Pemberlakuan Pajak Sembako, Semakin Mebebani Rakyat
Oleh: Ety R Faturohim, Domisili: Kabupaten Bandung
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Kementerian Keuangan buka suara perihal polemik wacana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap sejumlah kebutuhan masyarakat, termasuk diantaranya sembako dan sekolah. Rencana kebijakan ini tertuang dalam perluasan objek PPN yang di atur dalam revisi undang-undang nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum cara perpajakan (KUP)(12/6/2021).
Dalam draf revisi UU tersebut, pengenaan pajak itu diatur dalam pasal 4A. Dalam cuitan @faktakeuangan, kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Rahayu Puspitasari menjelaskan bahwa draf tersebut merupakan wacana ke depan, dan tidak untuk saat ini. "Draf RUU merupakan wacana ke depan yang melihat perkembangan kondisi ekonomi indonesia. Jelas belum jadi fokus hari ini, karena indonesia belum pulih dari covid -19 dan masyarakat masih harus dibantu." kata Rahayu. Menurutnya, pemerintah saat ini sedang fokus menolong rakyat dengan pemulihan ekonomi dan penanganan covid-19. Oleh sebab itu, menurut dia, sembako menjadi salah satu objek yang di subsidi oleh dana pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Dalam keterangan lainnya, akun @faktakeuangan juga membantah opini yang menyebutkan bahwa pajak mencekik rakyat. Rahayu menjelaskan, pajak sejatinya menciptakan keadilan dengan sistem gotong royong. Menurutnya, yang mampu membayar pajak namun kontribusinya rendah, bisa semakin disiplin pajak untuk membantu mereka yang kurang mampu. Barang kebutuhan pokok serta barang hasil pertambangan atau pengeboran dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu berarti barang itu akan dikenakan PPN. Selain itu pemerintah juga menambah objek jasa kena pajak baru yang sebelumnya dikecualikan atas pungutan pajak. Beberapa di antaranya adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, hingga jasa asuransi.
Fakta di atas membuktikan bahwa selama ini APBN tidak berpihak kepada rakyat, tetapi lebih berpihak kepada para pemilik modal, terutama pihak asing. Apalagi subsidi untuk rakyat terus dikurangi, sementara beban pajak atas rakyat makin bertambah, di antaranya melalui pemberlakuan UU Tax Ammesty yang disinyalir juga akan menambah beban rakyat. Padahal, selama ini rakyat telah terbebani oleh berbagai pungutan pajak yang amat memberatkan. Terkait itu, Baginda Rasulullah Saw telah bersabda."Tidaklah seseorang diangkat untuk mengurus rakyat, lalu mati, sementara itu menipu (menzolimi) rakyatnya kecuali Allah mengharamkan bagi dia surga" (HR. Al-Bukhari).
Dalam membuat kebijakan Kementerian Keuangan seharusnya tidak hanya pandai mengolah angka, namun juga harus pandai mengolah rasa, harus ada kepekaan sensitif terhadap kondisi rakyat. Kementerian Keuangan harus menyadari masih banyak cara untuk menaikkan pendapatan negara tanpa harus memberatkan rakyat, yaitu dengan memaksimalkan dari potensi yang ada.
Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumberdaya alamnya seperti emas, perak, tembaga, timah, bouksit, nikel, minyak dan gas, serta batubara. Selain itu, kekayaan lain berupa puluhan juta hektar hutan, kekayaan laut dengan jutaan ton ikannya, dll. Namun anehnya, sumber pemasukan utama APBN kita bukan dari hasil kekayaan alam yang berlimpah ruah tersebut, tetapi justru dari pajak yang sebagian besarnya dipungut dari rakyat juga dari utang ribawi. Lalu kemana sebenaranya uang hasil dari berbagai sumber daya alam milik rakyat itu? Ternyata, sebagian besarnya masuk ke pihak swasta, khususnya pihak asing. Karena, memang sebagian besar sumber daya alam negeri ini sudah lama berada dalam genggaman pihak swasta terutama pihak asing.
Menurut data Litbang Kompas, hingga tahun 2011 saja asing telah menguasai 70% tambang migas, 75% batubara, bauksit, nikel, dan timah 85%, tembaga dan emas, dan 40% perkebunan sawit dari total 8,5% juta hektar. Penerapan otonomi daerah yang cenderung liberal, hingga tahun 2021 saja sudah ada 8.000 izin kuasa pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Kondisi itu makin membuka peluang asing untuk menguasai langsung sumberdaya batu bara dan mineral (kompas.com, 25/5/2021).
Padahal, penguasaan swasta apalagi asing sumber sumber kekayaan milik umat jelas haram karena bertentangan dengan syariat Islam. Nabi Saw bersabda, " Manusia bersekutu dalam tiga hal, air, padang gembala, dan api"(HR Ibnu Majah).
Maka dari itu, untuk mengatasi defisit APBN sesungguhnya bukanlah dengan utang yang makin membebani negara dan pajak yang makin menyengsarakan rakyat. Solusinya tidak lain adalah dengan mengembalikan semua sumber daya alam itu kepada umat sebagai pemilik yang sah. Lalu dikelola oleh negara, sehingga seluruh hasil dari sumber daya alam itu dapat dinikmati sepenuhnya oleh rakyat, bukan oleh segelintir pihak swasta dan pihak asing.
Negara juga tidak akan terus menerus dibebani utang luar negeri berikut bunganya serta rakyat pun tidak dirugikan dengan berbagai macam pungutan pajak. Karena, hasil-hasil sumber daya alam lebih dari cukup untuk membiayai pengurusan rakyat. Bahkan, akan sanggup memakmurkan dan menyejahterakan mereka. Semua itu hanya akan terwujud ketika bangsa ini menerapkan syariat Islam secara kaffah. Jika umat ini telah benar-benar bertakwa, Allah Swt pun pasti akan menurunkan keberkahan.
"Jika saja penduduk negeri beriman dan bertakwa,kami pasti akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan kami sehingga kami menyiksa mereka karena perbuatan yang mereka lakukan" (QS. Al -Araf : 96). Wallahu A’lam Bish showwab.
Posting Komentar