Kebutuhan Dasar Kena Pajak? Dimana Tanggung Jawab Pemerintah?
Oleh: Ummu Khayla
Rakyat kembali terluka, Setelah baru-baru ini tersiar kabar bahwa pemerintah membatalkan keberangkatkan jemaah haji 2021 dan hutang negara yang menumpuk, kabarnya pemerintah berencana mengenakan pajak pada 3 kebutuhan dasar rakyat, yaitu pendidikan, persalinan, dan kebutuhan pokok. Sontak kebijakan ini memperoleh reaksi dari Rakyat. Wajar saja rakyat merasa sangat keberatan dengan hal ini yang dinilai akan semakin mencekik rakyat.
Pengenaan pajak pada 3 kubutuhan dasar itu akan berdampak pada naiknya harga barang dan jasa, dan semakin mahalnya biaya pendidikan dan layanan kesehatan.
Pada saat kondisi kehidupan yang sangat sulit seperti saat ini, pungutan pajak bukannya dikurangi atau dihilangkan, malah makin ditambah.
Pihak Kementerian, Rahayu Puspasari, membantah opini yang menyebutkan bahwa pajak akan mencekik rakyat. Menurutnya, justru pajak menciptakan keadilan dengan sistem gotong royong. Karena yang mampu membayar pajak, namun kontribusinya rendah bisa semakin disiplin pajak untuk membantu mereka yang kurang mampu atau rakyat kecil. (cnnindonesia.com, 12/6/2021)
Jika alasannya demikian, mengapa bukan orang kaya saja yang ditarik pajak? Mereka yang mampu harusnya bergotong royong menyokong keuangan negara. Bukan masyarakat miskin yang hidupnya pas-pasan. Malah Pajak Pembelian Barang Mewah (PPnBM) Dibebaskan. Padahal, mereka memiliki harta yang jauh lebih banyak dari masyarakat biasa.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai kebijakan pajak sembako tersebut bertentangan dengan sila ke-5 . Dirinya berpesan pada Kemenkeu agar tidak hanya pandai dalam mengolah angka, tetapi juga harus pandai mengolah rasa. Harus ada sensitivitas terhadap kondisi rakyat. Sebelum memberatkan rakyat, Kemenkeu harus terlebih dahulu menertibkan jajarannya agar bisa mengejar para pengemplang pajak yang potensinya mencapai ratusan triliun per tahun. Sebab, hingga akhir April 2021, penerimaan pajak baru mencapai Rp3749 triliun atau sekitar 30,94% dari total Rp1.229,6 triliun. (antaranews.com, 13/6/2021)
Jika rencana pemungutan pajak ini benar dilaksanaknan, maka apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat? Kenapa hal yang paling penting dalam hidup rakyat di kenakan pajak?
Apa pun alasan yang dikemukakan, Menarik pajak dari rakyat apalagi pada kebutuhan vital rakyat merupakan bentuk kedzoliman yang nyata. Tidak layak suatu negara memaksa rakyatnya membayar pajak. Karena seharusnya negaralah yang wajib mengurusi urusan rakyatnya, bukan malah memungut pajak.
Beginilah nasib negara dalam sistem kapitalisme, negara lemah tak berdaya karena terjebak dalam utang dan pajak. Bahkan pungutan (pajak) justru menjadi sumber utama pendapatan negara. Seakan-akan tanpa hutang dan pajak negara tidak bisa membangun negara. Padahal inilah penyebab penderitaan rakyat dan hancurnya ekonomi negara.
Berbeda sekali dengan negara dengan sistem pemerintahan bernama Khilafah yang memberlakukan semua aturan sesuai dengan syariat, termasuk sistem keuangan negara. Terkait harta, Khilafah akan menyimpannya di Baitulmal. Di tempat inilah pemasukan negara dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemasukan negara ada yang bersifat tetap dan tidak tetap. Pajak Bukan sumber pemasukan utama negara. Pajak merupakan pemasukan negara yang bersifat tidak tetap, diberlakukan saat kas Baitulmal kosong saja. Penarikannya pun tidak dikenakan atas semua orang, melainkan hanya untuk muslim yang mampu (kaya) saja. Sumber pemasukan yang tetap seperti zakat, jizyah, kharaj, ‘usyr, harta kepemilikan umum (seperti tambang migas dan mineral), anfal, ghanimah, fai, khumus, infak dan sedekah, dan sebagainya. Sumber pemasukan ini amat besar dan mampu mencukupi kebutuhan umat. Tak perlu ada pungutan batil di luar ketentuan syariat.
Dengan aturan seperti ini, keadilan akan tercipta. Kebutuhan rakyat terpenuhi dengan jaminan dari negara. Mereka tidak dipersulit dengan berbagai pungutan.
Dari sini kita tahu, hanya sistem Islam yang dapat me-riayah masyarakat dengan baik. Sebuah sistem yang dijalankan berdasarkan petunjuk Ilahi, bukan atas nama nafsu atau akal manusia. Wallahua'lam bis showab.
Posting Komentar