Berantas Narkoba dengan Islam
Oleh : Imroatus Sholeha
Peredaran narkoba seolah tiada habisnya, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak termaksud aparat penegak hukum. Namun, tak menunjukan angka penurunan, bisnis haram ini ibarat virus tanpa vaksin. Narkobah telah menjadi candu, menyebar seperti wabah, menjerat tak pandang bulu tua-muda, warga biasa, pesohor, aparat, publik figur hingga pejabat. Semua tak luput dari jeratan barang haram ini. Hari-hari kita disuguhkan dengan berita narkoba baik media offline maupun online.
Seperti baru-baru ini di Kendari Sulawesi Tenggara kasus narkoba menjerat salah satu pegawai di Pengadilan Negeri(PN. Dilansir dari KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kasus narkoba yang menjerat salah satu panitera pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kendari menjadi perhatian sejumlah kalangan. Salah satunya dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Anti Narkotika (Granat) Sulawesi Tenggara (Sultra), Laode Muhamad (LM) Bariun.
Penangkapan dan pengungkapan kasus yang ditenggarai Ditresnarkoba Polda Sultra ini, kata LM Bariun, oknum PN Kelas IA Kendari tersebut telah mencederai lembaga penegak hukum itu.Pasalnya, berdasarkan penyampaian Ketua PN Kelas IA Kendari, lanjut dia, perkara yang dilimpahkan ke PN pada 2020 itu didominasi kasus narkoba.
“Nama baik PN Kelas IA Kendari tercoreng sebagai lembaga yang mengadili perkara narkoba selama ini,” ujar dia.Sehingga menurut dia, para penegak hukum baik kepolisian, kejaksaaan, dan pengadilan harus benar-benar menegakkan hukum secara adil, tidak boleh ada pengecualian.
Publik tentu bertanya, mengapa bisnis narkoba ini begitu sulit untuk ditumpas? Padahal, berbagai kebijakan dibuat untuk menumpas peredaran bisnis haram ini, dampak negatif narkoba yang bahkan mengancam nyawa tak juga membuat jera, jutaan kasus terus terulang. Bahkan, tak berselang lama setelah bebas dari masa tahanan pecandu narkoba kembali terjerat kasus yang sama. Tak hanya dipicu karena sifat dari zat narkoba itu sendiri yang menimbulkan efek ketergantungan bagi penggunanya, lebih dari itu, pnyalahgunaan narkoba terus terjadi. Hal ini membuktikan bahwa hukuman yang diberikan tak memberi efek jera. Sebab tak sedikit pula peredaran narkoba terjadi dibalik jeruji besi.
Negeri yang menganut kapitalisme akan sulit meninggalkan apa pun yang berbau uang. Bisnis narkoba diakui sangat menggiurkan dan berpeluang mendatangkan pundi-pundi rupiah. Sayang jika dilewatkan, karenanya keberadaannya seolah dipertahanka.
Dari tahun ke tahun, pengguna narkoba terus mengalami peningkatan. Dalam World Drug Report UNODC tahun 2020 tercatat sekitar 269 juta orang di dunia menyalahgunakan narkoba. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Berbahaya (NAPZA) di Indonesia juga kian tahun semakin meningkat.
Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang pada tahun 2019. Sedangkan pada tahun 2020, berdasarkan data Kementerian Sosial menunjukkan jumlah korban penyalahgunaan NAPZA yang dilayani sebanyak 21.680 orang yang didampingi oleh 962 Pekerja Sosial dan Konselor Adiksi. Itu adalah kasus yang terungkap tak sedikit pula kasus yang tidak terendus, lalu bagaimana cara menumpas narkoba secara tuntas?
Kasus narkoba sulit ditumpas karena terjadi secara sistemis dan memberantasnya haruslah bersifat sistemis. Mengajak masyarakat untuk bersama-sama memerangi narkoba tak cukup sekadar ajakan, tapi juga patut didasarkan atas penyadaran paradigma mendasar dalam hidup manusia.
Setidaknya dibutuhkan tiga unsur pokok dalam memberantas narkoba yaitu individu yang bertakwa, peran masyarakat dalam melakukan kontrol, hadirnya peran negara dalam menjalankan aturan secara tegas juga menerapkan sanksi yang berefek jera hingga mampu meminimalisasi munculnya kasus serupa.
Islam memiliki gambaran khas dalam memberantas segala bentuk penyalahgunaan zat aditif yang terbukti merusak akal dan jiwa manusia. Efek halusinasi, mabuk ataupun fly yang dirasakan penggunanya menjadi dasar sebagian ulama untuk mengategorikan narkoba sebagai barang haram sebagaimana khamar.
Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 90,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan untuk mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah ia agar kamu mendapat keberuntungan.”
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram” (HR Muslim).
Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98). Sementara untuk orang yang meminum khamar dikenakan sanksi cambuk.
Adanya masyarakat yang memiliki perasaan, pemikiran dan terikat pada aturan/syariat yang sama akan memunculkan kontrol sosial di tengah-tengah masyarakat. Amar makruf nahi mungkar adalah tradisi keseharian masyarakat Islam. Hal ini jelas bersebrangan dengan masyarakat sekuler seperti saat ini yang cenderung individualis dan cuek dengan lingkungan sekitarnya. Sikap individualis ini juga yang turut berkontribusi menyuburkan kejahatan dan kriminalitas di tengah-tengah masyarakat.
Terakhir, peran negara dalam menjalankan aturan serta menerapkan sanksi dengan tegas tanpa pandang bulu, tidak lemah dan memudahkan grasi, tak mengenal kompromi dalam menjalankan hukum syariat terhadap para pengguna narkoba dengan sanksi ta’zir baik dicambuk, dipenjara atau sanksi ta’zir lainnya sesuai keputusan Qadhi.
Alhasil jika ketiga unsur diatas telah terpenuhi tak hanya mencegah berulangnya kasus penyalahgunaan narkob saja tapi meminimalisir kejahatan kejahatan lain yang sekarang tumbuh subur buah dari penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hanya dengan kembali kepada hukum Allah SWT semua bentuk kemunkaran akan teratasi.
Wallahu alam.
Posting Komentar