Gaduh PerPres Miras, Masyarakat Tak Boleh Lengah
Oleh : Dinda Kusuma W T (Aktivis Muslimah Jember)
Pada tanggal 2 Februari 2021 yang lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani perpres kontroversial berkaitan dengan peredaran miras di Indonesia. Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal ini pada salah satu lampirannya, tepatnya lampiran ke III, memuat peraturan mengenai pelegalan penjualan miras di beberapa daerah di Indonesia, diantaranya Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Yang lebih mengejutkan, pelegalan usaha miras ini dibuka hingga tingkat pedagang eceran. Sontak masyarakat Indonesia pun terkejut dengan peraturan baru ini. Pasalnya, Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim, yang dipimpin oleh presiden muslim, bahkan wapresnya adalah seorang kyai besar, namun tanpa ragu-ragu melegalkan minuman keras yang diharamkan dalam syariat islam.
Protes terhadap kebijakan ini mengalir deras dari berbagai kalangan. Baik ulama, masyarakat awam, bahkan para pejabat pemerintahan di daerah yang tercantum dalam perpres miras tersebut banyak yang tegas menolak dilegalkannya jual beli miras di daerah mereka. Salah satunya Pemprov dan DPR Papua yang tegas menolak peraturan ini. Penjabat Sekretaris Daerah Papua, Doren Wakerwa mengatakan perpres investasi miras yang diterbitkan Presiden Joko Widodo bertolak belakang dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pelarangan Miras di Papua. Dalam perdasus itu, pemprov secara tegas melarang peredaran miras di Papua.
Menurut Doren, selama ini miras tidak baik bagi masyarakat karena menyebabkan tindakan pelanggaran hukum seperti kecelakaan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (cnnindonesia.com, 02/03/2021). Bagaimana mungkin sebuah peraturan ditetapkan disuatu daerah tanpa meminta persetujuan atau pendapat dari pemerintah daerah setempat. Tampak bahwa perpres miras ini tergesa-gesa dan dipaksakan. Pemerintah pusat yang berdalih bahwa pelegalan miras di beberapa daerah di Indonesia ini merupakan suatu bentuk kearifan lokal, jelas telah terbantahkan. Karena penduduk lokal sendiri menolak keras pelegalan miras di daerah mereka. Kendati akan mendatangkan investasi, hal itu dirasa tidak sepadan dengan kerusakan yang akan ditimbulkan oleh miras.
Kegaduhan akibat penetapan perpres ini rupanya merisaukan pemerintah. Untuk meredam gaduh protes pelegalan miras ini akhirnya Presiden Joko Widodo menyatakan mencabut lampiran III pada Perpres tentang bidang usaha penanaman modal. Peraturan tentang pelegalan miras yang tercantum di dalamnya pun dibatalkan. Untuk sementara masyarakat bisa bernafas lega, namun dalam hal ini masyarakat tidak boleh lengah. Rakyat Indonesia harus tetap kritis dan responsif dalam mengawal peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah. Sering kita dapati, pemerintah membuat peraturan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Contohnya, omnibus Law yang semakin menyengsarakan buruh, kenaikan iuran BPJS ditengah pandemi yang sempat ditolak oleh MA, namun dinaikkan kembali oleh pemerintah secara sepihak dengan penetapkan perpres baru. Selain itu, banyak peraturan yang mengandung pasal karet dan multi tafsir, sehingga terkadang pemerintah meredam protes dari masyarakat dengan memelintirkan makna dari perpres yang telah atau hendak ditetapkan. Dalam pencabutan lampiran perpres inipun terdapat makna yang tidak disampaikan oleh pemerintah. Pemerintah menyatakan mencabut lampiran III, itu artinya, yang dicabut bukan Perpres-nya, tetapi hanya lampirannya. Itu pun hanya lampiran Bidang Usaha No. 31 dan No. 32. Adapun lampiran Bidang Usaha No. 44 tentang Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol dan No. 45 tentang Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol tidak dicabut.
Selama ini peredaran miras diatur melalui Perpres 74/2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Peraturan BPOM No. 8 Tahun 2020 melarang peredaran minuman beralkohol secara daring. Dengan demikian industri miras serta perdagangan eceran dan kaki lima miras diserahkan kepada daerah masing-masing. Pencabutan lampiran tentang investasi baru miras bukan berarti industri miras menjadi tidak ada. Hanya investasi (industri) baru yang tidak ada. Industri miras yang sudah ada tetap berjalan.
Perdagangan eceran dan kaki limanya juga tetap berjalan menurut peraturan yang sudah ada .
Minuman Keras Induk Kejahatan
Akibat buruk yang ditimbulkan oleh miras sebenarnya telah jelas dan terang benderang, namun masyarakat dan pemerintah masih banyak yang menganggap remeh hal tersebut. Banyak sekali tindak kriminal dilatarbelakangi pelakunya berada dibawah pengaruh minuman keras. Seseorang yang menenggak miras bisa tertutup akal sehatnya, sehingga ia bisa bertindak nekat, keji, bahkan diluar batas kemanusiaan. Sepanjang 3 tahun terakhir (2018 hingga 2020) aksi kejahatan yang dilatar belakangi oleh minuman keras (miras) ternyata cukup masif. Berdasarkan catatan Polri terjadi 223 tindak pidana. "Data yang kami himpun dari Bareskrim Polri perkara pidana miras selama 3 tahun terakhir mulai tahun 2018 sampai 2020 sebanyak 223 kasus,” kata Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono (jawapos.com, 14/11/2020).
Masih lekat di ingatan kita kasus Yuyun, seorang bocah Bengkulu berusia 14 tahun yang diperkosa beramai-ramai oleh belasan pemuda dan mayatnya dibuang ke jurang awal April 2016 lalu. Kejadian biadab tersebut dilakukan setelah para pelaku menenggak minuman keras sambil menonton video porno. Kemudian beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan dengan kejadian di sebuah kafe di Cengkareng, Jakarta Barat, seorang oknum polisi yang sedang mabuk, menembak mati tiga orang yang salah satunya adalah anggota TNI. Kejadian ini dipicu oleh minuman keras. Sungguh tidak terbayangkan besarnya kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh miras. Karena itu bisa dikatakan miras adalah induk dari segala kejahatan, sebagaimana diriwayatkan bahwa sahabat Rasulullah SAW, ustman bin Affan ra. pernah berpesan, "Jauhilah minum minuman keras, karena minuman keras merupakan induk segala perbuatan keji. Demi Allah, sungguh, iman dan minuman keras tidak akan bersatu di dalam hati seseorang melainkan hampir pasti salah satu di antaranya melenyapkan yang lain.”
Islam Tegas Mengharamkan Miras
Minuman keras atau khamr adalah minuman yang dilarang dikonsumsi bagi umat islam. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 219 yang artinya:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (TQS. Al Baqarah : 219).
Selanjutnya Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (TQS. Al Maidah : 90)
Islam tidak hanya melaknat peminum khamr, tetapi orang – orang yang turut mendistribusikan minuman haram tersebut juga terkena imbasnya. Dari Anas bin Malik, ia berkata,
“Rasulullah SAW melaknat tentang khamr sepuluh golongan: yang memerasnya, Yang minta diperaskannya, yang meminumnya, yang mengantarkannya, yang minta diantarinya, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang makan harganya, yang membelinya, dan yang minta dibelikannya”. (HR. Tirmidzi)
Islam adalah agama yang dirahmati Allah, apa-apa yang diwajibkan dalam islam pasti membawa kebaikan, sedangkan segala yang dilarang pasti membawa kemudharatan dan mengundang azab dari Allah SWT. Jadi, jika telas jelas bagi kita bahwa miras membawa banyak bahaya dan kerusakan, wajib bagi kita untuk mencegah peredaran miras demi terjaganya akhlak generasi penerus bangsa.
Posting Komentar