hingga infertilitas. Yang juga akan memutuhkan biaya tambahan bagi pelaku yang terkena penyakit berbahaya lainnya.
Yang namanya buatan manusia tentu sifatnya lemah dan terbatas yang juga menghasilkan solusi terbatas pula, terbukti kebiri kimia yang dicanangkan menyelesaikan masalah efeknya hanya akan bertahan selama enam bulan saja. Setelah enam bulan, bila tidak ada komplikasi, fungsi organ seksual pada pria tersebut akan kembali seperti sedia kala. Bahkan seorang dokter ahli saraf menyampaikan hukuman ini dapat membuat pelaku lebih agresif karena depresi dan ketidakseimbangan hormon (nasional.tempo.co/amp/774577). Jadi hukuman kebiri kimia bukanlah solusi tuntasnya, karena disini penyimpangan seksual ini bukan hanya penyakit hormon saja tapi juga karna fantasi seseorang atas apa yang diindranya. Lagian solusi yang diberikan hanya bersifat kuratif saja yang terfokus mengadili tindak pelaku seksual, usaha pencegahannya tidak ada tanpak jua.
Akan berbeda halnya jika kita memandang kehidupan dengan kaca mata islam. Negara berperan besar dalam mendukung dan menjaga keimanan serta kesejahteraan rakyatnya, mencegah potensi kejahatan dan menghukum pelaku maksiat sesuai hukum Allah yang setimpal dan menjerakan. Tidakkah kita menginginkan kehidupan yang akan dinaungi rahmat Allah karena ketaatan kita kepada-Nya?
Sudah fitrahnya manusia dibekali naluri namun perlu juga tuntunan yang shahih agar cara penyalurannya benar, Hasrat seksual adalah akibat dari dorongan naluri melestarikan jenis (ghorizah nau’) yang diciptakan Allah kepada manusia dan makhluk hidup lainnya. Stimulusnya berasal dari luar tubuh, Hasrat ini menuntut untuk dipenuhi, namun tidak sampai mengakibatkan kepada kematian, hanya kegelisahan. Dan ini bisa dialihkan kepada naluri beragamanya dengan berusaha tunduk dan taat kepada aturan allah. Berbeda dengan kebutuhan jasmani seperti lapar yang stimulusnya dari dalam tubuh yang kekurangan kalori, yang menyebabkan kematian juga jika tidak terpenuhi. Gambaran langkah awal untuk mencegah kemaksiatan ketika penerapan Islam secara praktis pemerintah islam adalah menyeru seluruh kaum muslimin untuk taat kepada Allah SWT, sehingga nuansa keimanan yang kokoh akan menjaga ketaatan dalam menghiasi diri seorang muslim. Dengan ketaqwaan totalitas setiap individu akan menjauhi berbagai kemaksiatan serta keharaman yang akan mengundang kemurkaan Allah SWT.
Lalu adanya antara masyarakat dalam Islam saling nasehat menasehati dalam kebaikan ketika melihat kemungkaran serta bersama - sama untuk menjauhinya supaya jangan terjerumus kedalam kehinaan. Demikian pula ada hukumannya bagi yang melanggar okeh negara seperti kasuss predator seksual akan mendapat sanksi berat berupa jilid jika dia belum menikah, dan rajam hingga mati jika dia sudah atau pernah menikah. Inilah solusi tuntas yang akan terealisasi ketika adanya negara islam, hukum yg dijatuhkan kepada para pelanggar dari para khalifahnya bukan dari hakim apalagi gubernurnya. Penetapan hukum syariah memang sudah sesuai dengan fitrahnya manusia. Tidak hanya menimbulkan efek jera bagi pelakunya tapi juga adanya penghapusan dosa bagi yang menjalani hukumannya karena ikhlas mengharap ampunan allah
Posting Komentar