RAMADHAN BUKAN SIKLUS TAHUNAN TANPA MAKNA
Oleh : Ika Wulandriati
Insyaallah bulan suci Ramadhan akan kembali menyapa kaum muslim di seluruh dunia. Dengan berbagai kemuliaan dan keistimewaan yang ada didalamnya, jadi sangat wajar bila bulan ramadhan itu merupakan salah satu bulan yang paling dirindukan kehadirannya oleh kaum muslim. Berbagai cara dilakukan oleh kaum muslim di berbagai dunia untuk menyambut bulan penuh mulia tersebut dengan penuh antusias dan hati gembira. Sebab rasa gembira menyambut kedatangan bulan ramadhan adalah merupakan bentuk bagian dari keimanan seorang muslim.
Meskipun merupakan kewajiban individual, puasa tetap memberikan pesan-pesan politik dan sosial. Secara individual, pelaksanaan puasa Ramadhan berdampak pada peningkatan kualitas keimanan. Bahkan inti puasa Ramadhan adalah ketakwaan. Meskipun wabah Covid-19 masih belum usai, ditambah lagi berbagai macam bencana menerpa sebagian negeri ini, banjir, gempa, gunung meletus, serta baru-baru ini badai di NTT, orang yang memiliki keimanan yang kuat akan bergeming dan bertekad untuk istiqomah, dan beramal sholeh demi meraih keberkahan Ramadhan. Sebab Allah SWT tidak mungkin membebani hamba-Nya dengan perkara di luar batas kemampuannya (QS Al Baqarah [2]: 286).
Pada bulan ini umat Islam akan disibukan dengan beragam aktivitas ibadah untuk mengisi hari-hari sepanjang bulan ramadhan, baik itu ibadah wajib maupun amalan Sunnah seperti membaca Al qur'an, sholat tarawih, dilanjutkan dengan sholat tahajjud, sholat rowatib, berbagi takjil untuk berbuka dan sahur, datang ke pengajian-pengajian dan aktivitas lainnya. Beginilah gambaran bulan ramadhan yang sering kita lihat.
Ada sebagian semangat umat Islam pada bulan ramadhan memang meningkat. Mereka sibuk memperbanyak ibadah ritual, tetapi sebagian lagi umat ada yang tidak sibuk, mereka hanya sibuk dengan urusan pribadi (ibadah pribadi). Adapun untuk masalah sosial kemasyarakatan, contohnya, kepedulian terhadap nasib keumatan secara keseluruhan, mereka tidak terlihat dan tidak terpikirkan. Kita juga masih sering melihat individu muslim khususnya wanita muslimah saat menuju ke masjid untuk melakukan ibadah sholat, khususnya sholat tarawih berjamaah, tidak menutup aurat, auratnya ditutup saat melakukan ibadah sholat saja, sehabis sholat, aurat kembali terlihat.
Belum lagi kita juga dengan mudahnya masih bisa melihat praktik jual beli Ribawi, walaupun banyak sekali dalil menunjukkan betapa besar dosa riba. Kemudian juga puasa Ramadhan sering ada pelaksanaan ngabuburit, buka puasa bersama, sayang sekali hal tersebut sering kali dilakukan dengan yang bukan mahram, bahkan bersama pacar (astaghfirullah), maka terjadilah ikhtilath, sedangkan ikhtilath jelas diharamkan dalam Islam. Disamping itu juga kondisi negara saat ini, penguasa masih abai dengan hukum-hukum yang bertentangan syariat Islam. Misalnya saja, pabrik miras juga masih berdiri, tempat- tempat prostitusi masih bermunculan, kafe - kafe, tempat dugem masih juga buka. Sebagian umat Islam juga masih banyak yang tidak peduli terhadap nasib umat Islam lainnya yang berada di belahan dunia lain. Rasa peduli yang muncul pada bulan puasa masih sebatas di negaranya saja.
Adapun terhadap nasib umat Islam di belahan dunia lain, rasa kepedulian itu masih tidak muncul, yang ada cuma kasihan, bukan tergerak untuk turut berjuang demi membebaskan penindasan mereka, misalnya di Palestina, di Myanmar, Suriah dan negeri-negeri muslim lainnya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena didalam pemikiran mayoritas umat Islam, bulan ramadhan seolah bulan yang khusus untuk beribadah saja kepada Allah SWT. Bulan ramadhan telah dianggap sebagai waktu yang khusus untuk urusan ritual, spritual dan keakhiratan. Pada bulan ramadhan, aktivitas yang dianggap duniawi harus ditinggalkan, atau paling tidak minimal dikurangi.
Cara pandang umat Islam seperti itulah, yang melatar belakangi, sebagian umat Islam untuk menjauhkan ke aktivitas politik pada bulan ramadhan, dianggap aktivitas politik itu kotor, merupakan aktivitas duniawi, kalau disatukan dan dimasukan kedalam aktivitas ramadhan dianggap mengotori kesucian ramadhan.
Nah...cara pandang seperti itu merupakan cara pandang sekuler, sekulerisme adalah cara pandang yang memisahkan urusan dunia dengan urusan akhirat. Urusan dunia terserah manusia, sementara urusan akhirat diserahkan pada agama. Agama tidak boleh dibawa-bawa dalam urusan dunia, sebaliknya, urusan dunia tidak boleh dikaitkan dengan urusan akhirat. Seakan-akan ada waktu-waktu yang khusus untuk akhirat. Yang harian ya waktu-waktu pas sholat lima waktu, yang mingguan ya pas waktu sholat hari Jum'at dan yang tahunan ya pas waktu ramadhan.
Sebagai umat Islam yang meneladani Rasulullah SAW, cara pandang sekularisme ini harus ditolak. Bulan ramadhan bagi umat Islam adalah momentum untuk melakukan instrospeksi diri agar jangan sampai menjadi siklus tahunan tanpa ada bekasnya sama sekali, seremonial satu tahun sekali.
Momentum Ramadhan merupakan suatu kesempatan bagi umat Islam untuk membangkitkan taraf berfikir, terlebih meningkatkan taraf berfikir politik. Aktivitas berfikir politik adalah segala aktivitas yang terkait dengan pengaturan urusan masyarakat (ri'ayah syu'un al-ummah), baik itu yang terkait dengan kekuasaan maupun yang terkait dengan umat yang melakukan pengawasan terhadap aktivitas kekuasaan dalam mengatur urusan masyarakat.
Oleh karena itu melakukan dakwah politik adalah hal sangat penting,
Pertama, dakwah politik dicontohkan oleh Rasulullah SAW selama 13 tahun di Mekkah. Rasulullah membongkar rencana jahat orang-orang Quraisy yang bertujuan untuk menghancurkan dakwah Islam dan Rasulullah juga melakukan perang pemikiran dengan menyerang ide-ide kufur, contohnya : ide untuk menyekutukan Allah (syirik), mencela penyembah berhala, mencela kecurangan dalam menimbang dan menakar, mencela perbuatan membunuh anak-anak, dan sebagainya. Dakwah politik ini adalah aktivitas meneladani Rasulullah SAW, seperti di dalam firman Allah SWT (QS al-Ahzab (33) : 21). Aktivitas meneladani Rasulullah SAW sebagai Uswatun Hasanah yang diwajibkan Islam atas kaum muslim.
Kedua, dakwah politik inilah yang cocok dengan masalah utama umat Islam sekarang. Masalah utama umat adalah mengembalikan hukum yang diturunkan oleh Allah SWT dengan jalan menegakkan kembali negara Khilafah dengan cara mengangkat seorang Khalifah. Karena Khalifah adalah pimpinan tertinggi institusi politik islam. Inilah aktivitas politik yang paling penting saat ini adalah memperjuang tegaknya syariat Islam secara kaffah dalam sistem khilafah Rasyidah yang akan menyatukan kekuatan umat Islam di seluruh dunia. Melalui institusi tersebut umat Islam akan mampu kembali memimpin dunia dan Islam sebagai Rahmatan Lil 'Alamin bisa menjadi kenyataan.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Posting Komentar